1

2.1K 124 3
                                    

Naruto hendak menutup kedai miliknya tepat pukul sembilan malam. Padahal biasanya, ia akan menutup kedainya tersebut hingga dini hari, hanya saat ini di luar sedang mengalami musim dingin ekstrim. Jalanan yang lengang, pastilah semua orang hendak berdiam diri di rumah masing-masing dari pada harus menerjang badai. Jadi ia memulangkan para pegawainya lebih awal, saat peringatan badai itu muncul. Ia tak mau mengambil resiko dengan memulangkan pegawainya di tengah badai seperti ini.

Suara angin berhembus semakin terdengar kencang. "Aku harus segera pulang ke apartemen, jika tidak akan terjebak badai." Gumamnya seraya melihat keluar dimana, pintu masuk yang hanya terbuat dari kayu itu bahkan berderit cukup kencang karena hembusan angin.

Pemuda berusia sekitar 26 tahun itu, telah membereskan peralatannya. Tak lupa ia mematikan lampu dapur dan hendak berjalan ke depan. Mengeratkan mantel dan menggunakan kupluk tebal. Di dalam saja, ia sudah merasakan dingin yang hampir menusuk tulang.

Namun sayang, langkah kaki panjangnya harus berhenti tepat sebelum dirinya akan mematikan lampu yang berada di ruang utama untuk pengunjung. 
Pemuda itu menajamkan pendengarannya. Karena nyaris saja suara itu tersamarkan oleh hembusan angin yang cukup kuat.

Hiks..hiks...

Samar-sama ia mendengarnya. Menatap sekeliling ruangan yang hanya berderet kursi dan meja saja untuk memastikan. Ia masih belum menyadari bahwa ada sesuatu yang tersimpan di ujung kursi yang berderet memanjang.

"Aku mendengar seperti ada yang menangis. Apa itu perasaanku saja?" Naruto mengedikkan bahunya tak peduli pada awalnya. Tangannya sudah mematikan saklar lampu.

Hiks.. hiks.. hiikks...

Sekali lagi ia mendengar. Dan kembali menyalakan lampu tersebut. Suara tangisan bayi itu tak berhenti. Malah semakin kencang terdengar. Naruto dengan segera mencari sumber suara itu.

Tak butuh waktu lama, mata birunya bisa memastikan bahwa ada sebuah box yang memang terbungkus sebuah kain hitam. Pemuda itu mengernyit heran, ia baru menyadari bahwa ada barang yang mungkin milik salah satu pengunjung yang tertinggal. Tapi anehnya, saat ia mendekat, yang terdengar adalah isakan bayi.

Ia mempercepat langkahnya, karena takut hal itu benar. Saat tepat berada di deretan meja panjang tersebut, barulah ia bisa melihat isi dari box tersebut.

"Ba-bayi.." Matanya terbelalak tak percaya. Ia melihat bayi mungil nan merah tersebut menggeliat dengan mulut yang terus terbuka dan menangis seperti hendak mencari sumber kehidupan. Naruto tak langsung menggendong bayi itu. Fikirannya bingung dan ia malah mengedarkan pandangannya, entah apa yang ia cari. Padahal, hanya dirinya dan bayi itu yang berada di kedainya.

Karena tak tega mendengar suaranya, pemuda itu berinisiatif untuk menggendong bayi itu. Meski awalnya ragu, tapi dengan yakin ia menggendongnya perlahan.

"Shhtt.. sudah jangan menangis." Tangan tannya menepuk pelan bokong bayi itu berharap sedikit mereda. Tetapi bayi itu seperti tak mau menurut pada perkataannya dan terus menggeliat dengan mata terpejam dan ia terus menangis.

"Aku harus bagaimana?"
Naruto terus menerus berbicara pada dirinya sendiri yang kebingungan. Barulah saat itu juga matanya melihat lagi sebuah tas di bawah kursi. Dia sangat yakin, tas itu milik bayi ini.

Segera ia meraihnya dan menyimpan di atas kursi. Membuka tas berwarna ungu muda tersebut, dan ia sangat bersyukur menemukan sebuah botol susu yang terisi dan beruntung suhunya masih hangat. Belum sempat ia membongkar tas tersebut, dan lebih memilih memberikan susu itu pada sang bayi.

"Ternyata dia memang lapar." Bibir tersenyum tipis. Ia juga mendudukkan dirinya di kursi.

Tangannya masih setia memegang botol susu tersebut. Naruto memandang takjub pada makhluk kecil nan mungil yang lahap menyusu dengan mata terpejam. Ia baru sadar bahwa rambut dan juga tanda lahir di pipinya mirip dengannya. Tapi ia segera mengenyahkan fikiran itu.

The Way Of Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang