10. Alat Kontrasepsi

521 155 15
                                    

10. Alat Kontrasepsi

Bagi Hara, hari Minggu adalah waktu bersama diri sendiri. Biasanya ia mengisinya dengan berolahraga, jalan-jalan, atau justru berdiam diri seharian di kamar sembari menonton drama Korea kesukaannya. Karena menurutnya, diri sendirilah yang paling bertanggung jawab atas suasana hati dan pikiran kita.

Seperti di Minggu menjelang siang ini, Hara baru saja selesai joging di gedung olahraga dekat SJ Shoes. Ia berencana untuk maraton drama Korea bergenre action mystery yang membuatnya sangat penasaran. Namun karena ingat jika persediaan camilan di kulkas habis, Hara memutuskan mampir ke supermarket.

"Mama mau nitip apa?" tanya Hara kepada Mama di seberang telepon sana. Beliau menghubunginya saat ia baru masuk supermarket.

"Mama mau buah, dong, Sayang."

"Oke." Hara mendorong trolinya menuju rak yang menyimpan berbagai macam buah segar. Ia meraih satu bungkus stroberi dan memeriksa kondisinya. "Stroberi?"

"Bukan."

"Bukan?" Hara menaruh kembali buah itu ke rak. "Apa, dong? Mama pengen apa?"

"Itu loh, Sayang, yang di Instagram. Yang semalam Mama kasih lihat."

Hara mengerutkan kening, mencoba mengingat. "Mama kasih lihat banyak buah, loh. Mana Hara ingat?"

"Ih kamu mah." Mama menggerutu dan Hara tertawa kecil. "Yang kecil-kecil itu, Sayang. Kayak bubur mutiara."

Hara menerawang. "Ah, delima?"

"Nah, itu!" Hara kembali tertawa ketika Mama berseru. "Mama ngiler pengen itu dari semalam."

Hara menggelengkan kepala. "Oke, nanti aku cariin. Ada lagi, Nyonya?"

"Nggak. Itu aja, Nem."

"Nem?"

"Inem."

Hara merengut. "Mama."

Mama tertawa di seberang sana. "Udah, itu aja. Mama tunggu di rumah, Sayang. Hati-hati di jalan."

"Siap, Nyonya."

Hara kembali mengantongi ponsel dan earphone ke saku jersey setelah panggilan terputus. Ia mulai teliti mencari buah yang diinginkan Mama. Dan untungnya, masih ada sisa satu buah delima yang kondisinya cukup bagus. Namun saat melihat buah lain yang juga tengah terkenal belakangan ini, Hara juga mengambilnya. Hara yakin Mama akan senang menerimanya.

Di antara empat orang anggota keluarganya, memang Mama yang sangat hobi dengan buah. Buah jenis apa pun mulai dari buah lokal maupun impor, tekstur keras atau lembek, manis atau asam, Mama selalu suka. Bahkan Hara saja kalah dengan kemampuan lidah Mama mengecap rasa asam. Mama selalu mengikuti perkembangan berita buah yang sedang viral. Beliau sampai bergabung ke dalam klub pencinta buah. Pokoknya, secinta itu Mama dengan buah.

Itulah kenapa sejak kecil Hara dan Mas Erja sudah diajari untuk cinta buah juga. Setiap mereka makan bersama entah pagi, siang, atau malam, buah tidak pernah ketinggalan di meja makan. Bahkan bekal sekolah pun selalu ditambahi potongan buah. Hanya tetap saja, mereka tak bisa menandingi Mama dalam mencintai jenis makanan satu itu.

Selesai memilih beberapa camilan seperti keripik pisang, biskuit, dan es krim, Hara lanjut ke kasir. Antrean pagi ini cukup panjang dan kebanyakan mungkin adalah orang-orang yang baru saja selesai berolahraga di GOR seperti Hara. Jadi Hara menunggu dengan sabar.

"Sial."

Hara yang sedang memainkan ponsel sembari menunggu giliran, spontan mendongak begitu mendengar suara itu. Seorang pria dengan jaket bomber merah di depannya baru saja mengumpat. Kening Hara berkerut saat orang itu meletakkan keranjang begitu saja di lantai, sebelum pergi ke arah rak. Mungkin ada barang yang kelewat belum diambil.

A Cup of Coffee (END)Where stories live. Discover now