Semua hal yang tak lagi sama

32 12 0
                                    

Destine mengetuk ketukkan jarinya ke meja sambil memperhatikan gerak gerik semua orang disana. Nova dan Reynald saling berbisik, lalu terdiam lagi. Sementara Novia menghentikan tawanya setelah sepersekian menit yang lalu terkikik pelan.

"Kenapa sih? Ada yang.. gue nggak tau ya?" Pertanyaan Destine terlontar begitu saja dengan polosnya.

"Nggak.. nggak ada Des. Iya Van? Hehe." Ucap Novia sedikit mencurigakan.

Alih alih ikut bergabung dalam urusan obrolan yang 'ia juga tidak tau apa itu', Sabrina memilih diam, masih menunduk mengamati ponselnya.

"Nah, Sindhu nongol juga. Lama banget lo Ndu." Ucap Novia.

Sindhu menggeser satu kursi di meja seberang karena tidak tersisa kursi lagi disana, lalu duduk di sebelah Sabrina.

"Eh Ndu, kenalin. Lo pasti belum ketemu kan? Ini Destine. Anak baru yang dari Divisi sebelah."

"Oh, iya. Sindhu." Ucapnya sambil mengulurkan tangan.

Destine tersenyum sopan dan menjabatnya. "Destine."

"Kalau.. mas Sindhu sih gue udah tau. Sering denger soalnya." Tukas Destine.

"Oh ya? Apa tuh kalau boleh tau?" Novan yang tidak bisa tidak penasaran jika menyangkut Sindhu.

"Iya. Sering banget diomongin. Kan mas Sindhu paling ganteng se gedung A. Siapa yang nggak tau dia coba?" Kekeh Destine, lalu tiba tiba membungkam mulutnya sendiri karena sadar baru saja melakukan kesalahan.

Kalimat Destine barusan tentu saja segera membuat riuh tawa orang-orang di meja itu. Begitu juga Sabrina yang terlihat tertawa sambil mengelus punggung temannya itu. Wajah Destine merah padam karena malu.

"Kocak ini anak. Polosnya nyenengin." Ucap Novia.

"Kalau gue ganteng nggak?" Ucap Novan.

"Halah Van. Masih aje." Novia menoyor kepala Novan, namun lelaki itu berhasil menghindar.

"Udah Des nggak apa apa. Polos lo itu karakter tau. Jadi tim kita ini semakin berwarna iya nggak?" Novia menimpali.

"Ada yang pesen teh manis hangat nggak?"

Lalu Sabrina dan Sindhu mengangkat tangannya bersamaan.

"Buat kamu duluan aja." Ucap Sindhu, lalu menggeser gelasnya ke dekat Sabrina.

"Kamu?" Bisik Novia ke Novan dan Reynald.

"Itu tadi yang kita omongin kemarin." Novan menimpali, lalu dibalas 'oh' panjang oleh Novia.

Destine juga tidak kalah tercekat melihat adegan barusan. Gadis itu hanya melotot ke arah Sabrina seolah meminta penjelasan namun gadis itu justru memasang ekspresi tidak paham.

"Ehm, oke. Kita udah berenam nih ya. Besok, satu tim bakal ke Surabaya meeting evaluasi.

"Lah nggak jadi Bogor mbak?" Potong Reynald.

"Nggak. Jadinya di Surabaya permintaan pak Aufan karena menyesuaikan input kantor cabang disana."

"Sekarang kan ada Destine nih, jadi kemungkinan urusan input dan proses data bisa di Destine dan Sabrina. Ada yang perlu diomongin atau ditanyain nggak? Persiapannya gimana?" Lanjut Novia.

"Jadi gue bakal fokus ke pelaksanaan sama kinerja ya mbak?"

"Bener. Sindhu, lo jagain ini anak berdua ya. Sabrina sama Destine jadi 'anak' lo sekarang. Gue fokus ke anak anak gue yang tengil ini." Jelas Novia, tentu saja sambil melirik Reynald dan Novan.

"Dih, ogah punya emak kaya elo, mbak. Beringas." Kekeh Novan yang disambut tawa yang lainnya.

"Ada yang mau ditanyain nggak? Destine mungkin?"

Ruang Nostalgi(l)a Where stories live. Discover now