Benang Merah? [Saiki Kusuo]

222 20 2
                                    

"Oh, hujan. Menyebalkan, jadi tambah males berangkat sekolah deh." Ucap seorang pemuda berambut pink dengan kacamata hijaunya, Saiki Kusuo. Bukannya menyiapkan diri, Saiki justru kembali merebahkan diri di kasurnya.

Sadar akan anaknya yang tak kunjung turun dari kamarnya, Kuniharu, ayah Saiki naik menghampiri kamar anak keduanya itu untuk menyuruhnya segera turun dan sarapan dengannya serta istrinya.

"Kusuo, sarapannya dah siap loh! Kok kamu tidak segera– HWAHHH"

"Oi, kau tidak tau apa itu berisik?"

"Ah, maaf– tunggu! Ini bukan waktunya untuk minta maaf! Kusuo, apa yang kau lakukan?! Kenapa tidak segera bersiap sekolah???"

Dengan segala bujukan serta nasihat dari ayahnya, bahkan karena Kuniharu sempat menyerah membujuk putranya, lantas meminta bantuan dari istrinya, serta menggunakan kartu andalan bahwa Saiki akan mendapat jeli kopi dari orangtuanya sepulang sekolah nanti, akhirnya Saiki mau beranjak dari tempat tidurnya.

Tak perlu waktu lama bagi Saiki untuk mempersiapkan dirinya, segera setelah semua beres, ia segera menyelesaikan sarapan paginya dengan orangtuanya. "Kuu, jangan lupa nanti pakai payungnya ya!"

Saat diperjalanan menuju sekolahnya, tak sengaja Nendou dan Kaidou melihat Saiki yang sedang berjalan dibawah rintikan hujan.

"Oh! Bukankah itu sobat?"

"Uwah! Saiki!"

"Muncul juga ini para pengganggu," batin Saiki dengan muka datar khasnya. Seperti biasanya, Saiki mengabaikan mereka, seolah-olah bukan dirinyalah yang mereka sapa. Setelah terabaikan begitu saja, alih-alih sadar diri, Nendou dan Kaidou berlari mengejar Saiki, sembari semakin keras memanggil namanya. Karena tak kuasa mendengar kebisingan dari mereka berdua, terpaksa Saiki berhenti dan menolehkan kepalanya ke belakang, menatap jengah mereka berdua yang tepat berada dibelakangnya.

"Selamat pagi Saiki!"

"Yo! Sobat."

Sapa mereka bersamaan, "iya, halo." Balas Saiki apa adanya, merasa malas meladeni dua pemuda tersebut.

Tak mau buang-buang waktu dengan mereka, segera setelahnya Saiki lantas berbalik dan kembali melanjutkan perjalanannya dengan dua orang berada dibelakangnya, mengikutinya. Sembari terus mengoceh tentang banyak hal yang tak ingin Saiki dengar.

Sesampainya Saiki di sekolah, ia tak melakukan apapun selain mendudukkan dirinya di kursinya. Ia hanya berdiam diri tak sabar menunggu jam pulang untuk segera bertemu dengan jeli kopi yang dijanjikan orangtuanya. Sepersekian detik, Saiki mendengar pembicaraan geng Takahashi yang cukup menarik baginya, lalu memilih untuk diam-diam mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Hah apa? Benang merah?"

"Iya, kalian tau itu kan? Katanya, sebagian orang yang beruntung bisa melihat benang merah yang terjalin di jari kelingkingnya. Benang merah itu adalah pertanda bahwa orang itu jodohnya kelak!"

"Ah yang bener?"

"Iyalah! Benang merah itu terhubung antara dia dan jodohnya, walaupun mereka adalah orang asing atau mereka terpisah jarak yang jauh, benang itu akan selalu mempersatukan mereka dan benang itu hanya bisa dilihat oleh salah satunya."

"Hm.. kenapa di jari kelingking ku tidak ada benang merah ya?"

"Hei, apa tadi aku bilang setiap orang dapat melihatnya?" Kata Takahashi datar, cukup kesal dengan ke bloon an temannya itu.

Sudut bibir Saiki tertarik, diam-diam menertawakan mereka yang masih percaya akan mitos kuno seperti itu.



Husbu × Reader [oneshot]Where stories live. Discover now