PROLOG

4 1 0
                                    

"Dia marah sama gue cuma gara-gara gue cerita tentang hantu yang gak sengaja gue liat, Ra." Bara memijat pelipisnya seraya menghela nafas seolah menyiratkan bahwa dirinya tengah frustasi menghadapi pacarnya yang sedang pundung. "Terus sekarang gimana, dong?" Tanya lawan bicaranya nampak sedikit acuh karena ia lebih antusias dengan berbagai jajanan cimol yang dibawakan oleh Bara sebelum datang.

Pria itu lantas tertegun sejenak sambil memperhatikan sahabatnya ini dengan lahap memasukan satu persatu cimol ke dalam mulutnya. "Bagi dong, Ra." 

Dara sontak mengulurkan cimol yang berada di dalam pelastik kearah Bara, membuat Bara seketika berbinar sambil meraih plastik cimol itu sambil melanjutkan sesi curhatnya.  "Gue tuh sebenernya cuma pengen didengerin aja sih, bukan di kasih kritik ini itu toh gue niatnya cuma mau cerita aja." 

Mendengar kisah sahabatnya yang cukup mengenaskan ini, Dara ikut menghela nafas berat dan langsung paham apa yang diinginkan oleh Bara. "Yaudah kalau gitu ceritanya sama gue aja sini."

"Lo kan temen gue, kalau masih lo anggap," lanjutnya sedikit sarkas.

Pria yang sedari tadi terlihat kusut abis dimarahi oleh pacarnya perihal cerita randomnya itu bernama Bara, Bara Rajendra. Jangan heran kalau nanti tiba-tiba dia dateng sambil bawa cerita-cerita randomnya, cukup diem doang jadi pendengar Bara sudah merasa senang. Sedang gadis yang ia datangi sebagai objek keluh kesahnya merupakan teman, sahabat semasa SMA bernama Fredara Ayasha, panggil Dara aja biar gak ribet. Keduanya dekat dari jaman satu sekolah dengan pertemuan yang sangat tidak sengaja, dipikir Bara waktu itu Dara cuma cewek yang  asik untuk diisengin, tapi akhirnya ia juga tidak pernah menyangka akan dekat sampai sejauh ini. 

Kenapa tidak pacaran layaknya anak muda jaman sekarang? Sudah ikuti saja dulu alur kisahnya jangan kemana-mana.

"Wajar pundung si cewek lo dikasih cerita horor jam satu malem," Gadis itu menggeram gemas pada pria yang sedari tadi melanjutkan sesi curhatnya tentang hantu. Jika sudah begini Bara hanya bisa menghela nafasnya pasrah entah harus berbuat apa jika sahabatnya pun ikut geram akan ceritanya. 

"Ih kenapa lo ikutan kesel?" 

Drrrtt....

Obrolannya terpotong ketika salah satu ponsel yang tergeletak diatas meja bergetar, membuat keduanya langsung menoleh untuk mengecek ponsel siapa dan siapa yang memanggilnya.

"Gafian, Bar, bentar." Dara meraih ponselnya sambil berlalu menuju halaman rumah untuk mengangkat panggilan dari pacarnya itu.

Gafian Gautama, pacar Dara yang sudah berjalan hampir setengah tahun, dipikirnya dulu Gafian adalah cowok paling menyenangkan, ternyata dugaannya salah, ia merupakan cowok paling cuek, paling dingin, plinplan, dan tidak bisa ditebak yang kadang membuat Dara frustasi.

"Ah iya gak apa-apa, kak, Have fun!" Dara segera memutuskan panggilan telfon lalu kembali menghampiri Bara yang setia menunggunya sambil melahap satu persatu jajanan yang tersisa. Seolah peka dengan raut Dara yang berubah pria itu spontan merentangkan kedua tangannya untuk menyambut kedatangan Dara. "Sini sama gue." 

Bukannya menerima dengan baik, gadis itu langsung menggetok kepala sahabatnya dengan bantal. "Gila lo!" 

"Kenapa lagi, lo?" Tanya Bara mengurungkan niatnya untuk memberi pelukan.

Dara mengambil tempat duduk disampingnya sambil menaruh asal ponselnya diatas meja. "Entah, gue punya pacar tapi berasa jomblo."

"Kenapa gak diputusin aja sih? Gak capek lo kaya gini terus sama dia? berapa bulan sih?" 

Mendengar respon dari sahabatnya, Dara semakin pusing. "Tiap gue mau mutusin tuh kerasanya berat banget, lo sama Abel pernah kaya gitu gak sih?" 

Bara sejenak diam seraya berpikir, mengingat-ngingat apakah ia pernah berada di situasi yang sama. "Ah lo kaya gak tau aja, gue sama dia banyakan putus nyambung." Sahutnya setelah mengingat bahwa hubungannya dengan sang pacar lebih tidak jelas karena seringnya putus nyambung.

"Nah terus kenapa lo gak berhenti?" 

"Ya, karena gue sayang." Jawaban yang sangat klise dengan lirih yang sedikit ragu. 

Dara mengubah posisi menjadi bersandar pada sofa, memejamkan matanya kilas lalu menyauti. "Ya sama, gue juga sayang." 

Pria disampingnya ikut menyenderkan kepala pada sofa, menatap plafon yang begitu tinggi dan berwarna putih sesekali memejamkan mata guna menetralkan isi pikirannya yang bercabang.

"Tapi, Ra, kata orang rasa sayang itu bisa hilang seiring berjalannya waktu kalau kita dah gak bareng lagi." Lanjutnya dengan mata terpejam. membuat Dara spontan menoleh kearah Bara seraya mengerutkan jidatnya. "Ngomong dooang mah gampang."

Kisah Yang LucuWhere stories live. Discover now