1

255 40 3
                                    

Panas matahari terasa menyengat hari ini, lalu lalang orang yang berjalan, asap kendaraan yang menganggu pernafasan dan selebaran yang berterbangan menjadi pemandangan sepanjang pemilik mata biru berlian itu.

Ia mengusap peluh yang menetes di dahinya sembari terus menggenggam plastik berisi botol bekas, dia akan menukarkan semua itu di mesin untuk mendapatkan uang.

"Kamu membawa banyak barang lagi hari ini, Naruto?" Pria yang dipanggil Naruto ini menoleh pada seorang wanita paruh baya, ia tersenyum sopan sembari menundukan sedikit badannya.

"Benar bibi, aku baru saja menyelesaikan siaran ku dan haus, aku tidak menyangka akan kehabisan air minum secepat ini." Jawabnya dengan santai.

"Kemarilah setelah menukarkan botol itu, bibi akan memberimu semangkuk sup."

Naruto mengangguk dan pergi dari sana, sekitar lima menit ia sampai pada mesin penukar botol menjadi uang, Naruto memasukkan semuanya secara bergantian.

Ia telah lulus sekolah menegah atas tahun lalu. Sekarang, Naruto menjajaki karirnya sebagai seorang streamer. Tidak mudah memang baginya untuk sampai pada titik ini, tapi Naruto sangat puas dengan hasil keringatnya sendiri.

Naruto menghitung uang yang telah ia dapatkan, setelah yakin semua barangnya telah ditukar, ia kembali lagi ke rumah bibi An, seorang janda yang tinggal beberapa meter dari rumahnya. Ia sebenarnya tidak terlalu dekat dengan bibi itu, tapi suatu hari Naruto pernah membayar kurangan belanja bibi An dan mulai saat itu, mereka mulai menjadi dekat, ia memperlakukan Naruto selayak anaknya sendiri.

"Bibi," panggil Naruto, ia mendudukkan diri diatas tatami dan melamun sejenak.

Naruto mempunyai keistimewaan yang hanya dirinya tau, ia dapat memprediksi apa yang akan terjadi beberapa menit pada orang yang dia perhatikan. Seperti sebuah potongan kejadian masa depan berputar di kepalanya.

Seperti kali ini, ia melihat bibi An keluar dari dapur sembari membawa mangkok, dan kejadian berputar dalam benaknya. Ia melihat bibi An tersandung kucing peliharaannya yang lewat dan sup itu tumpah kemana-mana.

"Bibi!" Naruto berseru dan segera berdiri sedangkan bibi An menjerit tertahan ketika kakinya menginjak makhluk berbulu, Naruto dengan sigap menahan badan bibi An tepat waktu hingga kejadian di kepalanya menghilang.

"Ah, kucing nakal," bibi An berseru dan menatap Naruto, "refleksmu masih sebaik dulu Naruto."

Naruto menggeleng pelan.

"Hanya kebetulan Naruto melihatnya, Bibi."

"Bibi rasa, kemampuan mu itu jauh diatas manusia biasa, bukan begitu?" Bibi An berjalan dan meletakkan supnya di meja rendah, ia mempersilakan Naruto untuk mencicipinya.

"Mm, masakan bibi memang yang terbaik." Puji Naruto, sedangkan bibi An hanya tersenyum. Mereka membicarakan pembunuhan yang terjadi beberapa waktu lalu.

"Dia salah satu guruku saat sekolah, ah aku tidak tau jika beliau akan pergi secepat ini." Sesal Naruto, ia menundukkan kepalanya sembari mengaduk supnya dengan ekspresi sedih.

"Tidak perlu bersedih," bibi An menepuk pundak Naruto. "bukankah kita hanya menunggu giliran?"

"Umm?" Naruto mengangkat kedua alisnya dengan mulut penuh makanan, tapi bibi An tidak menghiraukannya tersenyum.

"Makanlah sebelum dingin, setelahnya taruh semua di tempat cuci piring, bibi mau ke pasar." Naruto mengangguk dan bibi An meninggalkannya sendiri, Naruto masih mengunyah makanannya sembari melamun, sebelum telinganya berdenging kencang sekali, seperti benda logam dijatuhkan dekat dengannya.

Naruto tau ini adalah awal musibah, ia memiliki kemampuan khusus untuk mengetahui seseorang dalam bahaya, Naruto sadar bahwa setiap telinganya berdenging, maka orang yang barusan ia temui akan mengalami kejadian buruk.

"Bibi An," Naruto bangun dari duduknya dan segera berlari keluar tanpa sandal. Dengan kaki telanjang ia berlari sekuat tenaga, lalu melihat siluet bibi An yang masih berjalan belum terlalu jauh, Naruto menghembuskan nafas lega.

"Bibi An," panggil Naruto dengan senyum mengembang, dan wanita paruh baya itu menoleh dan menunggu Naruto mengatakan kalimat selanjutnya. Tapi, Naruto segera berjalan mendekati bibi An, itu hanya beberapa langkah saja sebelum tatapan Naruto menjadi kosong, seakan dunianya telah direnggut.

Naruto tidak sadar bahwa bibi An berhenti di tengah trotoar dan mendadak ada mobil yang mengangkut surat dari pos melaju kencang, tabrakan tak dapat dihindari, dan Naruto melihat dengan mata kepala sendiri, bibi An yang hanya beberapa langkah dari jangkauannya, melayang sebelum jatuh tengkurap dengan darah yang menghiasi.

Sang pengendara mobil pun terkejut dan membanting stirnya dengan tajam, membuat truknya terguling kesamping, surat-surat yang ia bawa berhamburan kemana-mana.

Saat satu surat jatuh di kaki telanjang Naruto, ia merasakan dunianya berputar, denging di telinganya berhenti saat itu juga, dan mata biru lautnya hanya bisa menatap dengan hampa tubuh yang tak bergerak itu.

Naruto melangkah ke depan, ia ingin melihat jasad bibi An, setiap langkah, setiap nafas yang dia ambil sangat berat. Sampai Naruto jatuh berlutut melihat bibi An yang sudah menutup matanya, darah di jalanan semakin banyak, dan tangannya terlampau gemetar, apa yang akan dia lakukan?

Samar-samar Naruto mendengar suara gemuruh datang dikepalanya, ia mendengar seseorang meneriakkan ambulance dan polisi, Naruto tidak tau, matanya hanya terpaku ke jasad perempuan ini, ibu keduanya telah berpulang.

"Nak, kamu baik-baik saja?" Naruto merasakan pundaknya dipengang oleh seseorang. Namun, ia tak merasakan kehangatan apapun, saat jemarinya ingin memegang bibi An, matanya memberat dan sekilas ia dapat melihat seseorang dengan pakaian serba hitam ada di depan jasad bibi An sebelum Naruto benar-benar pingsan saat itu.

Naruto tau dimana dia sekarang, mimpi ini selalu berulang. Dimana ia berdiri dan menemukan pemandangan ruang hampa berwarna hitam, hanya ada satu pedang misterius yang berada di sebuah gundukan batu, ia tidak tau apa itu dan Naruto juga sudah menyerah untuk mencari tau, ia pernah ingin mengambilnya. Namun, selalu terlempar oleh sesuatu yang tak kasat mata.

Mata Naruto berputar, ia mencari pintu putih yang akan membawanya bangun dari mimpi ini. Ia akan melangkah sebelum merasakan kaki telanjangnya menginjak sesuatu, Naruto menunduk untuk melihat bahwa itu adalah seutas tali merah.

Ia mengambilnya dan ternyata tali itu sangat panjang, ujung dari tali lain sepertinya terhubung ke sebuah benda, karena saat Naruto akan menariknya, benang merah itu menegang.

Naruto merasa ragu, tapi ini salah satu cara dia kembali, ia mengikuti kemana tali merah itu akan berakhir, matanya selalu awas ke depan, dan samar-samar ia melihat pohon yang sangat besar, seperti beringin tua.

Tali itu mendadak kendur, seperti terputus begitu saja, dan Naruto mengernyitkan dahi, ia mendekati pohon itu dan melihat bahwa di balik pohon itu, bergelantungan manusia-manusia yang digantung lehernya dengan seutas tali merah, ia berusaha mendekat lagi dan tiba-tiba salah satu "manusia" itu terjatuh, hampir menimpa Naruto. Ia terkejut sesaat sebelum berjongkok, ingin melihat manusia yang berbalut gaun putih itu, tapi sebelum tangannya dapat memegang, "manusia" yang tadinya diam itu berbalik dan Naruto dapat melihat bahwa itu adalah bibi An yang berdarah-darah di keningnya sembari berteriak keras.

"Kembalilah!"

Hai, Lun akan coba dengan cerita ini, walaupun jadwal post tidak akan teratur, tapi Lun harap semua pembaca sabar menunggu, Lun akan berusaha semaksimal mungkin.(⁠.⁠ ⁠❛⁠ ⁠ᴗ⁠ ⁠❛⁠.⁠)

24/02/2023

-Lunarica-

GUARDIAN [SASUNARU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang