09 | Sumpah Pemuda & Plushie Ayam

119 36 41
                                    

Aku refleks menyembunyikan wajah—bahkan sampai meringkuk—tepat setelah mengeluh

Ουπς! Αυτή η εικόνα δεν ακολουθεί τους κανόνες περιεχομένου. Για να συνεχίσεις με την δημοσίευση, παρακαλώ αφαίρεσε την ή ανέβασε διαφορετική εικόνα.

Aku refleks menyembunyikan wajah—bahkan sampai meringkuk—tepat setelah mengeluh.

Masalahnya, saat kubilang 'sakit', air wajah Kelvin langsung berubah menjadi berkali lipat lebih serius. Hilang sudah rasa sakitnya entah ke mana. Sekarang aku malu.

"Bentar, kuambil kompres—"

"Enggak, enggak, enggak!" Buru-buru kutarik ujung bajunya sampai dia terjungkal ke lantai. Tanpa bisa kutahan, cengiranku langsung melebar, padahal tepi mataku masih basah.

Kelvin barangkali tidak menyangka kalau aku masih bisa cengar-cengir setelah merengek dramatis. Sekarang ekspresinya bercampur padu antara kaget, heran, dan dongkol.

"Jadi sakit atau enggak?"

Sekarang aku cengengesan. "Udah enggak."

Kelvin menatapku tanpa suara. Diamnya anak ini cukup lama, sampai aku menimbang-nimbang apakah lebih baik memukul wajahnya atau sebaiknya aku kembali meringkuk sampai menjadi bola? Percayalah, sejak SMA—atau bahkan sejak menginjak usia pubertas—tatapan Kelvin bukan lagi sekadar membuatku risi. Terkadang bahkan membuatku salah tingkah.

Maksudku siapa, sih, yang tahan ditatap cowok ganteng seintens ini?

"Serius?"

Aku merenggut guling dan menyembunyikan wajah di sana. Masih malu. "Mm-hm."

Pelan-pelan kudengar Kelvin menghela napas. Sepertinya menyerah.

Aku mengintip dari balik guling. Menyaksikan Kelvin meletakkan sebuah tempat makan, dua gulung besar benang poliester tebal, serta dua hakpen yang besar dan tebal pula di tepi ranjang.

"Ini dari Ibu, ini dari Mbak Lila," katanya sambil menunjuk tempat makan dan seperangkat alat rajut bergantian. "Ada lagi yang bisa bikin kamu merasa mendingan? Selain kompres?"

"Udah cukup, kok," kataku pelan sambil cengar-cengir. "Makasih, Pin."

Kelvin tidak menjawab. Malah fokus ke guling yang kupeluk. Tadinya aku ingin iseng menggodanya dengan, Matanya biasa aja, dong. Guling, 'kan, emang udah kodratnya buat dipeluk.

Namun, saat arah tatapannya berpindah ke dua bantal di bagian kepala kasur dan mengedarkan pandangan ke tiap sudut kamarku yang sepi, aku langsung sadar kalau anak ini sedang melakukan observasi. Bukan cemburu karena aku memeluk guling.

"Kamu enggak punya boneka, ya?" Dia bertanya. "Atau plushie?"

Aku bersumpah kedua mataku sekarang pasti sedang melotot kaget. Tidak kusangka Kelvin bisa membedakan mana boneka, bantal, dan plushie. "Kamu tahu plushie?"

"Kamu meremehkan anak cowok yang lahirnya kejepit di antara dua cewek?"

"Iya sori, deh, yang udah masternya," cibirku tanpa bisa ditahan. "Dulu aku punya banyak boneka. Ada sampai sekotak penuh, tapi sekarang udah enggak ada. Sebagian dikasih ke orang, sebagian lagi dibuang."

Fotocintasis #2: 17 TahunΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα