Jimin mengajaknya ke tepi sungai Han dan membiarkan Ariana menangis sepuasnya di dalam dekapan. Ia hanya mampu mengusap punggung sang kekasih secara lembut. Terisak dan melirih. Membuat Jimin tak kuasa merasakan pedih yang sama.

"Sudahlah, kumohon jangan menangis terus." Jimin mulai membujuk karena tidak tahan mendengar rintihannya. Ia menyeka air mata Ariana. "Air matamu bisa kering kalau kau terus menangis seperti ini."

Ariana tidak peduli ia kembali terisak dan melesatkan diri ke dalam pelukan Jimin.

Semilir angin menambah suasana malam semakin sendu membuat Ariana semakin tenggelam di dalam pelukan. Ia menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada tempat paling nyaman di dunia ini selain berada dalam dekapan Jimin dan itu membuatnya menjadi tenang.

"Menurutmu berapa lama kita bisa menghabiskan waktu seperti ini?" Pertanyaan Ariana mampu mengalihkan suasana.

"Sejak kau memutuskan untuk meraih semua mimpimu," pungkas Jimin sampai Ariana membisu menatapnya. Jimin mengusap surai Ariana dan menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga yang beberapa kali tertiup angin. "Beberapa hari yang lalu aku melihatmu bersamanya. Kalian berdua duduk dengan santai di tepi sungai ini. Jujur saja, saat itu aku merasa cemburu," ujarnya mengingat momen kebersamaan Ariana dan Tae Yong tempo hari. "Hari ini aku juga menyaksikan bagaimana dirimu mengobati lukanya dan itu membuatku sangat cemburu," tuturnya lagi.

Ariana kian membisu mendengarnya. Jimin menggenggam salah satu tangan Ariana. "Aku merasa kau begitu perhatian padanya. Apakah kau menyukainya?"

Ariana tidak bisa menjawabnya.

"Apakah salah jika aku merasa cemburu?" ucap Jimin lagi.

Ariana terkesiap, hatinya menjadi pedih ketika melihat tatapan nanar dari Jeong Jimin. Ia berpaling untuk menyembunyikan air mata kesedihannya.

"Maafkan aku, Ari." Jimin menyentuh pundaknya.

Ariana menoleh. "Jim, tidak seharusnya kau mengatakan semua itu. Kau tidak berhak cemburu karena kita sudah putus," ucapnya uang kemudian berdiri hendak pergi.

Jimin terperangah. "Aku ingin menarik kembali ucapanku. Aku tidak ingin putus denganmu. Aku ingin selalu bersamamu, Ari."

Jimin berdiri di hadapan dan merangkum wajah Ariana. Menyentuhnya dengan saksama, menatapi kedua mata yang sembab penuh dengan air mata.

"Aku tidak ingin berpisah denganmu." Ia melirih menempelkan keningnya pada kening Ariana. Wanita itu semakin bersedih. Ia kembali menyadari satu hal bahwa dirinya tidak cukup pantas untuk seorang pria baik serta pengertian seperti Jimin.

"Sekarang aku mengerti, Jim. Mengapa kau memutuskanku."

Jimin menatap nanar pada Ariana.

"Ayah benar. Sampai di sinilah nilai diriku. Aku tidak pantas menjadi apa yang kuinginkan. Aku juga tidak pantas untukmu." Ariana menjauhkan rangkulan tangan Jimin secara perlahan.

"Ari, apa maksudmu?" Jimin terpaku di hadapan.

"Sekarang aku bisa merelakanmu. Aku tahu di mana letak kesalahanku selama ini. Aku egois, keras kepala, persis seperti apa yang ayah bilang padaku. Aku tidak pantas."

"Ari." Jimin mendekat, menyeka air mata yang menetes beberapa kali di kedua pipi Ariana.

"Mengapa kau bicara seperti ini?" Jimin menjadi sedih.

"Maafkan aku, Jeong. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak pantas untukmu." Ariana berlinang air mata.

"Tidak. Kau jangan bicara seperti ini!" Jimin memeluknya dengan erat.

LDRNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ