Membunuh atau Dibunuh

Magsimula sa umpisa
                                    

Friedrich mengetuk beberapa kali tanah di antara kedua kakinya menggunakan tongkat miliknya. Dan setelah tujuh kali ujung tongkat kayu itu membentur tanah, sebuah lubang yang mengeluarkan cahaya putih terang pun muncul.

Raga dan Rucita yang berdiri tidak jauh dari lubang portal tersebut, menyipitkan matanya. Menahan silau yang menyorot tajam ke arah indra pengelihatan mereka.

"Citra, antar mereka pulang." titah Friedrich yang dijawab anggukan kepala dari Guru Konseling yang berada di samping kiri Dustin.

"Percayakan pada kami, Aiden pasti akan menyusul kalian keluar. Biar kami yang akan mencari Anak Keras Kepala itu." seloroh Chester yang tampak geram mengingat betapa nakalnya salah satu murid tingkat akhirnya tersebut.

©Rainsy™

Trangg!!!

Dentingan suara dari beradunya cakar panjang milik Kuntilanak Merah dengan keris yang sedari tadi Arthur bawa sebagai senjata, berhasil menahan serangan yang Kuntilanak Merah tujukan pada Ernest dan Helga.

"Nest! Cepat bawa Helga pergi! Lindungi dia!" intruksi Arthur membuat Ernest yang sempat terperangah karena syok mendapat serangan secara tiba-tiba itu, seketika langsung mengangguk. Dan dengan segera menyeret Helga untuk berlari bersamanya.

Melihat incarannya dibawa kabur, Makhluk gaib peliharaan Rakta itu pun mengejar. Namun usahanya berhasil dicegah oleh Baron yang menjerat kaki makhluk itu dengan tumbuhan rambat yang dijadikannya tali.

"Mau ke mana lo? Lawan gue dulu!" tantang Preman bongsor itu, dengan sekuat tenaga berusaha menahan sosok dedemit tersebut yang hendak kembali melayang terbang.

Tak ingin kehilangan kesempatan emas guna menghabisi sosok yang merupakan wujud asli dari Hira tersebut, Arthur segera menghunuskan keris yang digenggamnya pada punggung Kuntilanak Merah. Namun tinggal beberapa inci lagi senjata tajam itu berhasil tertancap, secara mendadak, Kuntilanak Merah itu justru menghilang dari pandangan mereka. Membuat Arthur dan Baron jadi kelabakan mencari keberadaannya.

"Ngilang ke mana dia?" Baron bertanya setelah menyapu keadaan di sekitar menggunakan indra pengelihatannya. Dan Arthur hanya menjawabnya dengan mengangkat kedua bahu tanda tak tahu.

Beberapa detik lenyap dari pandangan, tiba-tiba Kuntilanak Merah itu muncul kembali, melayang tepat di atas kepala Arthur. Dylan yang melihat hal itu langsung mendelik, kemudian berseru, "Arthur! Awas, di atas lo!"

Paham akan inti dari seruan peringatan yang Dylan lontarkan, dengan mata terpejam Arthur refleks menghunuskan kerisnya ke arah atas.

JLEBB

Benda tajam yang dipungut Arthur saat masih di dalam gedung tua itu berhasil menembus bagian perut dari sosok astral yang coba menyelakainya. Namun, alih-alih terluka dan kesakitan karena tusukan keris, Kuntilanak merah itu justru memamerkan senyum mengerikannya. Disusul dengan tawa renyahnya yang begitu nyaring menggelegar.

Hihihi ..., hihihihi ....

Saking kuatnya suara cekikikan itu terdengar, Dylan, Baron dan Arthur sampai harus menutup sepasang telinga mereka yang berdengung.

Di tengah sakitnya siksaan yang mendera panca rungu mereka, Dylan CS semakin dibuat syok ketika Kuntilanak Merah lain, tiba-tiba saja bermunculan di balik pohon pinus, di balik semak, di atas pohon, dan beberapa lagi hadir di sekitar mereka.

"Apa-apaan ini? Kenapa Kuntilanaknya jadi banyak gini?" Baron dibuat panik. Mengetahui bahwa lawannya, ternyata memiliki jurus seribu bayangan yang serupa dengan Naruto.

Tak ingin ambil pusing, Arthur pun berusaha menepis jauh-jauh rasa takutnya yang kini di kelilingi oleh puluhan Kuntilanak dengan wujud serupa.

"Gue bakal habisi kalian semua! Ciaattt ...!!!" Dengan gerakan membabi buta, Arthur mengayunkan kerisnya ke sana-kemari. Menyayat sosok astral di hadapannya satu persatu yang justru berubah menjadi kepulan asap hitam saat badan mereka menyentuh ujung keris tersebut.

Supranatural High School [ End ]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon