🔹 01 - Yoga dan Warung Bang Asim

Comenzar desde el principio
                                    

Terakhir kali Bagas menaruh uang seratus dua lembar dan jatuh entah ke mana, alhasil tamparan mamaknya membuat pipi pemuda itu merona merah dengan gambar cap lima jari. Mamaknya menyebutnya sebagai pukulan Pancasila.

"Bang, bang, tunggu bentar. Gua cari uang dulu."

"Mau copet kau?"

"Sementang muka gua macam copet dikatain mau nyopet," gerutunya.

Asim tertawa renyah, "Hahaha, itu kau sendiri yang bilang."

Bagas menarik napas. Menadahkan tangan lalu membaca doa dalam hati.
"Bismillahirrahmanirrahim, Ya Allah, lancarkan urusan dan mudahkan rezeki hambamu ini, serta lapangkan hati Bang Asim agar memberi hamba keringanan untuk melunasi utang ini ..."

Asim menoleh kepadanya bingung.

"Aamiin ..."

Bagas mengusap tangannya di wajah dengan takzim, sampai-sampai Asim pun takjub melihat sisi alimnya anak itu.

"Gak nyangka aku, bisa religius juga berandal satu ini. Patut diacungi-"

"Woi, kasih uang lu cepat!" teriak Bagas ke seorang pemuda SMA 1 yang memiliki wajah tampan, berpakaian rapi dan rambut yang licin yang baru saja menyeberang. Kacamata hitamnya melorot.

"Diacungi parang iya kau, Gas!" Asim sampai menggeleng-gelengkan kepala.

Anak muda berseragam SMA 1 itu sudah pasti kaget, dia mengambil satu minuman berwarna ungu dari dalam kulkas milik Asim. Bagas menghadang, mukanya seperti satpam belum gajian, pakai acara melipat lengan baju ke atas pundak. Biar jadi jagoan neon.

"Apaan ni bang? Saya gak ngapa-ngapain-"

"Gak usah alesan, kasih uang apa kita berantem nih? " Bagas sudah siap menyeruduk, kebetulan kepalanya berbakat menjadi penyundul profesional. Buktinya sudah dua kali tabrak dengan kepala menghantam aspal dia masih selamat, sehat walafiat.

Asim menepuk jidat, langsung balik ke warung tidak mau tahu. Agak miring memang otaknya si Bagas. Akibat sering ditampar mamaknya kali di rumah.

Kebetulan korbannya itu terlihat tajir, jam di tangannya saja bisa menyentuh angka jutaan, cowok itu menyodorkan selembar uang ke Bagas dengan tampang memberenggut.

"Noh, anggap aja sedekah."

"Sedekah, sedekah. Sedekah bapak lu. Ini malak. Lagian sedekah ngasih seribu, gak ikhlas?"

"Pilih-pilih amat lu jamet. Noh, Bapak gua udah jemput tuh bang, gua aduin lu ya!" ancamnya, Bagas langsung pucat pasi lalu menoleh ke belakang, waktu menoleh lagi ke orang tadi dia sudah melarikan diri secepat kilat.

Bagas menatapi selembar uang itu, hampir saja basah kertas itu gara-gara dia menangis pilu.

"Yo, ngab!" sapa Yoga, teman sekelasnya.

Karena kaget uang di tangan Bagas terlepas dan masuk ke genangan air banjir berlumpur, Bagas mendumel kesal setengah mati.

"Asem, uang gua nyet!" serunya, keduanya sama-sama berjongkok mengambil uang itu.

Para siswa-siswi yang sedang menunggu jemputan di seberang jalan melihat adegan romantis di antara keduanya sambil tertawa geli. Yoga menatap Bagas, Bagas menatap Yoga. Keduanya sama-sama jijik dan mengumpat.

"Muka lu gak bisa bagusan dikit, Gas. Monyet aja lebih ganteng kali."

"Wah bisulan mata gua, Ga. Kek abis ngintipin nenek gayung mandi. Suram bet."

"Eee-anj-"

Yoga dan Bagas sama-sama menarik ujung uang seribu itu sampai koyak setengahnya.
"Lepasin gak."

Yoga melepaskannya, mendongkol.
"Lagian ngapain lu malak uang seribu, niat amat."

"Gua malak ..." kata Bagas terpotong, melanjutkan dengan muka mupeng. "Buat bayar utang, anjim!"

Yoga terbahak, "Eala, di mana-mana orang malak mah biar keliatan jagoan atau paling banter sok-sokan main wilayah kekuasaan. Lah, lu? Malak buat bayar utang, mana cuma dapet serebu ... Kasian gua. Nih, gua tambahin buat lu."

Bagas menarik napas, menatap lagi sekeping logam perak bertuliskan angka 500.
"Udah ngatain ngasihnya lima ratus perak lagi, punya temen kayak setan."

•••

Apa kabar ngab, sis, bro, mamang, mbak, masze, leluhur dkk. Lama gak menyapa

Akhirnya author memutuskan menulis cerita ini, setelah sebelumnya sempat down karena lagi banyak kesibukan, masalah di rl dan kesehatan drop.

Banyak yang menyayangkan kenapa berhenti. Karena itu Desember tahun kemarin author memberanikan diri untuk memberi tahu kalian semua, kedua cerita ZAF/Galaksi 2 gak akan dilanjut. 

Dan setelah mempertimbangkan lama, (1 hari berpikir+3tahun mager) di sini, author mencoba menulis satu cerita. Jangan nebak apa2, apalagi mencoba mencari tahu karena akan ada kemungkinan cerita ini di-unpublish dan author lanjut hiatus.
(Btw kaku amat pake sebutan author owkaowk.)

Gimana menurut kalian tentang Bagas? Gak ada visualnya ya, dia gak setampan bedboi ulala spek geng motor, bermuka dewa yunani, orang terkaya nomor satu di dunia, apalagi mafia berkelas.

Bagas ya Bagas. Mafia Tak Berduid, wajah dipahat pake kremesan rengginang, gak punya CBR motor bebek pun jadi. Bagas gak sedingin si Galaksi, setampan Elang, sekaku Delta, apalagi semanis Zigo.

Seperti biasa, cerita ini mungkin bisa membuat kalian menangis dan tertawa di saat yang bersamaan. Jangan lupa ajak temen2 klian baca buku ini ya, tinggalkan komen, bintang, dan tambah ke daftar bacaan jgn lupa :)

📌Hanya update di waktu luang, untuk harinya coba absen di komen. Asal jangan minta up tiap hari

BagaskaraDonde viven las historias. Descúbrelo ahora