3. Bertemu

27 0 0
                                    

Raihan

"Han, ayo pacaran aja!"

"Ga dulu."

"Han, pacaran aja ayo."

"Ga mau gue sama cewek rusuh kayak Lo."

"Prom night ntar malem jadi pasangan yok, atau sekalian pacaran aja kita."

"Berisik!"

Random sekali, tiba-tiba suara Bintang memenuhi kepalaku pagi ini. Suaranya yang cempreng, sampai bagaimana ia merecoki ku tiap hari.

Aku langsung duduk, dan menghela nafas. Aku sempat tertidur di sofa setelah bertemu dengan temanku tadi.  Tangan ku bergerak meraih benda pipih yang sejak tadi berbunyi,setelah itu aku mendengar omelan dari seberang sana.

"Lo dimana? Acaranya sejam lagi!"

"Masih di restoran, jemput gue Sat." Sahutku yang di amuk.

"Lo bener-bener ya!"

"Gue ketiduran." Sela ku cepat.

"Tunggu di depan, awas aja kalau sampai gue nunggu." Katanya lalu sambungan kami terputus.
Aku tertawa mendengar nya, Satrya selalu begitu. Emosian.

Hari ini seperti akan sedikit membosankan, mengingat nanti menjadi pembicara di sebuah seminar? Mungkin.

Biar ku beritahu kenapa aku diundang, itu karena aku salah tau orang muda dibawah 30 tahun yang sukses? Entah lah, banyak yang mengatakan seperti itu.

Tidak mau terlalu pusing, aku menuju kamar mandi untuk membasuh muka. Sedikit menyemprotkan parfum, sudah cukup. Karena aku dikaruniai wajah yang tampan, kata ibu Hana.
Kalau kata Bintang dan Jean, mukaku mirip bang Jali yang jualan cilok di depan sekolah.
Oh iya, Jean kemana juga ya?

Aku sedikit kesal jika ingat mereka dengan lantang mengatakan kami mirip saat mampir ke dagangan orang tua itu. Ahh apa kabar beliau sekarang?

Tidak mau berlarut dengan wisata masa lalu, aku bergegas keluar, sebelum kena amuk Satrya.

Sampai disana, suasana sudah ramai. Terlebih lagi ketika aku datang, semua mata tertuju padaku. Dan tidak terlalu memakan waktu, acara dimulai.
Dibuka dengan sambutan dari penyelenggara, dan juga penampilan balet dua gadis yang aku perkirakan anak sekolah dasar, acaranya lumayan menarik.

Mereka lucu, apalagi ketika salah satu dari mereka tiba-tiba panik sanggul nya terurai sampai lupa gerakan. Tapi dengan mudah mereka atasi. Aku cukup terkejut dengan reflek gadis satunya, dia pintar membaca situasi genting.

Melihat mereka aku tiba-tiba teringat Bintang lagi. Dia bilang ingin masuk kelas balet, tapi tidak mendukung karena badannya kaku mirip pohon akasia, itu kataku.
Padahal dia sendiri anggota klub tari, sudah jelas bisa masuk.
Aku menggeleng kepala pelan, kenapa hari ini selalu teringat dengan dia?

Memang setelah dari bertemu pak Suherman dan ibu Hana seminggu yang lalu, aku belum mencoba mencari alamat Bintang. Begitu juga dengan tokonya, karena terlalu sibuk.

Ketika sampai pada giliranku, aku sedikit tidak fokus. Tapi sebisa mungkin tidak mengontrol diri.

Saat ini, di depan. Semuanya berjalan lancar dari awal, tapi tiba-tiba saja semua langsung buyar begitu saja.
Mataku tidak sengaja menangkap sosok yang sebenarnya aku tidak yakin.
Jantungku berdegup kencang mencoba menyangkal, tapi tatapan kami malah bertemu. Waktu terasa berhenti sesaat.

Itu dia... Bintang.

Dia sama sekali sama seperti dulu, hanya tinggi badannya yang berubah.
Dan juga, semakin cantik.

Aku dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang