tentang 05:20

499 75 14
                                    

“Periode fajar di pagi hari adalah yang paling damai dan tenang. Ketenangan menjadi kemewahan di zaman kita tidak boleh dilewatkan.”

- Robin Sharma, penulis buku 5 AM -

🌻🌻🌻

Januari 2023 genap sepekan menyapaku. Tidak ada yang lebih membuatku merasa bersyukur selain aku masih diberikan kesempatan berada di sini dan menikmati momen ini. Rasa syukur atas hal ini adalah hal yang sangat jarang aku renungi sebelumnya. Aku cenderung baru bisa merasa bersyukur saat aku merasakan hal luar biasa menurut standar kebanyakan orang. Dengan ikut menetapkan standar itu, aku jadi jarang merasa bersyukur. Maka, kilas balik tahun-tahunku yang sebelumnya, terutama 2022 (yang sejauh ini aku nobatkan sebagai tahun terberat dalam hidup), sering membuatku merasa kesulitan (oh, maksudnya sering aku buat terasa sulit).

2022 memberikanku banyak sentimen. Aku mudah merasa marah, kesal, terganggu, dan di banyak di beberapa hari yang terlewati ... aku merasa kosong. Hidup di usia 20-an yang orang bilang sebagai masa paling bergairah dalam hidup, terasa biasa saja untukku. Banyak hari-hari yang berlalu begitu saja, seperti hidup didesain hanya untuk bangun, bekerja, tidur, lalu bangun kembali.

2022 memberikanku banyak wajah datar--atau ekspresi kepura-puraan. Bahkan, saat dadaku bergemuruh atas emosi yang hampir meledak, aku hanya diam. Aku tidak pernah memberikan ruang untuk diriku benar-benar bercerita. Waktu itu, aku selalu beranggapan bahwa, Tidak ada siapa pun yang mampu memahamimu, maka diam adalah cara terbaik saat kamu merasakan sesuatu.

Dan diamku sama sekali tidak berbuah emas. Benar bahwa kita tidak bisa menggantungkan harapan kepada orang lain. Aku tidak bisa memaksa orang lain selalu melebarkan telinga untuk menampung keluh kesahku. Aku juga tidak tidak bisa mengharapkan mereka selalu ada. Tapi, membuat diriku didengarkan ... ternyata tidak sulit. Aku masih punya Allah. Dan, aku masih punya diriku sendiri. Aku masih punya diriku yang selama 23 tahun hidup jarang diajak berdialog. Entah karena aku selalu merasa itu hal yang sia-sia atau itu bentuk penyangkalan bahwa aku tidak benar baik-baik saja.

Tapi, aku tahu kalau aku bermasalah. Dan aku sadar kalau aku belum berdamai. Terhadap apa pun. Sebanyak apa pun buku pengembangan diri yang aku baca, ibadah yang aku jalani, percakapan yang menginspirasi, aku masih di sini ... sebab aku belum benar-benar menerima bahwa ada bagian dari diriku yang perlu dibasuh. Aku menolak mengiakan kalau aku butuh bantuan.

Dan waktu-waktu ajaib itu terjadi. Tepat saat usiaku genap 23 tahun, November 2022 lalu, aku memiliki banyak waktu untuk merenung. Aku selalu tidur dini hari. Di malam yang hening dan panjang itu, aku banyak berdialog dengan diri sendiri. Lalu, Allah menghadiahiku seorang teman yang bersahaja. Ada dua belas ribu kilometer dan enam jam perbedaan waktu di antara kita, tapi setiap percakapan selalu membuat hariku terasa lengkap. Aku jadi lebih jujur dengan bercerita (bahkan hal yang sangat sepele!), dan cerita-cerita yang diutrakan itu bekerja. Itu membuatku menjadi lebih peduli dengan apa yang aku rasakan dan mudah memvalidasinya. Sepekan terakhir 2022, di pekan-pekan cuti kerja, aku benar-benar memanjakan diriku dengan banyak tidur, istirahat, membaca buku, makan makanan yang aku suka, dan tentu saja berdialog dengan diriku sendiri.

Maka, kusambut 2023 dengan sukacita. Aku tidak membuat resolusi apa-apa. Aku sedikit melonggarkan diriku yang ketat dengan rencana dan selalu khawatir akan masa depan. Aku mencoba untuk lebih bersahaja: bersyukur dengan setiap momen yang kujalani dan fokus pada masa ini. Maka, sepekan pertama di 2023-ku terasa sempurna. Aku bisa tersenyum saat membuka mata di pagi hari, menatap hujan, makan pecel ayam di pinggir jalan, melihat warna langit yang cerah, atau memperhatikan lalu-lalang orang di jalan.

Mungkin terlalu pongah kalau aku bilang bahwa 2023 akan menjadi tahun terbaikku (ini baru sepekan pertama di tahun ini!). Tapi, aku percaya bahwa kekuatan pikiran bisa menggerakkan hal-hal baik dalam diri. Dan aku mau merekam hal-hal yang (semoga) baik itu di sini. Setiap pagi, pukul lima lebih dua puluh, aku akan berkontemplasi di sini. Kenapa 5:20? Aku belum pernah mencobanya secara rutin, tetapi kata Robin Sharma, penulis buku 5 AM, itu adalah waktu kontemplasi terbaik untuk refleksi diri.

Tulisanku di sini mungkin terasa lebih personal. Tapi, semoga, ada beberapa bagian yang membuatmu merasa, "Aku juga merasa begini. Ternyata, aku tidak sendirian."

Mari kita lakukan perjalanan ini bersama-sama. 🌻

05:20Where stories live. Discover now