Bab 10

797 40 1
                                    

Suasana malam masih terlihat ramai, para penjual kue beras terlihat di beberapa persimpangan yang mereka lewati. Orang-orang masih banyak yang berlalu lalang, sesampainya di kawasan elite tersebut; hingar binar lampu yang menghias jalan serta pertokoan yang berjejer, terlihat kontras dengan pemukiman yang Kirana tempati. Mobil yang mereka tumpangi masuk ke dalam lingkungan salah satu apartemen yang ada di sana, Nathan parkir di area basemant, tanpa menunggu persetujuan gadis yang ada di sampingnya, pria itu menarik lengan Kirana untuk menuju lift, hal tersebut hanya mambuat Kirana diam tanpa berani berontak atau berteriak.

Karena sampai saat ini semua perlakuan Nathan tidak ada yang mencurigakan, pria itu masih bersikap wajar dan hanya sesekali melihat ke arah Kirana, gadis itu tahu kalau Nathan diam-diam terus memperhatikannya, lift yang mereka tumpangi terasa hening, tidak akan manusia lain dalam ruangan segi empat tersebut selain mereka berdua. Bunyi berdenting menandakan lantai yang dituju telah sampai, Nathan kembali menggengam tangan Kirana, pria itu membawanya keluar dari lift menuju sebuah kamar apartemen, yang kemungkinan besar adalah miliknya.

"Untuk apa kita ke sini?" Kirana berdiri kaku di depan pintu, dia tidak berani masuk sebelum mengetahui secara pasti hal apa yang akan mereka lakukan di dalam sana.

"Masuklah, aku tidak akan menyakitimu," Nathan menunjukkan wajah merasa terhina,

"Tolong jangan berprasangka buruk terhadapku," pria itu melepaskan topi dan masker yang dipakainya, untuk beberapa saat Kirana berpikir untuk mengambil keputusan, hingga akhirnya dia melangkahkan kaki secara perlahan.

Memasukki apartemen mewah yang di dalamnya terdapat; dua kamar tidur, ruang makan, mini pantri serta kamar mandi tersebut.

Selanjutnya mereka duduk berhadapan, Kirana tidak berani sedikitpun untuk menatap wajah Nathan, dia hanya dapat menunggu hal apa yang ingin diutarakan oleh pria itu, sampai akhirnya Nathan mulai berbicara. "Apa kau baik-baik saja?" Nathan bertanya dengan canggung, "Bagaimana dengan dia?" Suaranya terdengar berat.

"Aku... Aku baik-baik saja, kau tidak usah mengkhawatirkan kami," Kirana menjawab lirih, tanpa sedikitpun berniat untuk mengabaikan perhatian pria di hadapannya.


"Kenapa kau tidak menjawab telponku? Aku sangat mencemaskan keadaanmu. Bahkan aku sangat takut jika ada sesaeng fans atau paparazi yang akan menguntitmu," ada sedikit kesan emosional dalam suara Nathan, "Apa kau sedang berusaha menghindar dariku?" pria itu meraup wajahnya sendiri, dan Kirana melihat raut frustasi dalam diri pria itu.

"Itu...," Kirana terbata, "Maaf kemarin aku sedang tidak sehat," tidak pernah terpikirkan sebelumnya, bahwa pria itu akan begitu mengkhawatirkan keadaa dirinya seperti ini.


"Tolong hubungi aku jika ada masalah, kenapa kau tidak mau menceritakan kondisimu padaku? Apa kau tidak melihat berita di TV?" saat Kirana mendongak, dia mendapati Nathan yang tengah menatapnya lekat, seolah tengah berusaha menyudutkannya di paling ujung rasa tidak bersalah.

"Aku tidak sempat melihat berita," Kirana menjawab jujur seraya memainkan jemarinya karena gugup, dia masih tidak terbiasa berbicara sedekat ini dengan pria yang sampai saat ini masih dia idolakan.

"Bagus! Sebaiknya jangan pernah menonton televisi atau mencari berita apapun di internet. Aku membawamu kemari hanya ingin mengatakan bahwa aku akan menikahimu dalam waktu dekat," Nathan berkata dengan sangat lancar, seolah yang sedang dikatakannya hanya cuaca di luar sana. "Mungkin setelah semua masalah dan kekacauan ini teratasi."

Perkataan pria itu membuat mata Kirana membesar, dia tidak pernah menyangka bahwa pernyataan tersebut akhirnya akan terlontar, Kirana sedang berusaha mencari kata yang tepat, namun sial lidahnya terasa kelu, dia tidak dapat mengungkapkan sepatah katapun sebagai tanggapan, "Kita harus menikah, jika aku hanya tidur denganmu, mungkin kita bisa menunggu saat yang tepat. Tapi yang kita alami ceritanya berbeda, kita tidak dapat menunggu. Karena jika terus menunggu perutmu akan semakin membesar."

"Tapi, bagaimana dengan Karirmu? Wol Entertaiment? Serta keluargamu?" Kirana menjawab seraya menatap pria di hadapannya dengan pandangan sedih, saat pria itu menyatakan akan menikahinya, dapat Kirana yakini bahwa telah banyak hal yang dia lewati, dan rintangan yang harus mereka hadapi di depan sana, bukannya Kirana merasa takut, tapi dia hanya tidak ingin menghancurkan kehidupan seseorang.


"Itu adalah urusanku, seorang pria sejati akan bertanggung jawab atas hal yang telah diperbuatnya," Nathan berusaha meyakinkan Karina, "Jangan pernah memikirkan itu semua. Biarlah aku saja yang akan mengatasinya sendiri."

Perkataan Nathan barusan membuat batin Kirana bertanya-tanya, dia sangat yakin kalau Wol tidak akan semudah itu membiarkan artisnya memutuskan sesuatu yang dapat membuat mereka rugi besar.

Terlebih, Kirana tidak yakin dapat menjadi menantu idaman bagi keluarga Nathan, dia merasa takut jika hanya akan menjadi benalu bagi pria itu, bagaimana jika dia hanya mempersulit dan menyusahkan hidup pria itu jika mereka bersama?

Kirana melirik ke arah Nathan dengan sudut matanya, dia mendapati rahang pria itu terlihat mengeras, sementara bibirnya terkatup rapat. Dan Karina melihat dengan jelas dan kalau kedua tangan pria itu mengepal sempurna di atas lututnya, lalu Kirana memdongak untuk memastikan hal apa yang membuat pria itu terlihat marah.

Seketika dia merasa tidak dapat berkutik, tatapn Nathan saat ini terkunci pada cincin yang melingkar di jari manis Kirana, cincin yang baru beberapa jam lalu diberikan oleh Aidan untuknya.


Winter Flower [Flower Series #1]Where stories live. Discover now