34. U R The Most Comfortable Space of Mine. [Song Bora]

Zacznij od początku
                                    

"Heh, Bora," tiba-tiba Minhee melipat dua lengannya di atas meja dan turut melempariku tatapan geli. "Jujur sama gue. Lo jadian sama si Josh udah dua bulanan, 'kan?"

Firasatku tidak enak. "Iya."

"Jadi lo udah ngapain aja sama dia? Lo tuh sering banget deh ke rumah dia, kalo gue liat-liat. Enggak mungkin lo berdua pegangan tangan doang seharian, 'kan?"

Tuh kan, Minhee mulai lagi.

"Yang Minhee, udah ih," Yeonjoo malah terkikik, "jangan norak."

"Dih, kenapa sih? Gue kepo nih sama sisi liar si Bora. Sediem-diemnya yang pacaran, enggak mungkin lah diem doang kalo lagi berduaan."

Aku meringis pelan. Astaga, pikiran Minhee sepertinya sudah merambah kemana-mana. Padahal, tadi kami hanya pelukan saja, ya.. meski sedikit lebih lama dari biasanya sampai tak lagi kuhitung durasinya. Bahkan punggungku sampai agak pegal setelahnya.

Hari ini, Joshua terlihat lebih berusaha menghiburku dengan berbagai cara; memelukku, membelikan makanan enak, dan mengoleskan salep lagi di luka memarku yang bahkan sudah tidak begitu terasa sakit. Aku serasa punya tempat pertapaan yang nyaman untuk menenangkan diri.

Tapi.. memalukan juga rasanya kalau sampai harus menjelaskan sejauh itu. Itu kan, sangat privasi.

"Itu.. jangan bayangin dia kayak karakter cowok Amerika yang kamu tonton di Netflix series, Hee. Malah mungkin, Joshua itu lebih sopan dari kebanyakan cowok Korea," kujelaskan sebisaku.

Tapi Yang Minhee belum lelah juga menggodaku. "Terus, lo abis ngapain coba, sampe saling sharing aroma parfum gitu? Gue tau dia sopan, tapi dia juga cowok, kali. Gue yakin, lo pasti pernah, sekali aja, dipeluk dari belakang pas lagi beres-beres dapur dia."

Sial. Ingatanku langsung melayang pada kejadian memalukan itu lagi. Duh.

"Imajinasi kamu ya, Hee.." lirih Yeonjoo, "selevel novel. Kan jadi kebayang! Bora kecil gini dipeluk Joshua, pasti tenggelem. Aaah, gemes banget."

Kuhela napas panjang-panjang. Topik ini akan terus berlanjut kalau tidak segera kuhentikan.

"Udah, udah. Ayo, mulai kerjain proyek. Biar dapet A."

☆☆☆

"I'll be happier if you could trust me a bit more."

Bukannya aku sama sekali tidak percaya pada Joshua. Mengapa aku harus tidak mempercayainya? Dia manusia baik yang sulit dibenci. Jelas dia tumbuh dari keluarga baik-baik, dan tentu saja, mapan.

Justru itu yang menjadi jarak pembeda di antara kami dan membuat lidahku kelu untuk melontar kata. Inferiorku naik ke ambang batas. Sebenarnya bukan hanya pada Joshua. Pada Yeonjoo dan Minhee pun, aku tidak bisa cerita apa-apa.

Untunglah, Joshua tetap bersedia memelukku tanpa banyak bertanya. Dia pengertian sekali.

Aku benar-benar beruntung bisa merasakan kebaikan Joshua Hong sebanyak ini. Hanya dengan memikirkan kehadirannya saja, membuatku merasa bisa bertahan melewati dinginnya dunia ini.

Omo, aku baru saja menggombali Joshua meski hanya dalam pikiran. Ketularan siapa ya? Duh.

Refleks kupeluk diri untuk melawan angin dingin malam yang menyambutku dari pintu bus di halte pemberhentianku.

Tidak ada tugas untuk jadwal besok. Perutku juga sudah sangat kenyang setelah ditraktir Yeonjoo. Di rumah nanti, aku tinggal ganti baju, mereview bahan kuliah untuk besok, minum vitamin, bersih-bersih, pakai face mask, lalu tidur.

Ponselku tergetar oleh sebuah chat.

IBaT A - Joshua ♡
sayang, udah sampe rumah? ˃ᴗ˂

I DESERVE UOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz