"Sialan! Pencuri mana yang berani merampok rumahku!?"

Ia sangat yakin, siapa lagi kalau bukan pencuri.

Yoongi segera masuk kedalam rumah, dan menemukan dua orang bertopeng hitam menyeramkan baru saja keluar dari kamarnya.

Ia ingin menyerang dua pencuri itu, sayangnya, Yoongi kalah cepat. Satu peluru telah berhasil menembus dadanya.
Tubuhnya ambruk. Kesadarannya hilang.

"Bagus."
Ucap salah satu pencuri pada temannya yang telah menembak Yoongi.

"Tapi, bagaimana jika ada orang yang mendengar tembakan ku?"

"Tak perlu khawatir. Rumahnya jauh dari siapapun. Tak akan ada yang mendengar."







'Ahhh'
Jungkook mendesah kecil karena kepalanya yang tiba-tiba terasa pening saat menaiki tangga.

Tak disangka, ada Taehyung disana, dan datang mengapit pinggang Jungkook.
Tangan Jungkook bergerak menepis tangan Taehyung.
Dan mengatakan, "Jangan berlagak baik!"

Rahang Taehyung mengeras. Niat ingin membantunya ditolak dengan kasar.
"Kau berani membentakku?", tanyanya pelan, namun dingin, penuh penekanan.

Tak disangka, justru Jungkook berani menatap nyalang kedua matanya.

Panas. Itu yang Taehyung rasakan di dadanya.
Matanya merah berkilat emosi.
Beberapa detik kemudian, ibunya muncul.

"Apa-apaan ini?
Apa yang kau lakukan Jungkook? Kau tak pantas berani bersikap seperti itu!", bentak ibu Nancy.

Kali ini, giliran Jungkook menatap geram ibu Nancy.
Emosi sudah menggunung kepalanya.

"Oh! Sekarang kau berani menatapku seperti itu juga?
Dengar, anak tiri! Jangan berani kau bermacam-macam denganku, jika kau tak ingin kehilangan suamimu, dan juga nyawamu sendiri!!"

Jungkook terhenyak mendengarnya.
Bagaimana mungkin sekarang dirinya yang baru saja kehilangan calon bayi dan ayahnya, harus bisa bertahan sendirian di rumah ini menghadapi dua monster yang siap melenyapkannya kapanpun.

"Kalian manusia jahat! Aku menyesal telah memberi kalian kesempatan! Aku menyesal untuk seumur hidupku!", emosi Jungkook keluar bersamaan air mata yang berderai.

Brug.

Ibu Nancy mendorong Jungkook hingga punggungnya membentur tembok dengan cukup keras.
"Kurang ajar!"

Tangan kanannya terangkat ingin menampar Jungkook. Tapi aksinya harus tiba-tiba terhenti, sebelum sukses menampar pipi Jungkook, dering telpon rumah berbunyi, mengagetkan mereka semua.

"Arghh! Telpon sialan!", kesal ibu Nancy.

Sedangkan Jungkook langsung lari pergi ke kamarnya.
Dan tak kuasa menahan isak tangis.

"Hhiks.
Ayah.. ibu.. aku harus bagaimana..?
Kenapa kalian harus pergi meninggalkanku sendiri disini?
Aku..."

Tok tok tok

Pintu kamarnya perlahan terbuka. Dan terdengar suara salah satu pembantunya.
"Ini bibi, non.. bibi bawain susu buat, non.."

Jungkook segera menghapus air matanya.
"Masuk." Sahut Jungkook.

Dilihatnya sang pembantu membawakan nya segelas susu dengan tersenyum hangat nan tulus. Membuat Jungkook merasa nyaman.

"Bibi Park tau saja jika aku sedang memerlukan susu. Terimakasih." ucapnya yang menjadi ceria.

Setelah memberikan susu tersebut, tangan bibi Park tergerak menggengam lembut tangan Jungkook. Dan ia bilang, "Yang sabar, ya, non.. Bibi yakin non Jungkook orang yang kuat dan tabah. Tuhan dan ayah-ibu non pasti menjaga non dari atas sana.."

 Haat en Liefde -VK- (END)Where stories live. Discover now