Bagian Kedua

148 2 0
                                    

Berkat uang dan koneksi yang dimilikinya, proses adopsi anak lelaki itu berjalan lancar, anak itu keluar dari rumah sakit setelah dua Minggu kemudian, dokumen legal yang diperlukan sedang di proses di kantor catatan sipil, kelak anak itu akan menjadi bagian dari kartu keluarga Samsu.

Samsu yang menjadi wali anak lelaki itu kemudian melakukan perdamaian dengan pelaku yang menabrak keluarga anak itu, dengan pertimbangan bahwa pelaku menunjukkan iktikad baik, seta kejadian itu murni akibat kecelakaan lalu lintas saja tanpa ada unsur kesengajaan atau kelalaian, yang diperkuat oleh hasil investigasi polisi, yang menyimpulkan keadaan gelap tanpa penerangan yang cukup, yang mengakibatkan kecelakaan tragis itu.

Samsu juga memindahkan makam kedua orangtua anak itu ke pemakaman yang layak, setelah sebelumnya oleh pihak yang berwajib dimakamkan di salah satu TPU sekitar, karena dianggap tak memiliki keluarga. Sedangkan Safitri mulai rajin menunggui anak itu di rumah sakit, apalagi dokter memvonis anak itu mengalami amnesia permanen akibat benturan keras di kepalanya, kondisi itu secara tak langsung membuat anak itu lebih mudah menerima Safitri dan Samsu sebagai orang tua barunya, karena memorynya akan fresh bagai bayi baru lahir.

Para dokter dan perawat yang iba dengan nasib anak itu, banyak membantu agar memori sang anak bisa menerima Safitri dan Samsu sebagai orang tua anak itu, setiap mengganti infus atau mengontrol kondisi sang anak, para dokter dan perawat membiasakan menyebut Safitri sebagai ummi di hadapan anak itu, tujuannya untuk menanamkan memori didalam otak anak itu kalau Safitri adalah ibunya, apalagi Safitri begitu tulus merawat anak itu selama mendapatkan perawatan intensif.

Kabar adopsi itu akhirnya sampai ke telinga Hajah Zainab, tentu saja perempuan paruh baya itu tak bisa menerima begitu saja keputusan Samsu, dia berdebat dengan anak tirinya soal latar belakang anak itu, sebagai kaum melayu bangsawan, Hajjah Zainab tak ingin darah keluarga mereka tercampur dengan rakyat jelata, maklum Hajjah Zainab masih memegang teguh prinsip yang dianut orang orang zaman dahulu.

Samsu memberikan tanggapan santai atas sewotnya ibu tirinya itu, Samsu mengatakan kalau darah itu semua berwarna merah, tak ada darah yang berwarna biru, Samsu juga mengatakan kalau alasan lain mengadopsi anak itu adalah sebagai pancingan agar Safitri bisa hamil, namun tatkala Ibu tirinya terus merepet mempermasalahkan soal adopsi, maka Samsu langsung mengeluarkan jurus pamungkasnya.

"Saya ini kepala keluarga, saya penguasa rumah ini, omongan saya adalah titah di rumah ini, apa Ummi tidak setuju dengan ucapan saya ini.." Tanya Samsu dengan suara keras.

Seperti biasa, Perempuan paruh baya itu hanya termangu dan tak bisa berkata apa-apa jika anak tirinya itu sudah bicara seperti itu, Hajjah Zainab mulai melunak, "Bukan Ummi tidak menganggap kamu sebagai kepala rumah tangga, hanya Ummi ingin..." Hajjah Zainab tak meneruskan ucapannya saat melihat sorot mata anak tirinya mulai terlihat menyala-nyala.

"Sampai saat ini, Umi adalah orang tua saya, walau Ummi tak melahirkan saya, namun Ummi selamanya adalah Ibu saya, dan jangan membuat saya melawan dan berdebat dengan suara keras pada Ummi, saya tak ingin terluka karena melawan Ummi, dan Ummi tahu sifat saya seperti apa, keputusan yang telah saya buat tak pernah saya tarik kembali, dan saya tak ingin memulainya sekarang..tolong pahami.." Ujar Samsu tegas. Akhirnya Hajjah Zainab tak lagi memperpanjang soal itu, mau gak mau, walau hatinya tak rela, dia harus menerima anak itu sebagai bagian dari keluarga.


***


Samsu memberi nama baru untuk anak lelaki itu dengan nama Awang Nanda, yang artinya adalah anak lelaki pertama, Walau Awang tak bisa mengingat masa lalunya, namun nalurinya seolah berkata kalau keluarganya ini masih asing baginya, Safitri dengan kasih sayangnya memperlakukan Awang dengan Sabar, tanpa putus asa Safitri terus berupaya mendekati Awang secara emosional, akhirnya anak lelaki yang shock itu bisa menerima cinta dan kasih sayang Safitri.

Lukisan Yang TertundaWhere stories live. Discover now