Bab 11.

795 37 0
                                    

Nathan sedang menuju tempat yang diberikan Aidan padanya, ada hal serius yang harus mereka bicarakan empat mata—dan bukannya di telpon seperti kemarin malam—mereka terlibat perbincangan saat Nathan menghubungi nomor ponsel Kirana, namun pria itu yang mengangkatnya, mereka berbincang serius dan berakhir pada keputusan untuk bertemu siang ini.

Sesampainya di tempat yang dituju, Nathan segera melangkah masuk dengan tergesa. dia mengedarkan pandangan ke setiap penjuru, hingga akhirnya seorang pelayan yang sedari tadi memperhatikannya datang menghampiri. Meski tampak mengernyit, namun pelayan tersebut tetap menjalankan tugasnya dengan profesional. Mengingat tampilan Nathan saat ini sedang melakukan penyamaran seperti biasa.

"Permisi, apa anda ada janji bertemu dengan seseorang?" Pelayan tersebut bertanya seraya tersenyum ramah. Senyum tulus melayani pelanggan yang tidak dibuat-buat.

"Iya, apakah ada yang reservasi tempat atas nama Aidan Kim?" Nathan bertanya seraya memutar kunci mobil dalam genggamannya.
"Mari silahkan ikut saya, Tuan Aidan sudah menunggu anda dari beberapa waktu yang lalu," pelayan itu membawa Nathan berjalan menuju bagian dalam Restoran. Tata letak restoran tersebut sangat rapi, pengunjung biasa dan pengunjung VIP dipisahkan oleh lorong yang menuju bagian dalam bangunan.

"Silahkan, Tuan Aidan ada di dalam sana," pelayan tersebut menujuk pintu masuk dan mempersilahkannya, lalu pelayan itu menunduk hormat sebelum melangkah pergi untuk melanjutkan pekerjaannya yang lain.

Nathan mengetuk pintu sebagai tanda bahwa dirinya sudah datang, selanjutnya dia membuka pintu yang digeser ke samping tersebut. Seketika matanya bersiborok dengan tatapan dingin pria yang mengaku bernama Aidan Kim itu.

Pria itu mengenakan stelan formal warna hitam. Jas yang dikenakannya telah tanggal dan teronggok di sisi kirinya, dia duduk bersila dengan kemeja putih yang terlihat pas untuk ukuran tubuh. Sekilas Nathan dapat melihat bahwa pria itu memiliki cukup uang jika harus membiayai hidup Kirana dan bayinya, setiap kali mengingat ada bayi dalam perut gadis itu, Nathan selalu merasakan sesak di ulu hati, dia selalu teringat ucapan pria yang kini tengah memperhatikannya dengan seksama.

Nathan sudah duduk persis di hadapan Aidan, pria itu cukup cermat karena memilih ruang pribadi untuk mereka berbincang. Beberapa makanan ringan dan teh sudah tersaji di meja, tapi Nathan tidak berniat untuk memesan apapun. Tujuannya datang ke sana adalah untuk memperjelas status Kirana, pria itu tersenyum masam seraya menyesap minumannya. Bahkan Nathan saat ini tengah memilih kata yang tepat untuk memukul mundur Aidan; dalam pertarungan  untuk mendapatkan Kirana.

Semuanya sudah jelas, gadis itu telah menghabiskan malam pertama dengan Nathan, dan saat ini darah daging solois ternama itu tengah bersemayam dalam perut Kirana, Nathan tidak ingin pria di hadapannya mengusik dan membawa Kirana untuk menjauh darinya.

"Lalu bagaimana? Kapan kau akan menikahinya?" Pria itu langsung bertanya tanpa basa basi, dan hal tersebut membuat Nathan harus berpikir cepat, dia harus mendapatkan jawaban yang akurat jika ingin tetap bertanggung jawab.

"Aku akan segera menikahinya, mungkin dalam waktu dekat. Tapi kami harus menyelesaikan beberapa masalah sebelum semuanya diumumkan," Nathan menatap lekat mata hitam milik Aidan, pandangan mereka beradu dan seketika aura persaingan terasa semakin kuat.

"Kami? Maksudmu kau dan Management tempatmu bernaung? Lalu bagaimana jika kalian tidak dapat menyelesaikan masalahnya dalam waktu dekat? Apa kau sadar jika perut Kirana akan segera membesar. Jika dia belum menikah, maka semua orang pasti akan mencelanya. Dan aku tidak akan pernah membiarkan semua itu terjadi!" Aidan berkata tegas dan penuh peringatan, "Jika kau terus mengulur waktu, maka aku akan segera melingkarkan cincin di jari manisnya sebagai pengikat."

Pria itu berkata dengan suara berat, dan Nathan melihat kilatan emosi dalam sorot matanya. Nathan harus berusaha untuk menahan diri, perkataan Aidan sudah mengoyak rasa percaya dirinya, mematahkan jalan untuk mendapatkan gadis itu.

"Aku akan segera menyelesaikan semuanya. Kami sudah mengambil keputusan dan kau hanya perlu menunggu beberapa hari lagi saat berita pernikahanku akan diturunkan ke publik. Jadi aku rasa status Kirana sudah jelas, selain aku akan bertanggung jawab, kau tahu sendiri bahwa dia tengah mengandung darah dagingku."

"Aku tidak perduli dia hamil Anakmu atau bukan, karena jika dia menerima lamaranku. Aku akan mencintai Anak itu seperti Anakku sendiri," Aidan berkata jujur tanpa merasa bersalah pada pria yang ada di hadapannya.

"Sudah terlalu lama aku menahan diri untuk memiliki gadis itu sebagai pendamping hidup."

Nathan menegak teh dari cangkir miliknya dengan nafas yang mulai tidak menentu, pria itu tetap bersikeras, perkataannya mulai membangunkan amarah yang masih tertidur.
"Aku tidak akan menyerahkan ataupun mengalah padamu. Jadi sebaiknya pergi dari sisinya! Carilah wanita lain."

"Tidak! Aku tidak akan pernah membiarkan gadis itu lepas, kalau kau tidak akan melepaskannya, kita lihat saja nanti siapa yang akan mendapatkan hatinya," pria itu mengibarkan bendera perang, dia tetap menunjukkan tekad yang kuat, sementara itu Nathan tengah berusaha mengatur emosinya yang mulai menguak ke permukaan.

Selanjutnya dia meraih Masker dan topi yang tergeletak di samping, lalu kembali memakainya untuk mengelabui orang di luar agar tidak ada yang mengenali dirinya, dia berjalan keluar ruangan setelah memberi peringatan agar Aidan menjauhi gadisnya.

Gadisnya? Mengklaim Kirana dengan sebutan seperti itu membuat Nathan tersenyum masam, tidak usah bertanya tentang perasaanya saat ini seperti apa, karena pada kenyataannya, dia sendiri tidak tahu bagaimana pastinya. Nathan hanya tahu kalau dirinya harus bertanggung jawab, dan memastikan kalau Kirana aman—agar gadis itu dan bayinya tidak kekurangan apapun.

Winter Flower [Flower Series #1]Where stories live. Discover now