Kisah 4

18.9K 1.6K 48
                                    

Hari ini bukan hari yang Krystal tunggu. Tak pernah dalam benaknya menginginkan pertemuan kembali. Walaupun sulit menghilangkan sosok Zico, tapi dia tak menginginkan pertemuan. Sakit hati tentu, tapi yang paling dia tak inginkan dari pertemuan kembali dengan Zico adalah kesia-siaan atas perjuangannya selama ini.

Dijauhi sahabat sekaligus orang tersayang itu tak bisa digambarkan. Bukan Krystal tak bisa move on, tapi sakit hati itu selalu mendampinginya bak bayangan.

Lalu untuk apa sekarang mereka dipertemukan? Jika keadaan masih sama, hanya dia yang akan terluka lagi. Krystal tak mau merasakannya.

Krystal menatap ke sekeliling ruangannya, apa perjuangannya hanya akan berhenti sampai di sini? Haruskah dia kembali pergi sebelum ditingal lagi?

Interkomnya berbunyi, suara Zico memintanya masuk ke ruangan hanya menyisakan hembusan nafas berat Krystal. Dengan berat hati dia masuk dan berusaha profesional. Sudah tiga hari dia harus berhadapan dengan Zico. Walaupun hari ini Zico bersikap profesional tak seperti kemarin-kemarin yang selalu membahas masa lalu bukan berarti dia bisa merasa lega.

"Permisi Pak, ada yang bisa saya bantu?"

"Nanti malam ada acara penyambutanku, menurutmu pakaian mana yang lebih bagus untuk kupakai?"

Dua setelan jas mahal terpampang di hadapan Krystal, di sebelah kanan ada setelan jas berwarna abu-abu dengan dasi biru tua, di sebelah kiri setelan jas berwarna biru dengan dasi biru bermotif garis miring. Dalam bayangan Krystal semua akan terlihat bagus jika Zico yang memakai. Tapi Krystal segera mengenyahkan imajinasinya karena itu tak benar. Kesalahan besar!

"Biru," jawab Krystal singkat tanpa ekspresi.

"Ada lagi yang bisa saya bantu Pak?"

"Temani aku nanti malam," jawab Zico dengan senyum mengembang setelah meletakkan jas abu-abunya.

"Maaf Pak, saya sudah janji akan datang dengan teman."

"Kekasihmu?"

Jawaban apa yang akan diberikan Krystal sendiri bingung, bilang iya tapi dia tak punya siapa-siapa. Bilang bukan kesannya dia masih ngarep banget. Akhirnya dia mengangguk kaku.

"Baiklah, kenalkan dia padaku nanti. Apa dia bekerja di sini?"

"Maaf Pak, jika sudah tak ada yang perlu saya bantu, saya permisi."

Zico menghembuskan nafas berat lalu mengangguk mengiyakan. Sulit sekali rasanya ingin memperbaiki kesalahan. Lebih sulit dari yang dia bayangkan. Setelah sekian lama mencari akhirnya dia menemukan tapi ternyata semua sudah berubah.

Zico duduk menyenderkan punggungnya, memutar kursinya hingga dia bisa melihat hamparan langit cerah hari ini. Bayangan masa lalu kembali menyapanya.

***
Suasana kampus sore itu masih ramai, beberapa masih ada mahasiswa yang baru keluar kelas, ada yang duduk-duduk di kursi, ada yang bermain bola di lapangan. Zico berlari kecil menghampiri sahabatnya Krystal, gadis mungil yang selalu nampak ceria dengan kucir kuda dan poni sampingnya. Kali ini kelas mereka berbeda jadi mereka tak bisa sekelas.

"Sudah lama?"

Gadis berkucir kuda itu menggeleng dan memamerkan rentetan giginya yang kecil-kecil.

"Tapi aku laper, ayo kita bakso! Aku yang traktir, aku baru dapat bonusan dari part timeku di cafe."

"Good idea! Sekalian aku ada cerita."

Warung bakso pak Bewok yang ada di daerah Guyangan dekat kampus mereka terasa sangat ramai, bakso yang terkenal dengan bakso mawarnya yang besar dan mekar seperti bunga mawar. Zico dan Krystal duduk di meja yang ada di luar warung, istilah kerennya outdoor.

Dermaga Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang