05

475 102 2
                                    

"biasanya laki laki bernama Yoshida itu akan mengikutimu." [name] melirik temannya dengan wajah lesunya. Dia tak ingin mendengar nama ini untuk sekarang, atau lebih tepatnya seumur hidupnya.

"Biarlah. Aku hanya ingin mp3ku kembali saja." Keduanya berjalan menuju atap dengan bekal di tangan mereka. Temannya memperhatikan [name] yang masih galau setengah mampus, dilihat dari wajahnya yang seperti sudah lelah untuk hidup.

"Dia mengambilnya darimu?" [name] mengangguk dan memutar kenop pintu atap. Atensi mereka tertuju pada Denji yang masih setia dengan alam mimpinya.

"Kukira dia izin sedari tadi." Ucap temannya namun segera ditarik [name] ke acara makan mereka.

Hidung tajam Denji dengan cepat dapat mengenal bau makanan dari dalam kotak yang baru saja dibuka oleh [name]. Matanya terbuka dan tubuhnya bangkit, menatap [name] yang kini duduk di kursi.

Sial, perutnya sudah mulai memberontak sekarang.

"Yo! Kantin masih lenggang jika perutmu sudah memberontak." Ucap [name] setelah mendengar suara perut Denji. Laki laki itu berdiri dan membersihkan celananya, dia bisa terpanggang habis jika terus berada di bawah sinar matahari.

"Tidak. Aku tak bisa pergi sekarang." Jawab Denji memasang wajah cemberutnya. Dia bergabung dengan [name] dan rekannya di tempat teduh.

"Kenapa? Dompetmu kosong hari ini?"

"Itu alasan pertama. Alasan kedua, aku tak bisa pergi dari atap." [name] memiringkan kepalanya. Biasanya Denji akan menyerbu kantin atau vending machine lebih dulu darinya.

Tapi setelah dipikir pikir lagi, akhirnya dia mengerti.

"Kau tak ingin tertangkap basah oleh siswa lain?" Terka [name] dan Denji mengacungkan jempolnya.

"Seratus poin. Jangan beritahu siapa pun aku ada disini." Melihat wajah lesu Denji membuat [name] tak tega. Membayangkan dia terjebak di atap dan melewati jam istirahat pertamanya tanpa makan atau minum.

"Ingin kubelikan sesuatu?" Denji sontak kaget setelah mendengar tawaran [name].

"Benarkah?!"

"Ya. Tapi hanya sesuatu yang murah."

"Kalau begitu satu roti dan minuman." Senyuman di wajah Denji melebar. Memang tak seberapa dari list makanan yang sudah terbayang di kepalanya, tapi setidaknya dia tak akan mati kelaparan di tempat ini.

[name] meletakkan kotak bekalnya dan berlari meninggalkan keduanya di atap.

"Tak biasanya dia akan mentraktir seseorang selain diriku." Denji menoleh pada teman [name] yang masih sibuk memperhatikan pintu menuju atap.

"Itu berarti aku orang yang spesial baginya."

"Ya, kau pernah menghajar preman itu dengan tangan kosong untuknya. Kalian sudah lama mengenal satu sama lain?"

"Tidak, baru baru ini." Tak ada yang melanjutkan pembicaraan setelahnya. Denji bersandar pada dinding di belakangnya sembari melawan amarah dari dalam perutnya.

Dia harap [name] segera datang dan menyelamatkannya. Berbicara soal [name], Denji melirik rekan temannya yang tengah sibuk memakan bekalnya.

"Hey, apa [name] menyukai Yoshida?" Tanya Denji begitu saja.

"Kenapa kau tak tanyakan langsung padanya."

"Aku tak ingin traktiranku diambil lagi olehnya."

"Aku tak tahu. Tapi jika kau menyukai [name], aku tak yakin Yoshida akan tinggal diam." Denji memutar bola matanya bosan.

"Aku tahu itu. Dia selalu mengekorinya kemanapun dan kapanpun meski sudah diusir sekalipun."

Hening menyambut setelahnya. Tak ada yang mengatakan sepataj katapun, baik Denji maupun teman [name]. Langkah kaki akhirnya terdengar mendekat, senyuman mengembang di wajah Denji karena akhirnya penyelamat hidupnya telah tiba.

"Lama sekali, kukira kau akan-... [NAME]?!" Denji segera menatap ke arah [name] dimana kini pipinya sudah memerah. Bukan, bukan karena merona, dia yakin itu adalah bekas tamparan seseorang.

Tangan [name] terulur untuk memberikan roti dan satu kaleng minuman pada Denji. Bukannya menerima makanan dan minumannya, Denji menarik tangan [name] dan memperhatikan kembali pipinya.

Mata [name] sedikit sembab dan memerah. Sudah ia duga...

"Siapa yang melakukannya padamu?!" Ucap Denji tak sabaran dengan menggenggam bahu [name].

"Jangan khawatir, sakitnya sudah mulai menghilang." [name] mengambil kotak bekalnya dan kembali pada sesi makan siangnya.

"Dia menamparmu lagi?" Tanya temannya.

"Ya." [name] membuang pandangnya ke arah lain sementara Denji menatap perempuan itu tak percaya.

Lagi? Lagi?! LAGI?! Jika saja bukan karena krisis dompetnya, sudah dia remukkan kaleng di tangannya.

"Apa yang terjadi disana? Siapa yang menamparmu?" Tanya Denji namun sepertinya [name] tak ingin membahas hal ini. Dia yakin Denji akan menghajar mereka walau dia tak menyuruhnya untuk melakukannya.

"Fokus saja pada makananmu, jam makan siang tak akan berlangsung lama."

***********

Pintu ruangan klub dikunci oleh oleh perempuan bersurai coklat itu. Masih terpikirkan olehnya tentang kata kata [name] setelah jam makan siang.

"Hey."

"WHOAAA!!-..." Dia berbalik tatkala seseorang menepuk bahunya. Dilihatnya Denji yang kini berdiri tepat di hadapannya.

"Kau hampir membuatku pergi ke Rumah Sakit."

"Maaf." Sobat temannya itu hanya menghela nafas panjang.

"Kau datang untuk [name]?" Tanyanya langsung pada inti pembicaraan. Denji tak dapat mengelak untuk sekarang karena dia tak memiliki banyak waktu di sekolah ini.

"Ya. Kau temannya, bukan? Kau pasti tahu apa yang terjadi." Perempuan itu melipat kedua tangannya gusar.

"[name] tak akan memaafkanku jika kau membuat masalah lain."

"Aku hanya ingin tahu siapa yang menamparnya. Aku tak akan menyebarkannya, aku berjanji."

"Hahhh... Aku akan mati di tangannya. Kita bicarakan hal ini di luar."

************

"Jadi, apa yang terjadi?"

"Kau ingin versi singkat atau lengkapnya?"

"Secara singkat, tapi lengkap." Perempuan di sampingnya meneguk habis isi kaleng minuman yang dibelinya. Setidaknya dia juga mendapat minuman gratis untuk kedua kalinya hari ini.

"Dia mantan kekasih [name], Takeda Ryo. Kekasih Ryo melakukan bunuh diri karena dia menganggap Ryo lebih memilih [name] daripada dirinya. Jadi dia menyalahkan [name] karena hal itu. Tamat."

Dia memperhatikan tangan Denji yang terllihat geram ingin menghancurkan segala yang ada di tangannya. Alhasil dia mengulurkan kaleng kosongnya.

"Jika kau ingin menghancurkan sesuatu, hancurkan saja kaleng ini dan jangan membuat masalah lain."

"Apa Yoshida tahu tentang hal ini?"

"Aku tak ingat [name] pernah menceritakan hal ini padanya, tapi kemungkinan besar dia sudah mengetahuinya."

***

Just You [Hirofumi Yoshida x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang