PART 02

173 14 3
                                    

-change

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-change

Kehidupan Alaska terus berlanjut sampai akhirnya lulus SD. Diumur yang beranjak tiga belas tahun Alaska mulai mengerti kehidupan, dimana manusia akan datang saat membutuhkan dan pergi saat dibutuhkan. Dan ya, kini di sekolah menengah pertama Alaska hanya punya satu teman. Belakangan ini mereka sering bermain dan keluar bersama, bertukar cerita dan tertawa layaknya teman lama.

"Nolan," panggil Alaska sambil menepuk bahu cowok bertubuh tinggi itu. Umur mereka selisih dua tahun, Nolan sudah kelas tiga Smp yang artinya tahun besok akan lulus.

"Alaska, gue kira siapa," kekeh Nolan sambil menyesuaikan langkahnya dengan Alaska.

"Hari ini jadikan ngasih hadiah ke nenek lo?" tanya Alaska.

"Jadi dong, lo ikut kan?" jawab sekaligus tanya Nolan.

Alaska mengangguk. "Gue juga ada hadiah buat nenek lo," ucapnya senang.

"Ciee Lo suka ya sama nenek gue?" goda Nolan.

"Gila Lo!" hardik Alaska sambil menabrak bahu Nolan.

Bertemu Nolan adalah satu kebahagiaan yang sangat cukup untuk Alaska, akhirnya setelah sekian lama ia mendapat teman. Nolan sama sekali tak peduli dengan latar belakang kehidupan Alaska yang tinggal di panti asuhan. Cowok itu juga sangat baik padanya, ia membiarkan Alaska mendapatkan kasih sayang dari neneknya. Selain itu Nolan Pun sama seperti Alaska yang tidak punya orang tua, ia hanya tinggal berdua bersama neneknya dengan kehidupan yang pas-pasan.

"Gue ke kelas duluan ya, nanti tunggu di depan sekolah aja. Kita berangkat bareng ke rumah nenek," ujar Nolan sambil melambaikan tangan. Alaska membalas lambaian tangan Nolan lalu segera pergi ke kelasnya.

"Emang boleh ya anak sebatang kara sekelas sama kita?" ucapan tak mengenakan itu harus didengar pagi ini oleh Alaska. Dengan rendah hati cowok itu diam tak menghiraukan teman sekelasnya yang sedang menghinanya.

"Fajar! Gak boleh gitu tau," timpal Aurel. "Nanti dosa Lo double kalau ngejek anak yatim piatu." lanjutnya sambil tertawa.

"Pasti Alaska nggak tau ya rasanya nonton bola bareng sama ayah sampe begadang?" tanya Fajar pada Alaska.

"Gue nggak mau ribut jar, mending Lo diem!" balas Alaska menahan diri.

"Pasti nggak taukan rasanya masakan ibu? Kasian nggak pernah dibikinin sarapan." ejek Aurel.

Alaska menghela nafas. "Terusin aja sampai puas, gue nggak peduli," ucapnya. Ejekan mereka sudah kebal di telinga Alaska, entah kenapa bukannya berteman baik mereka semua malah memusuhinya. Memangnya salah jika Alaska tidak punya orang tua? Lagipula Alaska tak minta dilahirkan sebatang kara.

Tak lama setelah itu guru datang ke kelas dan mulai mengajar. Jika saja pendidikan itu tidak penting, Alaska lebih memilih bolos sekolah.

"Anak-anak untuk pengambilan raport semester dua, diharuskan membawa orang tua ya." ujar guru di sela pembelajaran.

SAMUDRA ALASKAWhere stories live. Discover now