Lantas Taufan menggenggam tangan Halilintar, membantu nya berdiri dan membawa nya kabur.

Itu adalah ekspetasi semata. Pusaran Taufan miliknya tak mampu menahan Kaizo barang semenit.

"Jeruji jingga!"

"T-tidak! Hali, pegang tangan ku!"

"Tidak bisa, Fan! T-tangan ku-"

Tanah tempat mereka berada bergetar hebat seiring dengan muncul nya pilar raksasa yang di baluri lava panas.

Jeruji itu hanya muncul di dekat Halilintar, membentuk lingkaran dan mengunci roh merah yang bahkan tidak sanggup membalas uluran tangan Taufan.

CTAK

CTAK

Makin lama, jeruji itu semakin menyipit. Menyudutkan Halilintar tanpa ada celah sedikitpun.

"APA YANG KAMU LAKUKAN!? LEPASKAN DIA!" Taufan menoleh murka ke arah Kaizo yang berada di belakang nya. Malaikat maut dengan iris merah itu menepuk tangan nya berkali-kali di karenakan debu yang menempel.

"Kamu bodoh. Nampaknya kamu benar-benar jatuh hati dengan roh pendosa itu." Kata Kaizo dramatis.

"BERIKAN KAMI WAKTU SEBENTAR LAGI! ADIK NYA . . . DIA HARUS MEMINTA MAAF PADA ADIK NYA!!"

"Memang aku peduli?"

Kaizo kemudian membentangkan sayap nya yang kokoh, ujung dari jeruji milik nya membentuk sangkar burung raksasa, lantas Kaizo membawa sangkar yang mengurung Halilintar pergi ke akhirat.

"KAIZO!! JANGAN BAWA DIA!"

_________________________________________

Jika sudah begini, maka Taufan tidak bisa berbuat apa-apa. Jika Taufan melawan dan merebut Halilintar yang telah di bawa ke akhirat, maka hukuman yang akan di terima nya amat lah besar.

Biasanya, para roh pendosa akan di sidang terlebih dahulu sebelum di beri hukuman. Hal itu membuat Taufan berharap masih ada tersisa waktu.

Taufan memilih kembali ke tempat Ice berada-- tak lupa kembali mengganti penampilan nya.

Waktu mereka tidak banyak!

"Kak Taufan!" Ketika perwira muda itu melihat sekelibat bayangan Taufan, Ice melambaikan tangan nya.

"Kita akan segera pergi sekarang."

Taufan langsung buru-buru menarik tangan Ice ke dalam mobil. Lalu menyuruh supir untuk melaju dengan kecepatan penuh.

Ice tak mampu bertanya. Melihat keseriusan Taufan, membuat dia menyimpan semua pertanyaan nya.

Setengah jam melaju di jalanan yang monoton, mobil berhenti di depan beberapa bangunan tua yang sudah terkikis waktu.

Cat nya pudar dengan awan gelap yang sesekali mengeluarkan gemuruh. Seperti nya hujan akan melanda.

"Ice, kemarilah." Tangan lantas menyelipkan jari-jari nya pada tangan Ice. Erat. Sehingga membuat perwira muda itu merasakan ketakutan tanpa dasar.

Kaki mereka menapaki tanah kering yang di penuhi rumput yang mati. Di antara gedung-gedung itu terdapat sebuah gang kecil.

Hanya gelap yang ada disana. Tetapi sesuatu yang sangat menakutkan membuat Ice hampir kehilangan tumpuan.

Taufan masih memegangi Ice. Dia menuntun, memasuki gang itu hingga akhirnya mereka sampai ke sisi jalan yang lain.

"Itu Halilintar."

Seolah Taufan sedang membuat guyonan di tengah orang-orang yang akan sekarat. Itu tidak lucu.

Ice tertawa tanpa suara. Namun, air mata nya tak berhenti nya mengalir.

Tidak.

Jangan katakan bahwa tulang belulang yang tergeletak di atas tanah itu adalah milik Halilintar.

Jangan katakan bahwa jaket merah pudar yang melekat di antara tulang belulang itu adalah jaket yang dia rajut sendiri untuk kakak nya.

Bibir Ice bergetar hebat seraya bicara tanpa suara. Tubuh nya ambruk di depan tumpukan tulang belulang-- yang untungnya di tahan oleh Taufan.

"K-kakak . . . sudah pulang?"

"Itu Halilintar. Kakak yang ingin kamu cari selama ini, kakak yang kamu benci setengah mati, kakak yang kamu pikir adalah orang yang paling jahat di dunia . . . sudah tiada tiga tahun yang dahulu."

"Bertepatan pada malam di mana Halilintar mencoba membunuh mu."

Taufan menepuk pelan punggung Ice yang bergetar hebat. Kemudian lanjut bicara, "Aku bisa melihat Halilintar. Aku tahu semuanya."

"Kamu tahu, alasan Halilintar mencoba membunuh mu adalah karena dia putus asa. Dia terlalu sayang kepada mu hingga tidak bisa berpikir jernih . . .

memang apa yang kamu harapkan dari seorang anak yatim piatu yang tengah kesulitan ekonomi nya dan juga mempunyai adik yang penyakitan? Halilintar tidak punya pilihan lain."

"Dalam tiga tahun ini, roh kakak mu masih di sini. Melihat mu dari jarak dekat sekadar untuk menjaga mu."

Ice masih tersengal-sengal, nafas nya tak karuan ketika di beritahu kenyataan nya. Apa . . . apa yang telah Ice lakukan selama ini sebagai adik untuk kakak nya?

"Ada satu alasan mengapa Halilintar masih berada di sisi mu selama ini . . ."

Tak lama kemudian, Ice menolehkan kepala nya dengan raut wajah pedih. Air mata membasahi wajah nya juga seragam perwira nya.

"Halilintar ingin meminta maaf. Sebagai kakak kepada adik nya."

_________________________________________

[✓] The Grim Reaper [ TauHali ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang