O5. Dingin

306 46 9
                                    

Hari itu, langit bagai mengerti jutaan gundah dalam hati Yizhuo. Setelah pemberkatan yang diiringi suara deras air menghujani bumi, matahari tidak tampak bahagia menyinari Kota Seoul. Bahkan malam ini terasa begitu dingin bagi si gadis yang hidup di negara tropis.

Yizhuo memasuki apartemen mewah dengan pemandangan hamparan Kota Seoul yang baru pertama kali gadis itu lihat secara langsung. Selama ini Yizhuo sudah merasa kagum dengan apartemen mewah kepemilikan ibunya, tapi melihat permukiman Huang Renjun membuatnya sadar bahwa keluarganya bahkan bukan apa-apa dibandingkan dengan keluarga pemuda itu.

"Kakak tinggal di apartemen sebesar ini sendirian?" tanya Yizhuo mulai nyaman dengan sapaan baru yang ia sematkan sejak hari ini.

Huang Renjun mengerutkan dahi. "Iya. Kenapa?"

"Ah, tidak. Hanya bertanya saja."

Yizhuo menatap Huang Renjun yang telah berlalu menuju dapur. Sebelumnya, pemuda itu mengaku haus, menawarkan minuman pada si gadis namun ditolak karena Yizhuo menyimpan sebotol air di tasnya.

Sebagai seseorang yang terbiasa hidup di dalam kediaman dengan banyak anggota keluarga, Yizhuo mulai merasa khawatir tidak bisa bertahan di rumah itu dalam kesendirian yang harus dia hadapi setiap hari. Walaupun Yizhuo dan ibu mertuanya telah berjanji untuk saling mengunjungi setiap akhir pekan, tapi tetap saja lebih banyak hari yang akan Yizhuo habiskan di apartemen dengan menyendiri.

Mata kucing itu bergulir mengabsen pintu-pintu yang tampak dari tempatnya meluruskan kaki. Apartemen itu punya dua lantai, Yizhuo menemukan dua pintu di lantai atas dan tiga pintu di lantai bawah yang salah satunya adalah kamar mandi. Menerka-nerka ruangan mana di balik pintu tersebut yang akan menjadi tempatnya beristirahat.

"Kakimu sakit?" tanya Renjun mendapati istrinya memijat kaki di sofa ruang tamu.

"Sedikit. Mungkin karena terlalu lama berdiri. Sekarang Aku mengerti mengapa manajerku tidak pernah mengizinkan menggunakan heels tinggi saat konser."

Renjun mengangguk singkat. Merasa tidak enak pada Yizhuo karena telah seharian menjadi pajangan untuk diperkenalkan kepada seluruh kerabat dan rekan bisnis keluarganya. Mulut gadis itu pasti terasa pegal karena terlalu banyak menyunggingkan senyum dan tawa basa-basi.

"Kakak belum ingin tidur? Aku sudah sangat mengantuk." Yizhuo mengucek matanya yang memerah.

"Masih ada beberapa hal yang harus Aku kerjakan. Tidurlah lebih dulu. Kau bisa memilih antara kamar yang itu atau satu kamar lagi yang berada di atas, di sebelah kamarku." Renjun duduk di sebelah Yizhuo.

"Mana yang paling luas diantara keduanya?" tanya Yizhuo mengingat dirinya mungkin saja meletakkan seperangkat peralatan musiknya di kamar.

"Kamar atas. Tapi tak ada kamar mandi dalam. Kau tak keberatan?"

Yizhuo menggeleng. Lantas bergegas mengemasi barang-barangnya. Tidak begitu banyak, hanya sebuah koper dan tas jinjing berukuran sedang. Sebagian barang-barang Yizhuo masih dalam perjalanan menuju Korea Selatan.

"Biar Aku saja yang membawa barang-barangmu ke kamar. Ada baiknya Kau membersihkan dirimu lebih dulu sebelum tidur."

Renjun gerah sendiri melihat wajah Yizhuo yang masih penuh dengan riasan. Belum lagi gaun pendek di balik mantel istrinya yang membuat Renjun bertanya-tanya akan cuaca di negara asal gadis itu. Apakah Singapura sepanas itu sampai Yizhuo punya begitu banyak koleksi pakaian yang menggoda iman?

"Baiklah, terima kasih." Dan Yizhuo tanpa pikir panjang melepas mantelnya.

Renjun tidak pernah tahu dan tidak pernah berusaha mencari tahu kelemahannya sendiri. Namun detik itu juga, Huang Renjun merasa benar-benar lemah hanya dengan melihat punggung mulus Yizhuo yang bahkan tak terekspos begitu banyak. Sebagian dari rambut istrinya masih menutupi keindahan yang berusaha Renjun tampik dengan menutup mata.

"Bagaimana Seoul bisa begitu dingin? Bahkan penghangat ruangan tidak membuatku merasa hangat," gerutu Yizhuo sembari membuka kopernya untuk mencari handuk dan baju ganti.

Renjun rasanya ingin berteriak, Itu karena gaun pendek sialan yang membuatmu kedinginan tapi justru membuatku kepanasan! Tidak, tidak bisa begini. Ini masih hari pertama. Pria Huang itu harus bisa mengendalikan dirinya.

• • •

Huang Renjun tengah membaca novel sambil bersandar pada kepala ranjang saat samar-samar suara ketukan pintu ditangkap oleh indra pendengarannya. Renjun menatap jam dinding di sebelah kiri ranjang. Tepat tujuh malam, apa Yizhuo merasa lapar?

Netra Renjun langsung saja bertemu dengan tatapan polos Yizhuo setelah pintu kamar dibuka terlebih dahulu oleh si pria. Dan hal pertama yang Renjun lakukan adalah menganalisa seluruh kain yang membungkus tubuh ramping itu. Sepasang piyama panjang, aman.

"Boleh Aku minta selimut?"

Renjun mengernyitkan dahi. "Bukankah sudah ada di lemari? Mungkin tak terlihat karena Aku meletakkannya di paling atas."

"Ah, begitu. Aku akan mencarinya. Maaf mengganggu Kakak."

Huang Renjun menutup pintu kamar. Berjalan pelan menuju ranjang sambil melanjutkan kegiatan membacanya yang sempat tertunda oleh kedatangan Yizhuo.

Tok... Tok..., ketukan samar itu lagi.

Renjun mendengkus. Novel yang sedari tadi dipegangnya sudah terletak asal di atas kasur. Satu hal yang perlu diketahui semua orang, Huang Renjun tidak pernah suka diganggu saat membaca.

"Kenapa?" Renjun bertanya ketus setelah membukakan pintu.

"Itu. Selimutnya...."

"Kenapa? Tidak ada?"

Tak menunggu penjelasan lebih lanjut, Renjun langsung saja melangkahkan kaki menuju kamar Yizhuo. Secepat kilat pria Huang itu membuka satu-satunya lemari yang terletak di sudut kamar.

Renjun melemparkan tatapan tajamnya pada Yizhuo. "Kau tidak bisa melihat? Itu selimut yang kau inginkan. Di bagian atas, persis seperti yang Aku katakan."

"Aku sudah melihatnya. Aku hanya ingin meminta bantuan Kakak untuk mengambilnya karena aku sendiri tidak bisa menggapainya." Yizhuo menunduk, berusaha menjelaskan. "Maaf telah mengganggu waktu Kakak."

Tatapan tajam itu sekejap menghilang bersamaan dengan rasa bersalah yang melingkupi hati si pria Huang. Kenapa jadi begini? Dia hanya memberikan tatapan tajam pada Yizhuo dan bahkan tidak membentak gadis itu, tapi kenapa rasanya Renjun ingin menghukum dirinya sendiri?

"Kau masih kedinginan?" Renjun merutuki kebodohannya karena bertanya demikian setelah Yizhuo meminta selimut padanya beberapa menit yang lalu.

"Sedikit. Mungkin hanya belum terbiasa."

Renjun dapat melihat hidung Yizhuo yang memerah sembari gadis itu sibuk menata selimut di atas kasurnya. Apa gadis itu terkena flu?

"Tidurlah," perintah Renjun. "Aku akan membantu merapikan barang-barangmu besok."

Renjun dapat melihat raut kebingungan Yizhuo yang perlahan berganti dengan senyum tipis. Gadis itu mengangguk. Langsung saja berbaring tanpa peduli pada eksistensi Huang Renjun di sana.

Renjun hendak keluar dari kamar hingga kemudian Yizhuo bersuara pelan, "Apa boleh Aku meminta Kakak untuk mematikan lampu?"

Huang Renjun tidak lagi melemparkan kata. Langsung saja mematikan lampu dan keluar dari kamar setelah mendengar sang istri mengatakan terima kasih meski benar-benar pelan sekali.

Saat itu Renjun tidak tahu bahwa sejatinya dia telah jatuh sejatuhnya-jatuhnya pada Ning Yizhuo dan segala sesuatu yang ada pada gadis itu.

Time After TimeWhere stories live. Discover now