🌹Empat

661 90 36
                                    

Hinata merasakan sakit menyerang beberapa area tubuhnya. Bahkan nyeri terasa pada selangkangannya. Melirik kearah samping kiri tubuhnya. Hinata bisa melihat dada bidang seorang pria yang sudah membuatnya hancur tak bersisa.

Hanya demi untuk berada di sisi putranya, Hinata rela memberikan tubuhnya pada seorang Madara Uchiha seperti pelacur.

"Tidurlah..." bisikan bernada serak itu berasal dari Madara. Pria itu semakin membawa tubuh polos Hinata untuk menempel pada tubuhnya yang juga sama polosnya. Ia merengkuh tubuh Hinata dengan begitu posesif seolah jika ia mengendurkan belitan lengannya sedikit saja maka Hinata akan menghilang dari hadapannya.

"Sampai kapan kau berniat menjadikanku pelacurmu?" pertanyaan tanpa intonasi Hinata mengudara.

"Sampai aku bosan?"

"Kau memang brengsek."

Madara mengindahkan ucapan tajam Hinata dan semakin menyamankan diri dalam posisinya. "Aku sudah menyiapkan formulir pernikahan di atas nakas. Pagi nanti jangan lupa untuk menandatangani formulir itu."

"Apa menjadikanku pelacurmu tidak cukup sampai kau mau repot-repot mengikatku dalam pernikahan?" Hinata memutar posisi tubuhnya menjadi miring hingga kini ia bisa menatap Madara yang ternyata juga sedang menatapnya. "Aku tidak membutuhkan status sebagai istrimu!" sambung Hinata sengit.

"Kau membutuhkan status yang jelas agar bisa bertahan disisiku dan juga Kiyoomi nantinya." Madara berbisik dengan semakin mendekatkan wajahnya. "Tanpa status yang jelas. Kau akan cepat tersingkir tanpa sempat melawan." lanjutnya sembari mencium kelopak mata Hinata.

Hinata menggigit bibir bawahnya. Ia ingin membantah ucapan Madara namun tak bisa. Apa yang di katakan Madara adalah suatu kebenaran. Jika ia ingin bertahan disisi Omi tanpa perlu memikirkan kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi maka dirinya harus memperjelas statusnya.

Madara Uchiha adalah sosok berkuasa yang memiliki segalanya. Tentu saja akan ada banyak orang yang mengincar posisi untuk menjadi pendamping Madara jika tak ada dirinya dan Hinata tidak mau itu terjadi. Ia tidak ingin Omi memanggil wanita lain dengan sebutan Ibu. Hinata tidak ingin Omi tumbuh tanpa kehadirannya.

"Nampaknya kau sudah cukup berpikir." Madara kembali berbisik. Kali ini sebelah tangannya tidak tinggal diam dan memberikan elusan lembut pada punggung telanjang Hinata.

Ia tidak pernah menyangka jika menyentuh kulit telanjang Hinata akan memberikan efek yang berbeda padanya. Saat menyentuh setiap inci dari tubuh Hinata, ia selalu dikuasai perasaan puas yang membuat dahaganya hilang. Madara menyukai sensasi saat kulitnya bergesekan dengan kulit lembut Hinata.

Bahkan hanya dengan menatap wajah Hinata ia seolah tenggelam dalam lautan gairah.

Ia menjadi candu.

"Kau bahkan tidak benar-benar menginginkan Omi untuk dirimu!" Hinata bergumam menusuk.

Madara menatap sepasang iris kecubung Hinata yang tengah menatapnya tajam. "Jangan menilaiku."

"Ini bukan suatu penilaian, melainkan fakta yang dengan mudah bisa aku tangkap." Hinata meyakini ucapannya. Dari sudut pandangnya, Madara hanya ingin memanfaatkan Omi untuk mengikat dan menjadikannya penghangat diatas ranjang.

"Dengar... Aku tidak akan memaksamu untuk merubah penialain terhadap diriku. Lakukan saja sesukamu." Madara menghentikan elusan tangannya pada punggung telanjang Hinata. Ia menjadikan bibir delima Hinata sebagai tujuan berikutnya. Menyentuh dan menekan bibir delima Hinata dengan jemarinya. "Sekarang tidurlah. Aku sudah mengurus segalanya agar besok kita bisa kembali ke kota."

Madara memberikan kecupan lembut pada bibir ranum Hinata sembari membawa tubuh wanita yang sudah melahirkan darah dagingnya itu kembali masuk dalam dekapannya.

LovelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang