06. Preman

352 11 1
                                    

Setelah beberapa hari berlalu, Hulya semakin mengenali sifat dan karakter sang suami. Terkadang dia yang mengendalikan Affandy, itu pun pada saat-saat tertentu saja.

Hari-hari Hulya sama seperti hari sebelumnya, mendapatkan pekerjaan sebagai waiters di salah satu restoran tetangganya. Membuat Hulya menghilangkan pikiran kotor tentang laki-laki itu.

Namun satu hal yang selalu menganggu ketenangannya. Tiffany, perempuan kekasih suaminya itu selalu datang ke restoran dan selalu mengata-ngatai dirinya.

Sama halnya seperti hari ini, Hulya sekarang sudah memasang raut wajah tidak suka kepada kekasih suaminya itu. Tiffany terus saja mencoba membuat keributan dengan dirinya.

"Kalau kamu ke sini cuma mau mengganggu kenyamanan aku. Kamu bisa pulang!"

"Hei, sadar diri sayang. Kamu itu pegawai di sini. Itu pun hanya waiters bukan chef. Jadi gak usah belagu."

"Mau kamu apa sih? Kamu memang gak punya kerjaan ya. Sampai-sampai setiap hari datang ke sini."

"Aku gak punya kerjaan. Helo, aku model. Bahkan udah pernah tampil di luar negeri. Aku rasa dari penampilan ku ini, harusnya kamu udah ngerti."

"Model gak laku?" Hulya menaikkan sebelah alisnya.

"Maksud kamu apa?" tanya Tiffany.

"Buktinya sekarang kamu di sini. Itu artinya kamu jarang di panggil perusahaan."

Tiffany langsung berdiri. "Jaga ucapan kamu. Aku bukan model murahan, makanya perusahaan takut bayar aku. Karena aku terlalu mahal."

"Tapi menjalin hubungan dengan suami orang. Kamu menjadi wanita murahan."

Plak!

Tiffany meradang, ia melepaskan tamparan pada wajah Hulya. Wanita itu kesakitan sambil mengusap wajahnya.

"Hei!"

Seorang pria menghampiri mereka.

"Kamu kalau mau komplain tentang restoran ini datangi saya. Jangan main tangan dengan karyawan saya."

"Mas gak usah ikut campur. Ini urusan saya dengan Hulya."

"Kamu buat keributan di tempat saya. Itu artinya saya bertanggungjawab dengan apa yang terjadi di sini."

"Hulya." Tiffany memandang wanita itu. "Kamu selingkuh sama pria ini?"

"Ha! Kamu apa-apaan sih."

"Ternyata kamu munafik juga ya."

"Aku bukan seperti kamu Tiffany, yang menjalin hubungan sama-"

Hulya menghentikan ucapannya, dia sadar. Saat ini di sekitar mereka ada seorang laki-laki. Dia tidak mungkin membuka aib suaminya sendiri.

Begitu pun dengan Tiffany, ia hampir malu. Namun ia juga bingung, karena Hulya tidak melanjutkan perkataan itu.

"Urusan kita belum selesai."

Tiffany pergi berlalu, jalannya begitu lenggak-lenggok membuat pria pasti berpikiran aneh tentang dirinya.

"Kamu gak apa-apa?"

"Gak apa-apa pak."

"Dia siapa?" tanya Vicky.

"Bukan siapa-siapa. Gak penting."

"Tapi kenapa dia menampar kamu?"

"Permisi, pak. Saya banyak kerjaan."

"Baiklah."

Hulya pergi dengan membawa menu makanan itu. Tanda merah di wajahnya begitu terlihat ketika dia berada di dalam toilet menghadap kearah kaca.

***

Setulus Hati Hulya | [TAMAT]Where stories live. Discover now