Bagian 3 : Sang Penyelamat

16 6 3
                                    

Raut wajah Leo berubah masam saat membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh Dimas di group chat ekstrakurikuler Jurnalistik beberapa menit yang lalu. Tugas yang diberikan oleh Rion tempo hari belum juga selesai, kini ada dua berita baru yang harus ia liput.

'Siapa narasumbernya kak?' tanya Leo.

Satu menit.

Dua menit.

Lima menit.

Bahkan sampai akhirnya bel masuk berbunyi, pesan yang ia kirimkan di group chat tidak juga mendapatkan respon. Bubble chat-nya menggantung di ujung percakapan tanpa ada balasan walau semua anggota group sudah membaca pesannya. Sedikit kesal. Ia pun akhirnya memasukkan ponselnya ke dalam saku celana lalu mengeluarkan buku paket dan juga alat tulisnya dari dalam tasnya.

"Kenapa?" tanya Atta yang tanpa ia sadari memperhatikannya sedari tadi.

"Dapet tugas liputan lagi gue." jawab Leo malas.

"Yang kemaren gimana? Udah selesai, kan?" tanya Atta lagi.

"Belom lah. Narasumbernya aja masih buron."

"Lah? Lo udah coba reach out ke sosmednya kan?"

"Udah. dia cuma jawab, oke nanti gue kabarin lagi."

"Lah gak jelas banget. Terus berita yang sekarang narasumbernya siapa? Biar gue bantuin cari lagi." tawar Atta suka rela.

"Masih belum tau gue. Gue tanyain di grup malah dikacangin. Kak Dimas juga bukannya jawab malah di-read doang chat gue."

"Loh kok si Dimas? Bukannya Kak Rion ya, yang biasa ngasih tugas ginian?" Atta yang belum mengerti situasinya seketika naik pitam saat mendengar nama Dimas. Ia memang tak mengenalnya secara personal. Namun sudah dari lama ia menangkap jika senior mereka yang bernama Dimas itu memiliki masalah pribadi bahkan memiliki niat yang tak baik pada Leo. Sering kali membantu Leo untuk mengerjakan tugas liputan bahkan ikut mengekorinya ke ruang ekstrakurikuler jurnalistik membuat Atta sedikit banyak mengetahui drama apa yang terjadi di sana.

Drrttt... Drrttt...

Merasakan ponselnya bergetar, Leo buru-buru mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi pesan di bawah bangku karena Pak Rudi yang pagi ini kebagian mengajar di kelas mereka baru saja masuk dan mulai menuliskan materi pelajaran pagi ini di papan tulis. Matanya melotot tatkala membaca pesan balasan yang dikirimkan oleh Dimas.

'Narasumber Adelio : Alden Chandra kelas 11 IPS-3.'

✬✬✬

"Jadi 68 ribu." ujar Bang Amin yang merupakan penjaga fotokopian langganan murid sekolah SMA Garuda Bangsa sambil menyerahkan kantong plastik berukuran cukup besar pada Leo.

"Ini Bang, uangnya." balas Leo sambil menukar selembar uang seratus ribu dengan kantong plastik dari tangan Bang Amin.

Sambil menunggu kembalian, Leo kembali menatap keadaan sekitar. Sudah lebih dari setengah jam, namun hujan masih juga deras mengguyur kota. Ia berdecak kesal. Seharusnya ia tidak pulang terlambat. Entah untuk keberapa kalinya ia menyesali keputusannya untuk datang ke ruang Jurnalistik setelah bel pulang sekolah tadi. Andai saja ia langsung pulang pastinya ia takkan disuruh untuk membeli bahan-bahan untuk mading oleh Dimas.

Bukan hanya masalah membeli bahan mading yang jumlahnya tidak sedikit dan juga cukup berat ini yang membuatnya kesal, tapi sikap Dimas yang terus-terusan memarahi dan memojokan Leo di ruang jurnalistik tadi membuat mood-nya benar-benar anjlok. Lagian apa salahnya bila Leo ingin mengganti narasumber? Toh ia sudah berusaha berminggu-minggu untuk memburu Alden Chandra, tapi tetap saja hasilnya nihil. Ia juga tak merajuk, Leo hanya sedikit menawar agar diberikan keringanan dalam mengerjakan tugas meliput, tapi kenapa ia dimarahi hingga dikata-katai dengan sebutan goblok oleh Dimas?

[Namseok local Fic] ahavaWhere stories live. Discover now