Bab 2.

1.8K 86 4
                                    

Hari yang cerah di awal musim semi, ranting pohon mulai berwarna hijau saat daun muda bermunculan. Jalanan terlihat lenggang di jam makan siang seperti ini, sementara itu Kirana masih sibuk dengan lintasan pikiran yang menganggu. Ada rasa takut setiap kali mengingat malam itu, rasa tak percaya masih terus menghantui. Dia yang bukan siapa-siapa dapat menyentuh seorang Nathan Lee dengan segala yang dimilikinya. Hal yang sangat tidak mungkin jika dalam keadaan sadar dan tanpa tekanan.

Kirana menatap nanar ke bawah ruangan terbuka saat para pengunjung sibuk menikmati makan siang mereka. Para pegawai kantor yang menyempatkan diri untuk sekedar minum kopi dan makan cemilan, bahkan ada beberapa muda mudi yang tengah memadu kasih dan menikmati kebersamaan mereka, tempat kerja Kirana interiornya memang dibuat untuk semua kalangan, biasanya banyak kaula muda sampai Eksecutive yang berkunjung ke sana, mungkin mereka tertarik mengingat tempatnya yang nyaman, serta lokasinya yang strategis. Ditambah cafe milik Aidan itu selalu berusaha mengutamakan pelayanan terbaik untuk semua pelangannya.

"Kiran-ah, apa yang sedang kau pikirkan?" Suara lembut seseorang mengintrupsi lamunan Kirana, memaksa dirinya untuk berbalik, dia mendapati senyuman manis seorang Aidan Kim, atasan sekaligus pemilik cafe tempatnya bekerja. Seorang pria campuran Canada dan Korea, dia yang masih muda sudah kaya dan sukses dengan usahanya sendiri.

"Tidak," Kirana memaksakan dirinya untuk tersenyum, "Aku selalu senang jika melihat pengunjung dari atas sini," Kirana berusaha untuk menyembunyikan kerisauan di wajahnya, dia tidak ingin atasannya itu mengetahui bahwa dia tengah memikirkan hal yang tidak seharusnya terjadi.

"Sepertinya kau melupakan makan siangmu, ini makanlah!" Aidan menyerahkan nampan yang berisi waffle dan cangkir yang berisi teh bunga chrisan yang dibawanya. Tapi Kirana hanya menatap makanan tersebut dengan tidak berminat.

"Oppa makan saja ya, aku benar-benar tidak merasa lapar," Kirana berkata dengan tidak nyaman, dia merasa tidak enak hati, mengingat pria ini terlalu baik bahkan selalu memperhatikan semua karyawannya. Memastikan agar mereka tidak kelaparan saat bekerja, meskipun terkadang Kirana sering kali merasa diistimewakan olehnya.

"Aku sudah membawakannya untukmu, jadi tolong makanlah," Aidan memasang wajah marah, "Aku tidak mau menerima penolakan, mengerti?" Aidan menujukkan wajah muram, meski begitu, dia tetap terlihat menawan seperti biasanya.

Kirana menatap makanan itu dengan ragu, jika boleh jujur... Dia sama sekali tidak merasa lapar sedikitpun. Tapi perkataan yang dilontarkan Aidan membuatnya berubah pikiran, "Makan sendiri atau aku akan menyuapimu," Aidan berkata tegas, rahangnya mengetat sementara bibirnya terkatup, sikap pria itu membuat Kirana terpaksa mengulurkan tangan, dia menelan ludah gugup, perkataan Aidan barusan bisa menjadi bahan bagi karyawan lain untuk bisa bergosip, semua orang yang bekerja di cafe bisa berpikir jika dirinya dan atasan mereka terlibat sesuatu secara pribadi.

"Anak pintar, habiskan semuanya!" Aidan mengusap pucuk kepala Kirana dengan gemas, ada senyuman bahagia yang terbit dari wajah tampannya. Aidan berlalu dengan kerlingan mata, berusaha meyuruh Kirana bahwa dia harus menghabiskan makanannya tanpa sisa. Setelah Aidan menghilang di deretan anak tangga yang mengarah ke bawah, Kirana hanya membatu sambil mendesah pasrah, sentuhan yang dilakukan Aidan memberi efek yang menggetarkan, membuat aliran darahnya seolah berdenyut. Mengalir deras menuju urat nadi, hingga membuat pipinya terasa panas dan berubah warna.

Winter Flower [Flower Series #1]Where stories live. Discover now