00

26 3 1
                                    


"Woi, Vin! Lo bolos lagi? Udahlah ke kelas aja, mau lo tidur kek, ngapain kek terserah lo yang penting absen!" Langkah Kevin terhenti mendengar teriakan itu. Kevin membalikkan tubuhnya, memandang lelaki di depannya dengan lolipop coklat di dalam mulutnya.

"Berisik lo bangsat." Sewot Kevin kepada Dimas. Satu satunya orang yang berani menempelinya.

Sebagai siswa bermasalah di SMAN 2 XX dia tergolong murid yang tampan dan cerdas. Banyak yang tak menyukainya karena tampilan dan kelakuan urakannya. Meski begitu Kevin tak mau ambil pusing, nyatanya dia bisa hidup tanpa teman.

"Bisa nggak sih lo nurut sekali aja sama gue? Lo tuh udah kelas 12, bentar lagi ujian-"

"Nggak usah sok akrab, lo kalau mau masuk ya masuk aja. Nggak usah bacot."

Skak mat.

Dimas bungkam dibuatnya, memang sejak awal ini adalah kesalahannya. Kevin tak membantah saat Dimas menganggapnya teman tapi kini Dimas terlalu mencampuri urusan Kevin padahal Dimas tau itu adalah hal yang paling dibenci lelaki itu.

Dimas hanya berani menatap punggung Kevin yang semakin menjauh tanpa berkata apapun lagi.

Tujuan Kevin kali ini adalah taman belakang sekolah, taman yang indah dan nyaman, taman yang hanya didatangi Kevin. Meski indah taman ini memiliki aura lembab dan seram karena mengarah langsung dengan pabrik tua peninggalan Belanda yang terbengkalai.

"Kamu bolos ya?"

Baru sepersekian detik Kevin memejamkan matanya ia kembali diganggu dengan suara seseorang. Sial, Kevin melirik siapa yang berani duduk di sampingnya tanpa ijin. Siapa perempuan itu? Kevin tak pernah melihat dia sebelumnya.

"Ada urusannya sama lo?" Mata Kevin memicing melihat perempuan itu tersenyum.

"Tadinya sih tidak, tapi sekarang ada."

"Apaan--"

"Tidak baik bolos terus. Mau se-cerdas apapun kamu, pisau yang tajam jika tidak terus diasah juga akan kehilangan kemampuannya." Kalimat itu menjadi penutup diantara keduanya sebelum Kevin berdecak dan menoleh untuk memandang perempuan itu lebih lama. Tapi saat dirinya menoleh, perempuan itu sudah tidak di sana lagi. Kevin mengedarkan pandangannya dan melihat perempuan itu sudah berjalan jauh- hendak masuk ke lorong.

Secepat itu? Padahal dia baru saja ceramah di sampingnya.

Kemudian Kevin berdiri, lelaki itu sudah tidak mood lagi untuk membolos. Apakah sinar ini surga?

Kevin terkekeh, merasa jika dirinya baru saja tercerahkan. Jadi Kevin memilih masuk ke kelas walaupun telat setengah jam.

"Nggak jadi bolos, Vin?" Dimas bertanya dengan hati-hati, takut jika dirinya salah bicara lagi.

Kevin tersenyum, membuat Dimas berhenti bernafas sejenak. "Nggak."

Dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas baru kali ini Dimas melihat Kevin senyam- senyum seperti orang bodoh.

"Tiba-tiba? Kenapa?" Dimas duduk menghadap Kevin, bertanya dengan mata berbinar. Pertama kali dalam sejarah, si berandal Kevin hanya bolos kurang dari satu hari.

"Kepo."

Dimas hendak melayangkan protes tapi keduluan Pak Yoko yang masuk meminta perhatian. Kelas yang tadinya hening kini tambah senyap saat seseorang mengekor di belakang guru bahasa inggris itu. Wajahnya yang menawan dan cara berjalannya yang begitu elegan.

"Harap tenang..!" Pak Yoko berseru. "Berhubung Bu Ani selaku wali kelas kalian ijin cuti untuk melahirkan, Bu guru ini yang akan menggantikan posisi Bu Ani sementara. Bu Rani juga mengampu mata pelajaran matematika. Mungkin hanya ini yang bisa saya sampaikan, jika ada yang ingin ditanyakan boleh saja yang penting sopan. Mari bu, saya permisi." Pamit Pak Yoko setelahnya.

Setelah kepergian Pak Yoko kelas menjadi gaduh, banyak pertanyaan yang dilempar para murid, terutama siswa yang terkagum-kagum melihat ciptaan tuhan yang sedang berdiri di depan mereka.

Seindah itu.

"Bisa tolong satu-satu?" Guru itu angkat bicara. Suaranya tegas namun merdu membuat seisi kelas terdiam merinding dan takjub disaat bersamaan.

"Nama ibu siapa?" Tanya salah satunya.

"Boleh saya memperkenalkan diri dulu?" Tanya sang guru. "Pertama, nama saya Dania Maharani, kalian bisa memanggil saya Bu Dania atau apapun terserah kalian. Kedua, umur saya dua puluh dua tahun. Alamat saya di xxx. Dan saya hanya menjadi wali kelas kalian selama Bu Ani cuti. Apakah masih ada pertanyaan?"

"Buset, masih muda udah jadi guru? Gilaa."

"Ibu cantik kayak model gini kenapa jadi guru?"

"Statusnya, bu?"

Dania tertarik dengan pertanyaan yang dilontarkan salah seorang siswa. "Siapa namamu?" Tunjuknya.

Siswa yang ditanya Dania gelagapan, gugup. "Saya Farhan, bu." Dania mengangguk.

"Kenapa saya milih jadi guru ya? Em.. ya suka aja." Ucapnya sambil tersenyum. Membuat Farhan seketika nge-blank.

"Ada lagi?" Dania mengedarkan pandangannya dan berhenti di bangku pojok kanan. Dania tersenyum ke arah sana. Matanya beradu pandang dengan mata Kevin. Lelaki itu hanya memandang guru barunya dengan raut datar.

Niatnya yang ingin membuat guru itu malu harus terhempas jauh-jauh saat dirinya tau bahwa ternyata Dania tidak tersenyum dengannya melainkan dengan... Dimas?

"Ada yang ingin ditanyakan, Dimas?"

Dimas yang ditanyai hanya tersenyum kemudian menggeleng. "Nggak ada mbak- eh maksudnya bu."

Dania kembali mengangguk. "Baiklah kalau begitu, sampai disini dulu perkenalannya, gunakan waktu istirahat dengan bijak. Silahkan untuk beristirahat, saya ijin pamit."

Setelah kepergian Dania kelas menjadi gaduh se gaduh gaduhnya. Semua siswa berbondong-bondong mendatangi Dimas. Bagaimana bisa Dimas kenal dengan wanita seperti guru mereka?

Sungguh sesuatu yang membuat iri!

"Eh Dim, lo kenal sama Bu Dani dimana?"

"Kok dia bisa kenal lo, sih?"

"Kalian ada hubungan apa?"

Dimas diberondong dengan serentetan pertanyaan yang membuat kuping Kevin memanas. Tanpa aba-aba dia menggebrak meja hingga mengagetkan semuanya. "Nggak usah bacot disini anjing!!" Bentaknya kemudian.

Benar saja, setelah kevin meledak semuanya langsung bubar, berlari menghindari amukan sang preman sekolah.

"Gue nggak suka sama guru baru itu. Lagaknya sok banget!" Ujar Kevin tanpa sadar.

"Kenapa Vin?" Tanya Dimas.

"Nggak. Lo emang beneran kenal sama dia?"

Fallen AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang