12.

1.3K 226 27
                                    

Dwi mengantar Nadia untuk belanja, katanya gadis itu stress menjelang pernikahan dengan banyaknya rangkaian acara yang harus dilakukan Nadia butuh refreshing. Mengajak Eka tidak mungkin karena mereka tidak boleh bertemu dahulu menjelang pernikahan. Sebenarnya Nadia juga tidak boleh kemana-mana, harus stay dirumah, takut kena tulah atau marabahaya. Tapi karena Nadia gadis generasi Y jadi dia sedikit melanggar tradisi. Nadia benar-benar butuh pelampiasan rasa cemas dan was-wasnya menunggu hari pernikahan. Nadia nekat keluar rumah dan Eka memerintahkan Dwi untuk mengawal calon istrinya, bukannya fia tidak mau mengawal sang istri tapi mata eyang Brama itu tidak bisa di kibuli. Mata tua itu jelas dan awas melihat siapa yang keluar masuk rumahnya. Kadang Eka berfikir jangan-jangan warna pakaian dalam perempuan yang ada dirumah mereka, eyang tahu.

"Kenapa tersenyum mas?"

"Membayangkan Nadia telanjang."Dwi memutar bola matanya. Kakaknya ini sekalinya ngomong suka tidak dipikir. Asal nyeplos.

"Mengawal itu ndak gratis mas, bayaran bodyguard itu mahal, yang dedek kawal itu bukan cewek kaleng-kaleng, jadi tentu saja harga berpengaruh pada kualitas pelayanan pengawalan."

"Ini cukup kan?" Eka mengeluarkan kartu debitnya. Dwi tersenyum lebar. Kakaknya itu pengertian dan tahu saja apa yang dirinya butuhkan.

"Nadia boleh menikmati juga kan?"

"Dia yang utama."

"No limit kan?"

"No limit." Dwi mengangguk puas, mencium kartu debit sang kakak sebelum memasukkannya kedalam dompetnya.

"Kunci mobil." Eka menyerahkan kunci mobilnya. Dwi kembali mengangguk puas.

"Senang berbisnis dengan mas Eka." Dwi menjabat tangan sang kakak yang hanya dibalas anggukan kecil. 

"Pangeran siap mengawal tuan putri Nadia." Dwi berkata lalu bergegas keluar dari rumah dan segera membawa mobil kakaknya yang berwarna kuning itu. Dwi sudah seperti optimus prime yang naik bumble bee. Sayang dirinya tidak bisa berubah jadi container, tapi dari badan, tampang, dan isi dompet sudah mirip optimus prime, full body, full handsome, full money.

Dwi mengantar Nadia windows shopping sebelum gadis pujaan kakaknya itu memutuskan hendak membeli yang mana, Dwi sudah lebih dulu menenteng lima kantong belanjaan. Jangan salahkan Dwi yang berbelanja dulu karena saat Nadia diatanya ingin belanja apa, gadis itu malah bingung. Jadinya bukan Dwi yang mengantar Nadia belanja tapi Nadia yang mengantar Dwi belanja.

"Kamu yakin ndak ada yang mau dibeli Nad? Baju-baju haram gitu buat menarik dan merangsang mas Eka saat malam pertama?" Dwi bertanya sambil menikmati es cream, sementara Nadia meneguk habis air mineralnya.

"Malam pertama itu ngga butuh baju dek, yang ada malah lepas baju. Mas Eka itu ngga usah dipancing sudah makan umpan."Dwi mengangguk setuju.

"Duh bingung aku. Menurut kamu kalau mas Eka aku belikan jam tangan dia mau pakai ngga ya?"

"Kok beli jam tangan? Memangnya kamu punya uang buat belikan mas eka jam tangan?"

"Pakai kartu mas Eka lah. Masa dari tadi yang belanja kamu dek, mas Eka yang punya uang ngga belanja."

"Mas Eka mau kamu yang belanja. Kamu dari tadi jajan makanan terus. Kalau sampai baju kebayamu ndak muat pakai sarung saja pas resepsi."

"Tidak mungkin tidak muat, kamu tenang saja, baju kebayaku sudah aku besarin satu senti. Pasti muat kalau hanya ditambah batagor, siomay, es pisang ijo, dan telur gulung."

"Terserah kamu saja kalau begitu. Kenapa tiba-tiba pengen belikan mas Eka jam tangan?"

"Biar kalau mas Eka lihat jam selalu ingat aku. Kaya lagunya bapak itu loh dek, mau makan ingat kamu, mau mandi ingat kamu, mau tidur ingat kamu, mau selingkuh ingat kamu." 

BUKAN CINTA SEGITIGAWhere stories live. Discover now