16•Exer Dating

137 66 11
                                    

•𝙋𝙖𝙢𝙞𝙩•
~𝓞𝓬𝓱𝓪𝓷𝓼07~

Sejak semalan Jerome sudah bersemangat merencanakan pagi bersama Namira. Meski niatnya bersantai dan bangun siang hari harus terganggu, tapi karena itu Jerome ia akan memaklumi.

Sejak bersama Jerome, kebahagiaan yang awalnya terasa abu-abu jadi lebih berwarna, dan itu kontras Namira rasakan.

Menyimpul rapi tali sepatunya, Namira menghampiri Jerome yang sudah berdiri tegap bersama senyum secerah mentari pagi ini.

Jerome rasa tak salah memang mengikuti rekomendasi untuk melakukan exer-dating seperti apa yang dibacanya semalam.

Mereka jadi memiliki waktu lebih santai untuk random talk, dari hal yang penting sampai sekedar melucu saja.

Sepuluh ribu langkah pun tak terasa lelahnya, mengitari satu stadion pun selama itu bersama Namira akan semenyenangkan itu.

Setelah membakar kalori, kini waktunya untuk kembali menimbun. Gerobak bubur ayam dekat terparkirnya mobil Jerome, sudah sedari kelilingan ketiga tadi berhasil mencuri perhatian Namira.

Tanpa perlu memperdebatkan tentang bubur yang harus diaduk atau tidak, perbedaan mereka sudah cukup menjadi arti hubungan yang saling melengkapi dan mau mengerti

Bukan tak sadar bahwa sedari tadi banyak yang memperhatikan mereka, terutama Jerome yang keringatnya bercucuran karena posisinya yang menghadap matahari, sedangkan Namira sendiri membelakanginya.

Meyakinkan diri untuk tak perlu cemburu karena Jerome sendiri santai dan menghargai ia disisinya.

Namun beda dengan Jerome yang malah berpikiran untuk mengerjai Namira, melihat gadisnya itu menyembunyikan rasa dibalik sikap tenangnya.

Maka saat seorang gadis yang mengajaknya bercengkrama sambil menunggu kembalian pembayarannya, jelas Jerome tak melewatkan kesempatan.

Sudut matanya tak lepas melirik wajah Namira yang tak secerah tadi, memperhatikan raut wajah gadis itu melihat Jerome tertawa dengan gadis di depannya.

Jerome jadi gemas dan geli sendiri dengan Namira.

Emang boleh ya segemesin itu?

"Seru banget ya sampe ketawa begitu."

"Iya, lucu banget sih."

"Oh, kamu masih mau di sini? Barangkali mau lanjut ngobrol sama dia."

"Kamu kenapa?"

"Gapapa, aku balik duluan ya."

"Aku anterin, Na."

"Gak usah, makasih."

'Mampus gue' Kejahilan yang akhirnya membuat panik sendiri. Namira itu tergolong sabar, sampai ngambek berarti Jerome memang sudah di fase siaga.

Bergegas menuju mobilnya, dering telpon khusus teman-temannya berbunyi. Niat hati ingin mengabaikan namun sampai panggilan ke-tiga telepon bernama kontak 'Adnan' itu belum menyerah menghubunginya.

Terdengar suara dengan nada panik di sebrang sana yang jelas jadi membuat Jerome tak tenang. Adnan memang tidak mengatakan secara gamblang tapi Jerome dapat menyimpulkan bahwa mereka sedang urgent.

Tanpa pikir panjang, Jerome langsung tancap gas menuju lokasi yang sering dikunjungi mereka. Dalam benaknya sudah tak dapat berpikir positif lagi, padahal yang di sebrang sana usai sambungan telepon terputus cekikikan senang.

Tak perlu di arahkan, Jerome sudah berdiri di depan private room langganan ia bersama ke-tiga temannya.

Mulai paham situasi, Jerome tersulut emosi langsung menerjang Adnan yang asik tertawa bersama laki-laki be-hoodie lilac, Tama.

"Sabar, Jer. Santai." Tama menarik mundur Jerome dan membawanya duduk agak jauh dari Adnan yang tak mau ambil pusing akan kemarahan Jerome.

Yeah, Jerome dan tempramen-nya.

"Santai lo bilang?! Gue udah panik mikir kalian kenapa-kenapa dan ternyata cuman lo prank buat ngumpul gini doang?" Terlihat urat leher laki-laki itu mencuat, dan Tama yang di sebelahnya meski bergidik tapi berusaha santai.

"Kita harus kenapa-kenapa dulu ya baru lo mau ngumpul?" Adnan dan kesinisannya, kombinasi yang mantap untuk memancing kekesalan.

"Lagian lo harusnya pinter, Jer. Kalau emang urgent kita di rumah sakit, bukan di sini."

"Gara-gara lo, gue jadi gak bisa nyelesain masalah sama cewek gue." Jerome melempar Adnan dengan kotak rokok milik Tama.

Sedangkan laki-laki di sudut ruangan yang sedari tadi memperhatikan terkekeh sinis. Paham bahwa temannya itu sudah mulai diperbudak cinta.

Derka, laki-laki bertindik itu menjentikkan puntung rokoknya pada asbak yang hampir penuh, laki-laki itu buka suara menunjukkan keberadaannya yang mungkin terabaikan karena perdebatan tadi.

"And what do you think? It's not our business."

𝙋𝙖𝙢𝙞𝙩
~𝓞𝓬𝓱𝓪𝓷𝓼07~

Pamit✓ [TERBIT]Where stories live. Discover now