Ya, dia kenal nama itu.

Choi Miso.

" Nenek... " Tutur bibirnya, lemah. Dia berdehem dan menolak pintu bilik itu perlahan.

Dan tubuh yang terbaring lemah disitu...

Menyentak hati mungil Heeso.

Heeso perlahan menapak, menghampiri tubuh itu yang sedang lena diulit mimpi.

Ya itu neneknya, dia pasti.

Dan keluhan lahir usai melihat report yang tertampal diheadboard katil.

Lumpuh? Mengapa?

Sejak bila nenek lumpuh? Kerana apa? Sepanjang waktunya di Uruk yang menyebabkan Heeso tidak tahu apa yang terjadi.

Klek!

Pintu yang terbuka, menarik perhatian Heeso yang mengusap lembut lengan si nenek.

Dan pelukan yang diterima, menghadirkan senyuman dibibir Heeso. Dia kenal ini siapa.

" Maksu! "

Ya benar, Ji dan Hea.

" Aigoo Ji Hea! Rindunya! " Teriak Heeso. Ji dan Hea tersenyum manis, lantas memeluk erat kaki Heeso.

Dan terpancul wajah Booji dipintu. Bersama senyuman yang turut mengembang.

" Sihat, Heeso? "

Heeso mengerling wajah bekas abang iparnya sebelum mengangguk kecil.

" Sihat. Mana kak Heena, oppa? "

Terdiam, bahkan Ji dan Hea juga turut tersentak. Lantas pelukan dikaki Heeso sebentar tadi perlahan melonggar.

Mereka kembali ke pelukan si ayah.

Dan mata si kembar yang selama ni manja dan tersenyum manis, kini bertukar tajam. Memandang figura nenek yang masih lena.

" Nenek bunuh mama! " Teriak Hea. Heeso berkerut.

Apa tadi?

Booji pantas memujuk Hea yang perlahan mulai dirasuki amarah. Perlahan menepuk tubuh anaknya, mengendurkan api yang marak.

Heeso masih keliru.

" Oppa, apa Hea cakap ni? "

Booji menggigit bibir bawahnya. Tidak tahu ayat yang perlu dituturkan kepada si adik ipar.

Ayat yang tidak akan menimbulkan rasa terperanjat. Bahkan ayat yang mudah untuk Heeso hadami.

Menghadam yang Heena kini telah tiada.

" Hee--Heena.. "

" Heena apa, oppa? " Soal Heeso lagi. Jelas ingin tahu.

Booji meraup wajahnya. Memandang nenek yang terbaring lesu.

" Heena dah tak ada, Heeso. "

" Huh? "

" Heena dah meninggal. "

" Meninggal? Oppa, tak kelakarlah. "

" Oppa tak bergurau, Heeso. Heena dah tak ada. Terjatuh tangga. " Sayu nada Booji. Heeso kelu.

Bibirnya juga bergetar, tidak menerima apa yang diberitahu kepadanya.

Kakaknya telah tiada?

" A--apa jadi, oppa? Kakak tak ada? Jatuh tangga? "

" Nenek tolak! "

Jeritan yang tak tersangka, lahir daripada bibir Ji. Anak kecil yang lebih banyak mendiamkan diri, mendengus dan menatap tajam ke wajah nenek.

Heeso terbungkam.

" Oppa... Nenek bunuh Heena? "

" Bukan bunuh, Heeso. Nenek-- "

" Nenek tolak mama jatuh tangga!!! " Hea berteriak. Tangan Heeso berubah menggigil.

" Nenek bunuh Heena? Nenek bunuh kakak Heeso? " Kali terakhir, Heeso bertanya. Memandang Booji yang kini juga turut kehilangan kata.

" JAWAB BOOJI! "

" Ya... Heena mati sebab nenek tolak. "

Seakan nyawanya ditarik. Heeso tidak percaya.

Kakaknya telah pergi......

" Ergh... " Suara menyentak mereka. Itu nenek. Wanita pertengahan usia ini sudah pun terjaga. Mengerjap mata melihat sekeliling sebelum wajah Heeso pertama menyapa mata.

" Heeso... Cucu nenek sayang. Bila Heeso sampai? " Lemah nada nenek, cuba dimaniskan sebaik sahaja wajah Heeso menyapa matanya.

Cucu terakhirnya...

Heeso menatap wajah insan yang menjaganya sejak mama dan papa pergi. Insan yang membanting tulang membesarkan mereka. Namun masih tidak menyangkal fakta, Heena mati ditangan wanita ini.

Perlahan mencambahkan satu rasa dihati Heeso...

Perasaan benci.

Dan mata yang sedari tadi menahan, perlahan menitiskan air mata.

Nenek yang lesu dipandang tajam. Lantas bibir mungil itu menuturkan ayat keras.

" Pembunuh. "

-----------------------

" Jaemin, saya mohon awak balik. "

" Balik? Lepas saya bersusah kesini, awak minta saya balik, Marie? "

" Demi kebaikan awak juga, Jaemin. Awak kena pul-- "

" Saya tak nak kehilangan awak lagi, Marie. "

Marie kaku. Menatap mata pengharapan Jaemin. Separuh dirinya mahu ikut Jaemin, lari bersama lelaki ini.

Tapi, Marie tahu risikonya.

Dia jelas tahu apa akan terjadi sekiranya Marie bertindak begitu.

Bahkan Jaemin bakal turut terkena kesannya. Kerana itulah Marie perlu melepaskan. Demi kebaikan bersama.

" Jaemin, sini bahaya. Sangat bahaya. Awak kena fikirkan diri awak. Dan bukan saya, tolonglah. Awak kena pergi-- "

" Pergi bawa luka dihati ke, Marie? "

" Jaemin... "

Jaemin melutut, mendongak memandang wajah gadis yang dicintainya.

Pergi lagi? Tak, Jaemin takkan lakukan. Cukuplah dahulu dia meninggalkan Minju.

Menyiksa Heeso.

Kini hanya Marie tujuannya.

Hanya Marie tempat dia pulang.

" Saya jahat, Jaemin. "

" Jahat? Awak wanita paling baik pernah saya kenal, Marie. "

" Pengganas kat Afrika tu.. yang bunuh kesemua penduduk Afrika tu... Atas arahan keluarga saya, Jaemin. "

" Pe--pengganas? "

" Ya! Afrika tu semua! Keluarga saya yang buat! "

" Tapi kenapa awak larikan diri ke Afrika? "

Soalan Jaemin berjaya memerangkap Marie. Betapa bencinya dia pada kegiatan keluarganya. Marie hanya mahu hidup bebas tanpa penyesalan.

Kerana itulah, Marie lari.

" Saya percaya awak tak sejahat itu, Marie. "

Jaemin, masih dengan kedegilannya. Yang jelas membuatkan Marie kacau.

Dia hanya mahu Jaemin selamat.

Dengan pergi daripada hidupnya.

" Jaemin, saya-- "

" Lelaki mana yang berani masuk kedalam rumah aku, huh? "

Tersentak, mengundang gigilan Marie.

Memandang figura yang kini berdiri tegak, memandang tajam bagai pedang menanti membelah mangsa.

" Pa--papa... "


1437 / pjhWhere stories live. Discover now