Sejenak Lilith teringat kejadian ketika sarapan tadi. Jeon memanggilnya 'noona' dengan tatapan dalam, suara lembut, dan usapan pada surainya. Jeon terlihat garang dengan tubuhnya yang kekar, tetapi menjadi seperti adik yang manis ketika panggilan itu terlontar. Hal itu meninggalkan sensasi hangat dalam dada Lilith, membuatnya tersipu kendati saat ini mereka tak saling menatap mata satu sama lain.

Mungkin ini terkesan aneh, tertarik pada pria yang baru dikenalnya. Namun, itu masih lebih baik ketimbang langsung jatuh cinta pada pandangan pertama seperti cerita romansa picisan yang pernah ia baca. Tertarik bukan berarti cinta. Tersipu bukan berarti tumbuh rasa. Di sana Lilith membuang napasnya melalui mulut, lalu berniat untuk pergi dari tempat itu. Rasanya gugup jika ia harus menyapa Jeon untuk saat ini. Maka dari itu, ia berbalik badan, hendak melangkah, tetapi sebuah suara menyeru dari belakang punggungnya.

"Lilith!" Jeon berlari kecil mendekati Lilith. Sementara wanita itu menegang sesaat sebelum akhirnya berbalik badan dan menyambut Jeon dengan senyuman. "Noona mencarik?" tanya Jeon dengan panggilan yang membuat Lilith semakin gugup.

Dari manik Lilith yang mengedar secara tak konsisten jelas menunjukkan kegugupan di sana. Jeon berdiri di hadapannya dengan santai tanpa mengenakan atasan, lalu ia memanggil Lilith dengan panggilan 'noona'. Lilith bahkan tak tahu harus merespon apa sekarang. Namun pada akhirnya ia menyahut pelan, "Hm ..., mungkin?"

"Ada apa?" Jeon bertanya. Ia yakin Lilith menghampirinya karena membutuhkan suatu hal. Tidak mungkin wanita itu datang hanya untuk melihat dirinya workout di sini.

"Aku mengadopsi kucing yang waktu itu." Lilith mengulum bibirnya sejenak sambil mengamati Jeon yang tengah memiringkan kepalanya dengan dahi yang mengernyit. "Ya, kau ingat 'kan? Apa kau keberatan?"

"Tentu tidak. Di mana kucingnya?"

"Di dalam. Tapi sekarang aku perlu bantuanmu untuk membawa beberapa keperluannya dari mobil," kata Lilith sambil menunjuk ke belakang dengan ibu jarinya. Ia merasa agak ragu, terlebih sang lawan bicara menoleh ke arah alat-alat gym di belakangnya sekilas. Jika ditolak, Lilith tidak akan kesal karena ia memang mengganggu aktivitas Jeon saat ini.

Namun, alih-alih menolak dengan halus, pria itu justru tersenyum hangat dan berkata, "Ya, tentu. Ayo kita ke basemen sekarang."

Mendadak senyum Lilith merekah. Mereka berjalan beriringan menuju basemen tempat mobil Lilith berada, lantas mengeluarkan barang-barang keperluan si kucing dan membawanya bersama-sama. Sepanjang langkah jenjang keduanya, banyak pasang mata yang menatap ke arah mereka. Membangun dugaan dalam kepala jika keduanya adalah sepasang suami istri yang baru saja pindah ke sini, berniat menunda kehamilan dan memilih untuk merawat kucing bersama-sama. Sayangnya dugaan semacam itu tidak ada realisasinya dalam kehidupan nyata, Jeon dan Lilith hanyalah dua orang yang baru dipertemukan. Atmosfer di antara mereka masih terasa dingin dan canggung.

Seperti saat ini, ketika keduanya sampai di dalam unit 607, Lilith memanggil Jeon dengan canggung. "Jeon."

Sang pria yang tengah meletakkan barang-barang di dalam gudang pun menoleh. "Iya?"

Lilith menatap pria itu dengan senyum sekaku kanebo kering. Ia benar-benar tidak enak jika harus meminta bantuan lagi. Namun pada akhirnya tetap berkata, "Dia tidak menurut padaku. Bisa kau membantunya keluar dari kandang?" Detik berikutnya, Lilith terkejut dengan aksi Jeon yang langsung membuka kandang si kucing tanpa rasa ragu sama sekali. Ia melotot dan menyeru, "Hati-hati, dia bisa mencakarmu!"

Apa yang dikhawatirkan Lilith tidak terjadi, justru Jeon berhasil membawa kucing itu dalam gendongannya. Dan si kucing pun tidak memberikan perlawanan sama sekali, seperti pasrah dan menikmati belaian dari pria itu. "Good girl," tutur Jeon kepada si kucing.

Want to See My Cat?Where stories live. Discover now