Abimanyu

59 21 17
                                    

Dalam cerita pewayangan Mahabharata, Abhimanyu memiliki sifat dan perwatakan; halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan pemberani. Mungkin inu menjadi dasar kenapa Ira menyematkan Abhimanyu sebagai nama putranya.

Permasalahnya, Aksara Abhimanyu bukanlah bagian tokoh dari wiracarita mahabharata, ia bukan penerus Yudistira dari klan Pandawa. Satu-satunya kesamaan Aksa dan Abimanyu adalah mereka harus tinggal berdua dengan ibunya.

Bayu Laksana bukan Arjuna dan Ira Maidanti bukan juga Subadra. Ira hanyalah mantan seorang wartawan yang akhirnya terpincut dengan pesona Bayu yang seperti Arjuna. Namun sayangnya, Bayu saat itu sudah memiliki istri lalu diam-diam menjadikan Ira sebagai simpanannya hingga lahirlah Aksa.

Jelas kedua orangtuanya salah, tapi Aksa juga harus turut menanggung dosanya. Sebab sejak saat itu ia sering dipanggil sebagai anak haram dan anak simpanan.

Luka itu masih menganga. Sampai sekarang tak kunjung ia temui obatnya. Terlebih sejak Aksa mulai beranjak dewasa, Bayu sudah jarang pulang ke rumah ini dan terus menjadikan Aksa sebagai rahasia yang harus disimpan rapat. Jangan sampai publik tahu, karena kredibilitas Bayu sebagai politisi jauh lebih penting daripada putranya sendiri.

Aksa adalah aib bagi Bayu. Tapi bagi Aksa, lahir sebagai anak seorang Bayu Laksana tak patut ia banggakan.

**

Pintu kamar diketuk namun Aksa masih enggan beranjak dari tempat tidurnya. Ia bahkan menyumbat gendang telinganya dengan earphone dan menyetel lagu Forgotten milik Linkin Park dengan volume yang keras. Kemudian menarik selimut lalu menutupi seluruh tubuhnya.

Di luar, Ira masih mengetuk pintu namun karena tak kunjung mendapat respon, ia memutuskan membuka pintu kamar dan mendapati Aksa yang dibungkus selimut.

"Sa..." panggil Ira.

Tidak ada jawaban.

"Aksa!" Panggil Ira lagi.

Masih tidak ada jawaban.

"Aksaa!!!" Panggil Ira sekali lagi dengan intonasi yang lebih tinggi, tak lama berselang ia menarik selimut Aksa.

Mau tidak mau Aksa menoleh Ira dan menatapnya enggan lantas melepas earphone-nya.

"Ada Papa di bawah," ujar Ira.

Aksa mendengkus.

Beberapa menit lalu sebelum Ira masuk ke kamarnya, ia sudah mendengar suara mobil Bayu dan mengintip dari balik jendela. Namun cowok berbulu mata lentik tersebut tidak punya alasan kenapa ia harus menyambut ayahnya.

"Terus?"

"Kok terus, Sa? Papa udah hampir sebulan nggak pulang dan respon kamu cuma kayak gini," jawab Ira.

Aksa kemudian bangkit, "Mama tahu kenapa Papa nggak pernah bareng kita?" Aksa menatap wajah Ira lekat. "Itu karena kita bukan prioritas Papa. Kalau kita jiga dijadiin prioritas sama Papa, udah pasti dia sering pulang ke rumah ini."

Kontas hal tersebut membuat Ira tercengang. Kata-kata itu terdengar sederhana namun entah kenapa begitu sakit, seperti luka sembilu, kecil tapi perihnya minta ampun.

Tatapan Ira melembut, ia kemudian menghampiri dan mengelus kepala anaknya. "Sa, Papa punya alasan kenapa dia begitu," terang Ira. "Ya udah kalau kamu nggak mau ketemu Papa, Mama bilang aja kamu capek dan mau tidur, ya?"

Aksa tidak menjawab sampai Ira menyerah dan menutup kembali pintu kamarnya.

Ira berjalan menuju ruang makan dengan langkah gontai. Ia sedikit terhasut dengan ucapan Aksa tadi, tapi diredam sebab Bayu tengah duduk di sana.

EkskulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang