02. Menculik Calon Pengantin Pria

Start from the beginning
                                    

Gadis itu terdiam sejenak. Dia tidak boleh gegabah dan asal menjawab. Dia harus memikirkannya dengan cermat, agar Bimantara setuju untuk menikah dengannya.

"Aku suka sama Kak Bima. Mungkin, ini yang di sebut cinta pada pandangan pertama."

"Yang benar?"

Gadis itu mengangguk. "Bener, Kak. Kak Bima itu tipe aku banget. Tinggi, ganteng, dewasa. Pokoknya aku suka."

Bimantara memperlambat laju mobilnya, kemudian menepi. Laki-laki itu melepas sabuk pengamannya, kemudian mengarahkan tubuhnya untuk menatap Cheryl.

"Loh, kenapa berhenti di sini?" Gadis itu melihat sekeliling. Tidak ada hal spesial di sini, hanya ada pepohonan dan gedung-gedung kantoran.

Namun, bukannya menjawab, Bimantara malah mendekatkan wajahnya. "Gimana kalau kita coba satu kali lagi?"

"A-apa yang satu kali la-lagi?" Cheryl merasa gugup karena wajah Bimantara sangat dekat dengan wajahnya. Dia ingin memundurkan kepalanya, tetapi terlambat, karena telapak tangan laki-laki itu kini sudah berada di belakang kepalanya.

Laki-laki itu tersenyum miring. "Yang tadi di restoran cuman nempel aja. Saya akan ajarin gimana cara ciuman yang benar."

Gadis itu membulatkan matanya. Kenapa laki-laki ini bisa berbicara begitu vulgar. Dia tidak menyangka kalau Bimantara adalah orang yang seperti ini. Laki-laki itu malah memanfaatkan gadis polos macam dirinya, dia benar-benar salah menilai.

Namun, jika dia mundur sekarang, dan akhirnya laki-laki ini jadi menikah dengan Inka, semua menjadi sia-sia. Dia akan tetap dimarahi, dan akhirnya nenek sihir itu mendapatkan apa yang dia inginkan. Bukankah itu sangat merugikan untuknya?

Ya sudahlah ... masa bodoh. Toh hanya berciuman, mereka sudah melakukan itu, sebelumnya. Cheryl memejamkan matanya erat, kedua tangannya meremas dress putih tulang yang ia kenakan. Jantung gadis itu berdetak cepat. Dia benar-benar sangat gugup sekarang.

Sudah lewat beberapa detik, tetapi gadis itu tidak merasakan apa-apa. Mengapa lama sekali? Gadis itu menjadi semakin gugup. Sampai telinga gadis itu mendengar bunyi ceklek, dia perlahan membuka sebelah matanya untuk mengintip apa yang sebenarnya terjadi.

"Saya cuman bercanda." Laki-laki itu sudah berada di posisi semula, dan mulai mengambil alih kemudi. Dan kini, mobilnya sudah melaju kembali.

Cheryl mengerjap beberapa kali. Jadi dia sedang dikerjai? Jadi Bimantara sedang mempermainkannya?

Gadis itu merasa kesal, tetapi dia tidak boleh menunjukkannya. Dia harus memiliki citra yang baik, agar Bimantara mau menikah dengannya. Ya, dia hanya harus bersabar sedikit saja.

"Saya tau ucapan kamu sebelumnya bohong. Jadi jawab yang jujur, apa tujuan kamu?"

Cheryl mengerti sekarang. Ternyata Bimantara cukup licik, sehingga membuatnya masuk dalam perangkapnya. Hal yang laki-laki itu lakukan sebelumnya, adalah untuk mengetes dirinya. Agar laki-laki itu bisa mendapatkan jawaban yang sebenarnya.

Karena laki-laki ingin dia menjawab dengan jujur, maka dia akan melakukannya. Rencana berpura-pura jatuh cinta pada pancangan pertama gagal, maka selanjutnya adalah rencana untuk mendapatkan simpati laki-laki itu.

"Kak Bima tau sendiri, hubungan aku sama Inka enggak baik." Gadis itu mencoba memikirkan hal-hal yang menyedihkan, agar air matanya bisa keluar. "Inka selalu dapet apa yang dia mau."

Gadis itu mulai mengingat adegan film yang menurutnya paling sedih, dan mulai memutar ulang adegan itu dalam pikirannya. Hal itu cukup cukup efektif. Karena kini matanya sudah berkaca-kaca.

"Inka udah rebut papa." Air mata mulai mengalir melewati pipinya. "Aku pengen dia ngerasain apa yang aku rasain."

Mata gadis itu melirik Bimantara yang sedang fokus menyetir. Sepertinya berhasil, karena mobil yang mereka tumpangi menepi lagi.

Kini laki-laki itu menatapnya. Ekspresinya tidak terlalu bisa dia baca, tetapi sepertinya laki-laki itu mulai bersimpati padanya.

"Cheryl, kamu harus pikirin masalah ini baik-baik." Kedua lengan laki-laki itu meraih pundaknya. "Jangan sampai kamu korbanin masa depan kamu, cuman untuk buat kakak kamu ngerasain kesedihan kamu."

Gadis itu mengusap sudut matanya. "Aku enggak punya kakak."

"Oke. Maksud saya, jangan korbanin masa depan kamu gara-gara Inka. Jangan sampai akhirnya kamu menyesal."

"Aku bakal lebih menyesal kalau ngebiarin, Inka nikah sama Kak Bima."

Sudah sangat jelas nenek sihir itu suka dengan Bimantara. Dia selalu bersemangat saat ayahnya membicarakan soal pertunangan mereka. Dia juga tidak buta, dari cara nenek sihir itu menatap Bimantara saja sudah terlihat, kalau dia suka pada Bimantara. Sampai kiamat sekali pun, dia tidak akan membiarkan pernikahan itu terjadi.

"Hal ini enggak bisa saya putuskan sendiri."

"Seenggaknya, Kak Bima pertimbangin dulu."

"Oke, saya akan pertimbangkan."

Gadis itu ingin tersenyum, tetapi sekuat tenaga dia tahan. Dia masih harus menunjukkan ekspresi sedih, agar Bimantara tidak curiga padanya.

"Janji?" Cheryl mengacungkan jari kelingkingnya. Bimantara melakukan hal yang sama, lalu Cheryl mengaitkan jari kelingking mereka.

"Janji."

Setidaknya masih ada harapan. Dia hanya perlu berusaha lebih keras, agar Bimantara memilihnya. Setelah ini banyak hal yang harus dia rencanakan. Dan dia harus memenangkan pertempuran ini.

___

Gimana part ini? Semoga kalian suka 🌻

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gimana part ini? Semoga kalian suka 🌻

My Sweetest AppleWhere stories live. Discover now