d✯ NITIP PRINT

9 10 0
                                    

Enjoy reading ⑅

" ngapain lo celingak celinguk depan gerbang malem malem."

" Ngagetin aja sih lo setan," ketus nya.

" Ya, lagian lo cewek, malem malem malah diluar," tutur Dion.

" Idih, lo juga di luar ya."

" Gue cowok," balas nya sambil menaikan satu alis.

"Ck." Nazwa mendengus kesal sembari memutar bola matanya malas. Lagi lagi gender dibuat sebagai penyelamat bagi laki-laki. Ia benci orang yang melakukan hak tersebut. Itu membuat orang berpikir seolah olah hanya laki-laki yang bisa melakukan ini itu dengan bebas.

" Dah, back to topik, lo ngapain di luar malam malam?"

" Nyari genderuwo, puas lo?"

" Gua tanya baik baik ya na," Jawab dion turut kesal.

" Di datengin beneran mampus lo," ancam nya.

" Gue nunggu tukang bakso, dah sana pergi, lo ngeselin," usir Nazwa.

" Halah mending bikin mie di dalem, daripada malem malem di luar gini, lo gak takut diculik?"

" Tapi, siapa sih yang mau nyulik modelan kayak lo," tambah Dion mengejek.

Nazwa memelototkan matanya ke arah lawan bicara. " Dih, gini gini gue cakep kali," jawab nya dengan pede sambil mengibaskan rambut hitam nya.

" Lah berarti lo mau dong diculik? Apa gue sewain om om aja ya? Nanti kan untung guenya," Ujar Dion sok kaget dengan menutup mulutnya sekilas.

" Dah masuk sana, bikin mie aja di dalem, apa lo aja yang gua rebus, masuk masuk," Desak Dion sambil mendorong dorong pemilik rumah.

Setelah gerbang tertutup, Dion pun langsung meninggalkan rumah tersebut dan pulang ke rumah nya.

Naas seribu naas, sang ibunda sudah menunggu di depan gerbang sambil berkacak pinggang. Nampak nya perang dunia ke tiga akan terjadi setelah ini.

" Dari mana kamu? " Tanya bundanya ketus.

" Dion, dari warung bu ade bun," jawab nya lesu.

" Kamu ini ya, keluar malem malem, udah gitu gak pamit lagi, bikin panik orang rumah aja kamu ni," cerocos bunda sambil memukuli lengan anak nya. Tak lupa juga dengan jeweran maut ala emak emak.

" Ish bun, aku cuma beli minuman, lagian juga deket kok," bantah Dion sambil mengelus tubuh nya.

" Deket gak deket sama aja, siapa coba yang gak panik, orang lagi diem, sunyi, anteng malah anak nya ilang malem malem."

" Kan aku gak ilang, buktinya ini balik."

" Aduhh anak ini, bantah terus kerjaan nya," balas sang bunda sambil kembali menjewer telinga dion.

" Bun, bun, lepasin bundaa, gak boleh siksa anak, kdrt ini namanya," kata nya sok memelas.

Siksa katanya, aduh, padahal jeweran bunda kali ini tidak se keras itu, memang dasar nya Dion saja yang melebih lebih kan.

Tanpa menjawab bunda menggeret Dion ke dalam rumah, dengan tangan yang masih menetap di telinga Dion.

Hingga sampai depan kamar lah, tangan bunda baru di lepas dari telinganya.

" Masuk, tidur! " Perintah bunda tak ingin dibantah.

Dion yang hanya bisa pasrah pun mengikuti keinginan bunda nya, dan memasuki kamar untuk tidur.

✧✧✧


" Eh eh nitip print dong, gue, gue nitipp," desak Nazwa pada Gevan yang sibuk mencatat titipan teman teman nya.

" Sabar elah. satu satu, kalo gak, gue gamau di titipin," putusnya frustasi.

" Pan bantuin napa," pinta nya pada daniar yang juga membuka catatan, tapi bahkan satu kalimat pun tidak tertulis disitu.

Huh... Memang, apa sih yang bisa si andalkan pada seorang Daniar Stevani.

" Eh, bentar bentar, separuh ke gue sini."

" Untung aja ni anak kaga jadi ke pilih jadi sekertaris waktu itu, yakan sha," bisik Nazwa pelan pada Farisha yang duduk di sebelahnya.

Atensi nya beralih pada Dion yang duduk tenang di bangku nya sambil memakan biskuit yaya, maksudnya biskuit bu yaya penjual di kantin.
" Yon lo sehat kan?"

" Hah? Emang gue kenapa? Gue gapapa tuh."

" Lagian lo senyum senyum sendiri liat hp, kirain gila gara gara makan biskuit bu yaya. Siapa tau biskuit nya mirip biskuit yaya yang itu tu," ujar Nazwa sambil tertawa kecil.

" Ngada ngada emang lo," jawab nya kesal.

" Santai amat lu yon, gak ikut nitip print juga? " tanya Nazwa.

" Ya, lu pikir kemaren malem gua ketemu lo itu habis dari mana?"

" Dari warung," jawabnya santai.

" Ya- ya bener sih, tapi itu gue habis ngeprint juga."

" UDAH SEMUA NIH?" seru vani membuat semua siswa mengalihkan pandangan padanya.

Merasa tak ada lagi yang berjalan padanya, ia segera mengajak Gevan untuk pergi ke toko fotocopy di depan ruang TU.

.....

" Wih, punya sape nih," kata vani saat melihat beberapa lembar kertas yang sudah di Staples, dimana bagian cover belakangnya terdapat beberapa gambar gambar penambah menutupi kekosongan kertas putih tersebut.

" Jielah pan, siapa lagi sih kalo bukan si Gevan," sahut Farisha.

" Ini punya gue kan? Berapa totalnya?" Tanya Nazwa saat mengambil pesanan nya.

" Suruh pani aja ngitung, males gue, lagian dia juga yang bayar tadi."

" Ck, kebiasaan lo," ketus nya lalu beralih pada Stevani yang duduk di seberang bangku Gevan.

Setelah agenda bayar membayar, tak lama kemudian guru kesayangan Jefarel bun memasuki kelas. Pak munas, guru matematika yang selalu mengandalkan Jefarel dimana pun kapan pun.

" Pagi anak anak," sapa pak Munas saat memasuki kelas.

" Siang pak," jawab mereka serentak.

Ayolah, hari sudah siang, bahkan dua istirahat sudah dilalui. Mengapa pak munas malah menyapa dengan kata pagi? Agak lain beliau ini memang.

" Pr kemaren udah di kerjakan?"

" Kemaren gak ada jam matematika pak," sahut haydar sambil mengangkat tangan nya.

" Astaga, maksud nya kemaren hari rabu loh."

Tak akan ada habis nya jika terus mengikuti kegiatan berdepat pak Munas dengan anak anak kelas ini.

" Jefarel, hapus papan nya," perintah pak Munas.

" Kan, kan, udah gue duga bakal di panggil," ujar nya pelan sambil mengepalkan tangan untuk menyalurkan rasa kesal.

Tolong siapapun, ajaklah Jefarel pergi untuk menghindari pak munas, meski sehari saja pun tak apa katanya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Hayoo, jangann lupaa vote + comment nya loh yaa!!!

Babayyy
Lup yuu ♡

Dionaza - Our WayWhere stories live. Discover now