Part 4

110 17 11
                                    

Dan setelah itu semua ini kelihatan sangat serius.

C dan D terus menerus memborbardir B dengan pertanyaan dan apa yang terjadi (dan B sama sekali tidak menjawab satu pun dari itu, ia hanya kembali duduk dengan wajah pucat dan pandangan tidak mengarah ke apapun membuat semuanya takut), sementara A hanya bisa diam, memperhatikan ke arah pintu depan dan ia bisa melihat sebuah bayangan hitam dari balik sana, seperti menunggu, sementara ketukan itu berhenti.

"Apa maksudmu tidak ada siapa-siapa diluar? Kita semua jelas mendengar ketukan keras." Alis C mengerut.

"Tolong katakan apa yang terjadi, B," mohon D, ia sangat ketakutan. "Aku ingin pulang."

Seakan memperparah keadaan, petir terdengar dari kejauhan. A menutup gorden jendelanya dan dadanya berdegup kencang. "B," ia memanggil dan B menoleh padanya, juga kedua temannya yang lain. "Yang harus kalian tahu adalah sejak sampai di sini, aku terus melihat orang-orang yang seharusnya tidak ada."

"...Apa?" D membelalak.

"Aku sama sekali tidak bisa melihat seumur hidup yang aku ingat, tapi tadi pagi kolam renang, di lantai 20, di jendela-"

"Oke, aku akan katakan," B akhirnya berkata. Tidak seperti dirinya yang selalu tegas, ia mendengar nada suaranya sedikit gemetaran. "Yang sebenarnya."

"Ohya bahwa tempat ini berhantu?" D sarkatis. "Kami sudah tahu bagian itu!"

"Bahwa kalian adalah bagian dari proyekku."

Mereka semua menatap B seakan dia baru mengatakan dunia ini akan kiamat. Konyol. A ingat B memang menyinggung-nyinggung tentang 'proyek' yang dia katakan dan bagaimana B pun selalu bercerita di sekolah, dia punya proyek ini dan proyek itu tapi ia bahkan tidak tahu apa maksudnya itu. Apa sebenarnya proyek itu.

"Aku fotografer, kalian tahu itu. Aku suka memotret kebanyakan pemandangan, gedung dan sebagainya. Dan di grupku, mereka menyuruhku untuk menantang kemampuanku lebih jauh, di tema kompetisi kali ini, 'Potret Supernatural'. Sudah jelas dari nama itu apa yang akan aku persentasikan. Hantu. Dan aku berpikir tempat ini adalah tempat yang cocok untuk itu, tapi jujur aku tidak berani datang sendiri. Dan A bilang ia ingin sekali berenang sebelumnya jadi akhirnya aku mengajak kalian semua ke apartemen kosong ini-"

"Tunggu," A memotong. "Apartemen ini kosong?"

"Yeah, apartemen yang baru kosong-"

"Kau bilang ada penghuninya, sampai lantai 15?"

"Memang ada penghuninya, tapi mereka semua sudah keluar-"

"Kau serius?!" B mengangkat satu alis padanya.

"Iya. Aku serius."

"Tapi orang-orang itu..."

A ingat wanita tua di lift, anak smp, dan cleaning service. Lalu penjaga di lobi dekat kolam renang. Kepalanya berputar.

"Itu artinya kau bisa melihat mereka. Tempat ini sudah kosong sejak tiga hari yang lalu. Investor tempat ini sudah menemukan tempat yang lebih bagus dan jauh lebih laku dibanding disini. Juga lebih aman dari disini. Karena itu semua penghuninya keluar dan pindah ke apartemen yang sudah dibangun satunya lagi. Mereka akan merubuhkannya beberapa hari lagi. Tapi walau begitu, aku masih punya akses ke tempat ini."

Lalu B terus bercerita tentang awalnya ia tidak percaya adanya supernatural disini sampai kejadian adiknya dan ia ingin memotret itu dan melihatnya langsung. Tempat ini sudah banyak rumor yang mengatakan tentang hal-hal aneh di dalamnya dan beberapa kasus orang-orang mati.

"Ini tempat yang bagus untuk proyekku!" Mereka semua terdiam. Itu benar-benar suasana canggung di tengah badai. Lalu D menyambar tasnya dan berjalan ke arah pintu.

"Aku pulang."

"Jangan." B menarik D sebelum ia sempat memutar kunci. "Apartemen ini jarang ditempati, dan bila malam tiba disertai hujan badai, kau tidak boleh keluar dari apartemenmu."

Tapi D yang bersikeras menyingkirkan lengan B dan tetap membuka pintunya. Ia berjalan keluar lalu pintu menutup dibelakangnya.

Mereka bertiga mendengar suara langkahnya di koridor. B bergumam pelan pada dirinya sendiri dan A bisa mengambil kata-kata: dia... menyesal. Dia akan menyesal?

C bangkit untuk mengejarnya tapi B menghalangi. Sitkom sudah mulai dan suara tawa audiens terdengar.

"Apa maksudmu sebenarnya?"

"Aku sudah bilang aku membutuhkan kalian untuk menemaniku," jawab B. "Aku tidak menemukan foto yang cukup bagus dan sekarang aku menemukannya, aku pun ingin segera cepat pergi dari tempat ini. Tapi turun hujan dan kupikir kita lebih baik bermalam saja lebih dulu. Aku bisa menunjukkanmu foto itu-"

"Tidak-apa maksudmu, mengapa kau ingin sekali menyelesaikan proyek itu?"

"Karena ini kompetisi. Dan pemenang dapat hadiah uang."

A bisa melihat C akan meledak (jarang-jarang), karena memang mereka sudah ditipu. Ini benar-benar tempat yang tidak aman. Keganjalan itu sekarang sudah dimengerti A, apartemen kosong tanpa siapapun selain mereka berempat, tapi melihat lebih dari empat orang. B memang sudah keterlaluan.

Tapi terdengar teriakan dari luar. D.

C bergerak, tapi B mengunci pintu dan memasukkan kuncinya ke dalam saku, memegangnya erat. "Mereka ada diluar sana sekarang, kau tidak mau menyakiti dirimu sendiri."

"M... mereka?" A tergagap.

"Tapi D ada disana!" seru C.

"Kau akan membiarkannya?"

"Aku menyesal," ujar B lalu pergi ke kamar yang seharusnya untuk dirinya dan D. Pintunya dikunci dari dalam.

C menatap pintu itu dengan tidak percaya. Ia memutar kenopnya dengan sia-sia, bahkan berteriak pada B di dalam kamarnya yang tidak direspon. Lalu ia menyerah dan menghela nafas sambil berjalan bolak-balik di ruang tengah itu. A mematikan TV akhirnya. Ia mencoba menelefon D beberapa kali dan malah sampai ke pesan suara. Badai masih juga menggalak, seakan menyeimbangkan dengan cuaca cerah tadi pagi. Dan lampu tiba-tiba mati (C menyumpah). Kesialan terus bertambah, pikirnya.

"C," A memanggil dalam kegelapan. Ia tahu anak itu masih berjalan-jalan. "C, kau harus berhenti."

"Kita harus keluar."

"Tidak ada gunanya," kata A. Ia menyalakan ponselnya. 07.23.

"Lebih baik tidur saja dan tunggu sampai hujan reda. Atau tidur sampai pagi menjelang. B akan membiarkan kita pergi juga."

Suara desahan. C akhirnya mengikuti A ke kamar mereka dan keduanya berusaha untuk tidur. Untung saja mereka sama-sama tipe yang bisa tidur saat lampu dimatikan. Tapi tetap saja semua kejadian itu menakutkan dan akhirnya mereka tidur di kasur yang sama. Menarik selimut sampai ke kepala.

"Selamat malam."

"Selamat malam."

"Kau pikir D akan baik-baik saja?"

"Aku pikir kita semua akan baik-baik saja."
Tapi sejujurnya A masih memikirkan D. Mengapa ia berteriak diluar sana, dan apa yang sebenarnya dilihat B dari lubang intip di pintu. Dia tidak akan bisa tidur dengan semua pertanyaan itu. Tapi ia mencoba.

Dan ketika ia merasa sudah akan tidur nyenyak, ia terbangun karena sebuah suara dari ruangan mereka. Pintu di depan terbuka.

Keep HidingWhere stories live. Discover now