02

798 153 3
                                    

Mata Yoshida tak dapat teralihkan dari perempuan yang duduk di sampingnya. Dia sama sekali tak memperhatikan guru yang tengah berdongeng di depan kelas, seolah olah hanya [name] lah hal yang paling penting di dunia ini.

Dia bersyukur dapat duduk di samping perempuan yang berhasil mencuri perhatiannya.

Di sisi lain, [name] merasa diperhatikan sekarang ini. Bukan hanya dari Yoshida, tapi dari hampir seluruh siswi yang ada di belakangnya.

Suasana kelas menjadi lebih suram di barisan belakang dengan bisikan maut yang mulai terdengar.

'pakai pelet apa dia sampai Yoshida-san menatapnya sedari tadi?...'

'gawat, dia sepertinya memiliki kontrak dengan iblis cinta untuk mendapatkan perhatian Yoshida-san...'

'bisa bisanya dia ditatap oleh Yoshida selama itu. Kita juga ingin...'

"[Surname]-san, bisa kau bacakan paragraf ke-7?"

"H-huh? Oh, baik." [name] berdiri dengan mengangkat bukunya. Gawat, dia lupa sampai mana guru tadi menerangkan.

Melihat wajah panik [name], Yoshida berdehem pelan, membuat barisan belakang berteriak kecil kegirangan.

"Banyak sekali…" sambung Yoshida dengan menatap malas bukunya.

"Bukan kau, Hirofumi-san." [name] membaca setiap kata di halaman tersebut dan mendapati dua kata yang sama seperti yang diucapkan Yoshida. Dia melirik Yoshida yang tengah tersenyum padanya.

"[Surname]-san?"

"Baik... 'Banyak sekali yang ditinggalkan oleh para…'." [name] membaca kata demi kata sesuai dengan arahan guru.

Ia dapat bernafas lega setelah guru memintanya untuk kembali duduk. Dia melirik Yoshida yang tengah bertopang dagu memperhatikannya.

Bau bau dia akan diekori lagi setelah ini. Tapi terima kasih pada Yoshida dia bisa terlepas dari masalah tadi.

************

Kembali dengan rutinitas [name] yang akan pergi ke atap setiap jam istirahat tiba. Jangan lupa Yoshida yang setia mengikuti [name] kemana pun dan kapan pun.

"Bisa kau berhenti mengikutiku?" Tanya [name] berbalik menghadap Yoshida, mereka kini berada di depan pintu menuju atap.

"Mana ucapan terima kasih untukku?" Jawab Yoshida singkat menampilkan senyuman khasnya. Dia terlihat senang melihat wajah jengkel [name] sekarang.

[name] pasrah untuk sekarang, lagipula dia tak tahu bagaimana nasib dirinya tanpa bantuan Yoshida tadi.

"Terima kasih." Ucapnya pelan. Yoshida berjalan mendekat dan membukakan pintu untuk [name].

"Lady's first…" ucapnya dengan membungkuk layaknya seorang gentleman. [name] tak habis pikir dengan laki laki ini sekarang.

"Masih banyak tempat yang bisa kau datangi di sekolah ini. Jadi lebih baik kau pergi, meninggalkanku dengan urusanku sendiri." Jawabnya berjalan menuju atap disusul dengan Yoshida di belakangnya.

Kini berduanya sibuk dengan urusan masing masing, [name] termenung dengan menikmati hembusan angin dan Yoshida yang duduk di sampingnya sembari mengagumi perempuan yang berhasil merebut hatinya.

"Kau membenciku?" Tanya Yoshida membuka percakapan.

"Tidak. Aku tak benci padamu." Meski [name] masih menggantung kalimatnya, lihat siapa yang sudah merasa terbang ke angkasa sekarang.

"Benci adalah sebuah perasaan, yang berarti aku tak memiliki perasaan padamu." Lanjut [name].

"Aku tahu kau akan mengatakannya, tapi perasaanku tak akan berubah." [name] menghela nafas, ini berarti sudah ke-8 kalinya dia menolak laki laki ini, tapi tak ada perubahan apa pun dari Yoshida.

"Kenapa kau masih saja mengikutiku? Bukankah aku sudah menolakmu beberapa kali?" Tanya [name].

"Hmm… Entahlah, kau unik." [name] tak ingin lagi melanjutkan percakapan ini. Dia memfokuskan pandangannya pada anak anak yang tengah berjalan di bawah mereka.

Ada yang berjalan dengan teman, kekasih, bahkan sendirian pun ada. Ada yang berlarian kesana kemari dan tertawa, dan ada yang kabur dari bendahara kelas.

"Aku tahu kafe yang memiliki makanan enak di sekitar sini. Jika kau ingin ikut berkencan denganku, aku akan mentraktirmu disana." [name] melirik Yoshida sekilas. Jika soal makanan dia oke oke saja, tapi kata kencan disana sangat mengganggu.

"Ajak saja perempuan lain." Jawab [name] menahan hasratnya untuk menerima tawaran makanan gratis. Tapi bukan Yoshida namanya jika dia menyerah begitu saja.

"Aku tak akan mengikutimu di setiap jam istirahat besok. Bagaimana?" Tumben sekali. Tapi tadi itu adalah apa yang [name] tunggu dari jauh jauh hari.

"Hanya untuk sebentar saja. Tapi aku tak akan pernah menganggap ini kencan." Yoshida senang mendengarnya. Dia mengulurkan tangannya, menunggu [name] untuk menyetujui acara kencan buta mereka.

Karena ini adalah sebuah tawaran yang menarik baginya ditambah dia akan mendapat makanan gratis, [name] membalas jabat tangan Yoshida.

"Pegang kata katamu." Tegas [name].

"Tentu, kita akan pergi setelah pulang sekolah nanti."

"Hm? Kenapa harus hari ini?"

"Besok aku tak akan memiliki waktu luang. Jadi aku ingin melakukannya hari ini denganmu."

"Kita bisa pergi di hari lain, kan?"

"Lebih cepat, lebih baik. Ngomong ngomong, terima kasih atas kontraknya." Yoshida berjalan pergi dengan senyuman yang tak dapat lepas di wajahnya.

Rasanya ingin melayang saja sampai ke Kahyangan tapi dia tak ingin meninggalkan [name] sendiri di sini. Bisa bisa dia diincar laki laki lain.

Laki laki blonde yang lewat di depannya contohnya. Yoshida berhenti saat Denji berjalan menuju atap.

"Jangan ganggu singa yang sedang berada di sana." Pesan Yoshida pada Denji yang sekarang berbalik dengan wajah bingung.

"Hah? Singa? Sekolah ini memiliki hewan peliharaan singa?" Ya sudahlah, lagipula Denji tak akan-

"Hei, [name]! Aku sudah menyelesaikan tugasku!" Segera Yoshida kembali berjalan ke atap dan mendapati [name] yang memberi beberapa lembar uang pada Denji.

Setelah mengucapkan terima kasih, Denji melangkah pergi dengan senyuman lebar.

Senang karena dia dapat mencium bau uang lagi di hari ini. Dia berpapasan dengan Yoshida dan memasang wajah judesnya.

"Kau berbohong, tak ada singa disini." Ucap Denji dan berjalan pergi kemudian pandangan [name] bertemu dengan Yoshida.

"Oh, kau kembali lagi?" Tanyanya.

"Hanya memastikan laki laki itu tak melakukan apa pun padamu."

"Apa maksudmu? Denji hanya membantuku tadi."

"Kau harus mengeluarkan uang untuknya, kenapa tak memintaku saja?"

"Denji menawariku tadi pagi."

"Untuk?"

"Menghajar berandalan sekolah. Lagipula kau tak akan mempunyai waktu untuk menghajar mereka jika kau sibuk mengikutiku, kan?"

***

Just You [Hirofumi Yoshida x Reader]Where stories live. Discover now