Part 3

117 18 8
                                    

"Apa maksudmu tidak akan menginap? Kita sudah bawa barang-barangnya."

Mereka sudah kembali ke apartemen nomor 28 dan membereskan barang masing-masing di tempat tidur. Mereka memang akan menginap disana, ada tepat empat ranjang (dua ranjang tingkat di setiap kamar) tapi ketika A sebelumnya masuk ke lift dan kembali, ia sudah yakin bahwa untuk menginap di tempat ini adalah ide buruk. Ia tidak ingin menempati apartemen itu di siang hari, apalagi di malam hari.

"Aku berubah pikiran," ujar A. "Ibuku menyuruhku mengurus sesuatu di rumah."

Dan tentu saja alasan itu terdengar konyol. B menghentikan tangannya saat A memasukkan baju-bajunya ke dalam tas. Ia mengangkat bungkusan DVD padanya. "Kita nonton film dulu saja ya?"

Maka akhirnya menonton marathon TV show hampir 5 episode dan A sudah melupakan perasaan aneh sebelumnya, sampai B akhirnya menepuk punggungnya di akhir episode ke 12.

"Aku harus memberitahumu," kata B dengan serius. "Tapi kurasa kau tidak akan suka."

A menatapnya, menunggu berita buruk itu.

"Di tempat ini... tidak ada lantai 21."

Lalu ia mengerutkan dahi saat B tertawa. "Ayolah, kau bermain-main saja."

"Maaf aku hanya bercanda," gumam B. "Tapi yang ini benar-benar loh. Sebulan yang lalu aku sempat menginap disini juga bersama adikku. Dan ada hal menakutkan terjadi. Itu-"

"Kalian serius?" mereka berdua berbalik dan melihat D cemberut dengan C yang menengadah dari ponselnya.

"Apa?"

"Bercerita seram di tempat ini?"

"Jadi, kau takut?"

"Aku hanya berkata, kalian seharusnya tidak sompral-"

"Kau memang takut, kan?" goda C, mengangkat alis.

"Hey-"

"Lanjutkan saja, B, aku penasaran. Lagipula, ini waktu yang tepat untuk bercerita."

A melirik ke jendela, langit mulai gelap karena sudah sore dan juga sepertinya akan ada hujan.

"Baiklah kalau begitu," kata B, melihat pada D yang ekspresinya sudah berubah tidak nyaman (mereka tahu diantara mereka berempat yang paling penakut adalah D, anak itu bahkan tidur dengan lampu dinyalakan, duh). "Jadi, hari itu cuma kami berdua, tapi karena akhir pekan, tempat ini lebih ramai dari sekarang dan kami cukup tenang. Kemudian setelah acara bermain game yang cukup menegangkan, adikku ingin turun ke bawah untuk membeli minum. Dia tidak bisa hidup tanpa soda itu. Aku menunggunya sendiri disini, cukup deg-degan. Tapi tidak ada yang terjadi, langit masih cerah.

"Lalu akhirnya adikku datang kembali dan wajahnya pucat. Aku sudah berfirasat sesuatu telah terjadi dan ia tidak mau menceritakannya padaku. Ia bilang lebih baik kita segera pulang dulu ke rumah. Akhirnya kami beres-beres dan pulang, dan dia bercerita. Ketika ia naik ke atas dengan lift, ia mendengar suara seperti seseorang menangis tersedu. Dia naik sendirian. Tidak ada siapapun.

"Tapi ketika ia lihat ke pantulan lift..." Hujan turun, suaranya terdengar di jendela. Gerimis, lalu menjadi deras. "...ada anak kecil berdiri menghadap ke pojokkan di sampingnya, melihat ke arahnya dengan mata merah."

Suara opening acara sitkom itu terdengar lagi untuk membuka episode baru, menyelimuti kesunyian di ruang tengah. A ingat anak kecil yang ia lihat tadi, dan seakan cerita itu alarm yang menyala, perasaan aneh kembali muncul.

"Dan kau masih menyewa apartemen yang hanya sekali-kali ditempati ini," komentar C akhirnya.

"Memangnya kau percaya itu?" tanya D pada C. Lalu berbalik pada B. "Apakah itu memang nyata?"

"Hey, aku hanya ingin meramaikan suasana," kata B. "Jangan kalian anggap serius."

Tapi seramainya suasana itu, mereka menyadari yang sebenarnya. Ada ketukan di pintu apartemen dan mereka semua langsung menoleh ke arah situ. Hujan memukul-mukul jendela tapi ketukan itu terdengar sangat jelas. Mereka saling tatap, ketukan semakin keras.

"...Siapa itu?" tanya D dengan suara kecil.

"Ah, mungkin tukang yang akan membetulkan pipa," B mencoba tersenyum. Ia bangkit dan berjalan ke arah pintu.

"Tadi airnya mengalir dengan lancar, wastafelnya juga," C memberitahu.

B menghela nafas. Ia tetap harus menjawab karena ketukan itu terus berbunyi. Ia membuka kuncinya dan menyentuh kenopnya. B akan memutar kenop itu, ketika ia mengintip ke lubang intip di depannya. Pintu sudah terbuka beberapa senti.

Dan ia membantingnya tutup lagi.

"Kelihatannya tidak ada siapa-siapa."

Keep HidingWhere stories live. Discover now