Semoga Berakhir Bahagia

114 17 1
                                    

~Cerpen~

Semoga Berakhir Bahagia
  
--------------------------------

“Cantika kalau dilihat-lihat mirip sekali denganmu sewaktu kecil,” ujar Lastri, ibu Kirana.

Bahkan, ibu mertua Kirana mengatakan, mata dan hidung Cantika seperti anaknya-suami Kirana.

Dua minggu yang lalu, Kirana dan suami mengadopsi anak perempuan berusia enam tahun. Alasan mereka mengadopsi bukan karena tidak dapat memiliki anak sendiri, dari pernikahannya telah dikaruniakan anak lelaki yang lucu. Alasan mereka hanya ingin menghadirkan jiwa baru yang harus disayangi dan diasuh sepenuh hati.

Proses adopsi Cantika bukan hal yang mudah, justru pertentangan datang dari keluarga besar. Alasan mereka dapat dimengerti, yakni tentang asal usul Cantika.

“Kamu ini aneh! Memang, kamu nggak bisa punya anak lagi? Sampai harus mengadopsi anak. Apa kamu tidak takut terbawa sial. Bisa saja, kan, anak itu terlahir dari hasil perzinaan,” kata ibu mertua tidak setuju saat mereka mengutarakan keinginannya mengadopsi Cantika.

Lain hal dengan ibu kandung Kirana, wanita itu tidak bicara, hanya menatap lekat, penuh selidik, dan kepalanya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan.

Kirana yang paham akan sikap ibunya mengatakan,”Rana sudah mengenal Cantika saat kuliah di Malang, sewaktu Rana aktif di organisasi; divisi pengabdian masyarakat. Waktu itu, Cantika masih bayi.”

“Dia itu anak siapa? Gimana kalau dia itu anak hasil perzinaan?” tanya ibunya.

Kirana meraih tangan ibunya dan meremasnya lembut. “Mah, jika memang iya. Cantika tetap anak suci, bukan anak haram. Perbuatan orang tuanyalah yang haram.”

“Tapi, alasanmu mengadopsinya bukan karena tidak bisa punya anak lagi, kan? Rahimmu baik-baik saja, kan?” tanya ibunya, rautnya masih terlihat cemas. Kirana mengangguk seraya tersenyum.

“Baiklah, Ibu mengizinkan.” Kirana pun mendekap erat ibunya seraya menahan bulir bening yang sudah menganak di sudut matanya. Bukan bulir bening karena terharu akan restu sang ibu, tetapi bulir bening karena rasa bersalah.

Hari ini, mereka mengadakan tasyakuran rumah baru. Sekaligus juga dijadikan untuk memperkenalkan Cantika. Sepanjang acara, Cantika banyak diam. Kirana dan suaminya memahami, mungkin Cantika sedang beradaptasi dengan keluarga barunya.

Setelah tamu pulang, Kirana duduk di sisi kasur memandangi Cantika yang terlelap. Diusapnya pipi Cantika. Ada kelegaan dalam dada, seperti sudah menebus rasa bersalah sehingga air mata membanjiri pipinya. Akhirnya, Kirana dan Yuda dapat memberikan kasih sayang yang seharusnya anak itu dapatkan.

Minggu terakhir pada Desember, Yuda dan Kirana mengajak berlibur kedua anaknya berkemah di daerah Subang. Pagi itu, suasana sejuk karena sinar matahari tidak dapat menembus kerimbunan cabang-cabang pohon. Rumput yang mereka duduki terasa dingin dan lembap.

Yuda dan Kirana memandang kedua anaknya sedang bermain tangkap bola tidak jauh dari tepi sungai. Sejak Cantika tinggal bersama mereka, anak itu banyak perubahan. Dia tidak lagi pendiam, sudah mau berbicara meskipun tidak banyak, dan wajahnya ceria, berbeda ketika pertama kali datang.

Aliran sungai pagi itu sedikit deras karena tadi malam area perkemahan ini diguyur hujan. Kalau aliran sungai tenang, maka kedua anak mereka akan berlama-lama bermain di tepian sungai sambil menangkap udang kecil.

Satu detik kemudian, Kirana membawa dirinya ke masa lalu, semua kenangan berkumpul seperti potongan puzzle. Seandainya saja, ia dan Yuda tidak melakukan kesalahan. Mungkin Cantika tidak akan tinggal di panti asuhan dan haknya untuk mendapat kasih sayang terpenuhi seperti anak-anak lainnya.

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now