9. Susu Strawberry untuk Bocil

Start from the beginning
                                    

Membuang napas pelan, Gala tersenyum lega. Rasanya hampir tidak percaya jika Riri sudah kembali. Bahkan ini semua seperti mimpi yang beberapa kali kerap datang ke tidurnya. Namun, kali ini memang nyata. Ia bertemu dengan Riri dan itu bukanlah sebuah mimpi. Ini adalah kenyataan.

"Akhirnya hari ini gue bisa ketemu bahkan ngobrol berdua sama lo bocil," ucapnya sambil menggerakkan tangan untuk melingkari angka di sana.

Gala tampak berpikir sejenak. "Tapi kayaknya angka-angka ini udah nggak berguna lagi. Gue kan udah ketemu Riri sebelum hari ke 1000, artinya gue nggak boleh move on. Gue harus berjuang dapetin bocil lagi."

Satu sudut bibir Gala terangkat, membentuk senyuman miring khas cowok itu. "Nggak semua hal harus gue dapetin. Kecuali lo. Harus."

Detik berikutnya, dengan penuh semangat Gala melepas semua kertas-kertas yang menempel di dinding kamarnya yang berisi deretan angka itu lalu menyobeknya menjadi bagian-bagian kecil.

"AAARRGGHH!!! GUE--"

Teriakan Gala terhenti seketika saat ekor matanya tidak sengaja menangkap bayangan seseorang yang berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini.

Gala menjatuhkan asal kertas-kertas di dalam genggaman tangannya. Kedua matanya kini tampak melebar sempurna. Tanpa disangka-sangka seseorang yang tiba-tiba muncul dari arah balkon kamarnya dengan wajah cengengesan seperti tanpa dosa itu ternyata sahabatnya sendiri.

"Ngapain lo di sini?!" tanya Gala shock.

Sementara itu, cowok yang kini berdiri di hadapan Gala, hanya menggaruk tengkuknya dengan wajah bodoh. "Anu, Gal. Gue...gue numpang tidur di sini ya malem ini. Bokap gue pulang. Gue nggak mau ketemu sama dia."

Gala memejamkan mata sejenak dengan tangan mengepal kuat untuk menahan emosi di dalam dirinya yang hampir meledak. "Jadi sejak tadi lo ada di balkon kamar gue?! Berarti lo denger dan lihat semua yang gue lakuin?!"

"Hehe..." Ilham kembali menggaruk tengkuknya sambil tersenyum takut-takut. Bagaimana tidak takut? Kini Gala menatapnya bak seorang monster kelaparan yang siap menerkamnya kapan saja. "Iya Gal, tadi gue lihat lo lompat-lompat di atas kasur sambil teriak-teriak. Gue cuma lihatin dari balkon soalnya nggak berani nyamperin lo. Takut ganggu hehe..."

Detik itu juga rasanya Gala ingin menelan Ilham hidup-hidup. Mau ditaruh mana harga dirinya jika ulah bodohnya tadi dilihat oleh orang lain? Apalagi yang melihatnya adalah Ilham.

"AARRGGHHH!!!"

***

"Jaket siapa nih? Buluk banget."

Riri merebut jaket yang Danis ambil asal dari atas tempat tidurnya lalu menyembunyikannya di balik badannya yang terlihat mungil jika berhadapan dengan Danis yang badannya berpostur tinggi.

"Ih! Bang Danis kenapa tiba-tiba masuk ke kamar Riri sih?!"

Danis, cowok dengan baju rumahan, kaos abu-abu polos dengan celana pendek hitam selutut itu melipat tangannya. Cowok itu menatap Riri tanpa merasa bersalah sedikitpun. "Lo aja yang banyak ngelamun. Gue udah panggil dan ketuk pintu kamar lo berkali-kali tapi nggak ada jawaban. Ya udah gue masuk aja. Pintunya juga nggak lo kunci."

"Ngelamunin apa sih?" tanya Danis karena Riri hanya menatapnya dalam diam dengan wajah cemberut seperti menahan rasa kesal.

Tidak menjawab, Riri justru mendorong tubuh Danis ke arah pintu dengan sekuat tenaga. "Bang Danis ganggu tau nggak?! Sana keluar! Riri itu mau cari inspirasi buat nulis! Jangan ganggu!"

"Lo belum jawab pertanyaan gue tadi! Itu jaket buluk siapa?! Lo nggak punya jaket kayak gitu!"

"Itu jaket--"

BUCINABLE 2 ; More Than Home Where stories live. Discover now