Ya, ia pun masih ingat kejadian itu. Kejadian dimana ia sangat ketakutan tepat saat jam pelajaran hingga membuat satu kelas mencoba menenangkannya. Kira-kira itu saat dirinya mulai masuk SMA.
"Semoga aja nggak ada lagi suara petirnya," ucap Adel penuh harap. Terdengar suara helaan nafas dari Naomi, sahabatnya itu sepertinya pasrah dengan sikap kekeuh Adel. Perlu Naomi akui bahwa Adel adalah anak yang begitu kuat, di saat dirinya tidak baik-baik saja ia masih bisa tersenyum manis di hadapan banyak orang, selalu menutupi kesakitannya agar orang lain tidak tahu apa yang sebenarnya dirasakannya. Adel juga tidak pernah mau menyusahkan orang lain, kecuali saat ia benar-benar butuh orang lain. Naomi pun masih tidak menyangka bahwa hidup sahabatnya itu penuh penderitaan, mengingat bagaimana sikap kasar ibunya Adel terhadap Adel sendiri.
"Oh iya, kamu udah makan malam belum?"
Adel pun menatap mangkuk mienya yang tidak tersentuh lagi. "Udah kok, kamu sendiri udah makan?"
"Udah, barusan selesai. Kamu makan sama mie lagi ya? Del, kan Mama udah bilang buat jangan makan mie terus, kalau kamu mau makan ya di sini aja, sebelum pulang ke rumah. Aku takut lho kamu sakit," ujar Naomi seperti seorang ibu yang menceramahi anaknya. Adel pun kembali tersenyum.
"Siapa bilang aku makan mie? Aku makan soto ayam kok, tadi sempat mampir beli sebelum sampai rumah," dustanya karena tidak mau membuat Naomi dan Mama Adina kembali khawatir.
"Beneran? Alhamdulillah deh kalau kamu nggak makan mie terus. Ya udah aku tutup dulu teleponnya ya? Habis ini kamu langsung tidur ya, Del. Aku juga udah di suruh tidur sama Mama."
"Iya Nao, selamat istirahat ya. Assalamualaikum," ucap Adel memutuskan sambungan telepon.
Ia pun menghela nafas sambil menyandarkan punggungnya pada tembok yang terasa dingin. Rasanya sepi sekali, sebenarnya suasana seperti ini sudah biasa ia rasakan tapi entah kenapa Adel tetap saja merasa tidak terbiasa. Tiba-tiba saja ia merindukan sosok ibunya untuk menemani malam yang sunyi ini. Tanpa terasa air matanya mengalir di sudut mata yang terpejam. Kapan sikap ibunya seperti dulu lagi, ia sangat merindukan hal itu?
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang membuat Adel tersadar.
"Itu pasti ibu," gumamnya merasa senang. Ia pun segera melangkah ke arah pintu dan membukanya. Senyum senang yang terpantri di wajahnya seketika luntur mengetahui bukan ibunya yang datang, melain tetangganya yang merupakan seorang wanita
"Mbak Dita? Ada perlu sama aku atau ibu?"
"Sama kamu Adel," jawab Mbak Dita.
"Ya udah, masuk dulu Mbak. Di luar juga dingin banget," Adel membukakan pintu rumahnya lebih lebar. "Mbak Dita baru pulang kerja atau gimana?" tanya Adel lagi ketika Mbak Dita ikut masuk ke dalam rumahnya.
"Iya Del, aku baru aja pulang kerja. Aku mau kasih tahu ke kamu, katanya kamu lagi butuh kerjaan kan, aku ada kerjaan tapi nggak tetap, kamu mau nggak? Soalnya EO tempat kerjaku memang sedang butuh tenaga tambahan karena dapat order yang lumayan besar."
"Aku mau Mbak, nggak apa-apa kalau nggak tetap yang penting aku kerja. Kapan acaranya Mbak?"
"Besok, itu pun kerjanya dari siang sampai malam. Kamu bisa?"
Adel pun segera mengangguk cepat sambil tersenyum senang. Malam ini ia tidur dengan perasaan senang, meski bukan mendapatkan pekerjaan yang tetap tapi Adel amat sangat bersyukur karena Tuhan mendengar doanya. Lagi pula besok masih dalam masa perkenalan dan dipastikan pulang cepat, karena di sekolah Adel terdapat sistem ganti kelas setiap tahun ajaran baru. Untungnya ia masih diberi kesempatan untuk tetap satu kelas bersama Naomi.
ESTÁS LEYENDO
Result Of Mistake
Ficción GeneralSama-sama berusia muda, sama-sama masih ingin merasakan kebebasan namun karena satu kecerobohan yang diperbuat semua berubah dalam sekejap. Menjalin sebuah ikatan dengan cara terpaksa merupakan mimpi buruk bagi keduanya. Bersama tanpa cinta seperti...
✨ 03. Anak Yang Menyedihkan ✨
Comenzar desde el principio
