Bab 1

316 57 15
                                    

Telepon Jaejoong kali ini diabaikan kembali oleh Taekwon, ia cukup bingung mengapa akhir-akhir ini Taekwon sangat sibuk, bahkan ia sendiri tidak mendapati kehangatan yang biasa diberikan Taekwon padanya. Tidak ada lagi coffee break gratis yang diberikan Taekwon untuknya dan teman-temannya, bahkan Taekwon terlihat sering keluar kantor. Sejujurnya itu hal biasa bagi Taekwon keluar kantor, toh dirinya digadangkan sebagai calon CEO perusahaan. Hanya saja, intensitas chat yang dibalas Taekwon pun seolah berkurang.

Kali ini ia sengaja mengajak Taekwon lunch, pria itu sebenarnya sudah mengiyakan untuk hal ini, namun teleponnya tidak diangkat sama sekali. Jaejoong sudah menunggu di restoran yang biasa mereka datangi. Ia pun cukup hapal menu favorite Taekwon, dan nyaris memutuskan untuk memesan terlebih dahulu tadi, untung saja ia meminta menunggu dahulu baru memesan. Nyatanya ia sudah menunggu terlalu lama, dan kali ini cukup mengecewakan.

Memutuskan memesan makanan sendiri, Jaejoong terkejut dengan bunyi notifikasi ponselnya. Ada sebuah pesan chat masuk. Ia segera menyambar ponsel yang ada di atas meja. Nama Taekwon terlihat di notifikasi bar utama. Dengan lincah jari Jaejoong membuka pesan itu. Namun, semangatnya yang berkobar tadi segera padam saat membaca pesan, di sana Taekwon mengatakan tidak bisa datang untuk launch dengannya, pria itu hanya mentransfer sejumlah besar uang untuk membayar makanan yang akan dihabiskan Jaejoong.

Sial. Bukan itu maksud Jaejoong. Ia tidak perlu uang transferan dari sang pacar. Jaejoong hanya membutuhkan perhatian Taekwon yang terasa hilang, mereka sudah berkencan setahun lebih, dan kali ini ia mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Taekwon. Lagi-lagi ia harus menelan pil pahit, apakah Taekwon merasa dirinya membosankan?

Barangkali, ia harus mengganti gaya rambutnya, atau mengubah style make up naturalnya menjadi sedikit lebih, atau style berpakaiannya biasa saja? Entah, tetapi ia tidak mau melakukan itu. Jaejoong tidak ingin menjadi orang lain demi mempertahankan pria. Atau juga ia hanya merasa demikian saja, sebenarnya Taekwon memang sangat sibuk.

Ia memutuskan memesan makanan untuknya sendiri dan menyantap dengan rasa yang hambar meski makanan ini enak sekali. Lantas, Jaejoong bergegas kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaannya. Ia baru saja selesai men-scan tanda pengenal, namun matanya tak sengaja tertuju ke arah lift.

Jaejoong terbelalak, ia melihat Taekwon dengan seorang wanita. Amarahnya tiba-tiba naik, dan ia langsung menghampiri Taekwon yang baru keluar dari lift. Ia berdiri dengan perasaan marah di depan Taekwon, tentu kehadirannya mengejutkan bagi Taekwon dan wanita yang menggandengnya.

"Jeje..." gumaman itu meluncur dari bibir Taekwon, dan senyuman memaksa terukir.

"Jadi ini yang kau sebut sibuk?" Jaejoong tidak ingin mengalah, baginya dan juga apa yang dilihatnya jelas sekali bahwa Taekwon bersalah.

"Aa..aku bisa jelaskan, ini adalah Park Karam, dia adalah temanku sejak kecil dan baru-baru ini kembali dari Jepang ke Korea!" Taekwon memberi penjelasan langsung kepada Jaejoong, tak lupa ia tersenyum di akhir kalimat dan berharap Jaejoong tidak marah kepadanya.

Menaikan sebelah alisnya, Jaejoong tetap merasa cemburu dengan apa yang dilihatnya pasalnya, wanita yang dikenalkan dengan nama Karam itu menggandeng lengan Taekwon dengan mesra. Sebagai kekasih jelas ia tidak rela bukan?

"Kenapa kau tidak mengatakan kepadaku dan beralasan lain?"

"Aku hanya takut kau tidak suka dan marah!"

Oh, jadi menurut Taekwon menyembunyikan ini pun tidak akan membuat ia marah jika tahu? Jaejoong mendesah pelan, ia ingin sekali menjambak rambut Karam. "Maksudmu—"

"Taekwon-ah, aku bisa terlambat jika kau terus meladeni wanita ini, kau ingin tinggal di sini atau menemaniku?"

Kalimat itu terdengar sangat tegas, dan jelas membuat Jaejoong terpancing emosi. Siapa wanita ini berani-beraninya bicara seperti itu kepadanya. Jaejoong bersedekap, berniat hendak menarik lengan Taekwon, namun ia tersentak kala mendengar jawaban sang kekasih.

"Je, aku sibuk menemani Karam. Lain kali kita bicara hmm?"

Begitu saja. Taekwon lantas melenggang menjauh darinya. Jaejoong terdiam mematung ditempatnya. Sungguh rasanya hatinya bak sedang tertikam belati. Sakit. Kekasihnya lebih mementingkan wanita lain dari padanya. Itu tidak seperti yang biasa dilakukan Taekwon, sehebat apa wanita itu hingga membuat Taekwon yang sangat mencintainya berpaling dengan mudah. Tak terasa air matanya begitu saja mengalir. Perasaannya benar-benar kacau.

———

Karena terlalu dalam merasa sedih dan meratapi hubungannya yang jauh dengan Taekwon, Jaejoong sampai tidak fokus saat bertemu dengan Soomin. Ia bukannya ingin sengaja untuk menunjukan ketidak baikan kepada wanita itu, hanya saja sulit rasanya menepis perasaan sedih ini. Hingga dentingan sendok dengan gelas beradu, Jaejoong terkejut dan menatap spontan kepada Soomin.

"Kau terus melamun, Je. Kau dengar aku?"

Jaejoong sama sekali tidak tahu apa yang dikatakan Soomin tadi. Ia masih terfokus dengan kejadian saat itu dan mengabaikan Soomin. "Ma-maaf Soomin, aku tidak mendengarnya."

Soomin mendesah, ia menjitak pelan kepala Jaejoong dan mengulang apa yang tadi dikatakannya. "Aku membelikanmu pakaian untuk acara mendatang, aku mungkin tidak bisa hadir karena ada urusan diluar kota, Taekwon juga akan ada di sana, jangan khawatir!"

Jaejoong mengangguk pelan, ia tidak yakin bahwa Taekwon akan bersama dengannya selama wanita yang bernama Karam itu masih ada. "Kau kenal Park Karam, Soomin?" tiba-tiba pertanyaan itu begitu saja lolos dari bibir Jaejoong.

"Karam?" Soomin menautkan kening, ia mengangguk. Tentu saja kenal dengan Karam. "Dia teman Taekwon, kenapa?"

"Taekwon terlalu sibuk, dia mengabaikanku, dan tadi ketika aku mengajaknya lunch ternyata dia bersama Karam," dengan lirih Jaejoong mengutarakan hal itu, bukan berarti ia sedang mengadu kepada Soomin hanya karena wanita itu bersaudara dengan Taekwon, melainkan karena Soomin adalah temannya. Ia mengenal Soomin lebih dahulu ketimbang Taekwon.

"Apaaa?!" Soomin terkejut, wanita itu juga menjerit mendengar penuturan Jaejoong.

"Soomiin!" Jaejoong mendesah pelan, jeritan Soomin bisa menarik atensi dari pengunjung lain di tempat mereka sedang menyantap makanan ini.

"Astaga Je, maaf," Soomin segera menormalkan sikap. "Aku tidak percaya Taekwon begitu, aku harus memberinya peringatan agar tidak membuatmu marah dan kecewa!"

Soomin menyipitkan matanya, ada yang tidak beres dengan Taekwon, ia mengira saudaranya itu akan benar-benar menjaga Jaejoong maka dari itu Soomin setuju Taekwon mengencani Jaejoong. Tapi sekarang mendengar cerita singkat Jaejoong tentang saudaranya itu, membuat Soomin tidak yakin perubahan besar terjadi pada Taekwon, ia takut Taekwon akan membuat Jaejoong sakit hati. Soomin harus mencari ide, selama dirinya diminta orang tuanya menangani perusahaan cabang diluar kota, Jaejoong harus ada yang menjaganya. Jujur saja ketimbang saudara sendiri, Soomin jauh lebih sayang Jaejoong, ia menganggap wanita ini sudah seperti saudara sendiri yang sangat mengerti dan perhatian dengannya.

.
.
.

Eyd ga beraturan, typo dimana" no edit.

Alurnya sengaja cepat, tau pasti kalian nyari" Bapak Jung Yunho kan? Makanya ga semangat karena si bapak kagak muncul, eh belum muncul.

Jangan pelit" ya, bisa jadi Bapak ada di bab depan 🤭🤭🤭 .

.
.
.

N̶o̶t̶ ᴍʏ ꜰɪᴀɴᴄᴇ!Onde as histórias ganham vida. Descobre agora