Bab 1- Northiron

1K 67 12
                                    

Peluh kembali menetes meski punggung tangan sudah mengusap beberapa saat lalu. Ia melepas helm yang wajib digunakan pekerja proyek berwarna kuning sebentar, mengusap keningnya sekali lagi sebelum mengelas besi baja di hadapannya. Empat pekerja lain yang ada di dek atasnya tengah berdiskusi, kemudian mereka masuk ke lift proyek, lift berhenti di lantai di mana dirinya berada.

Pria berhelm warna merah mendekat, menanyakan apakah ada kendala dengan pekerjaannya? Ia menjawab tiada kendala apa pun. Peluit proyek berbunyi nyaring, tepat pukul lima sore, tanda semua kegiatan proyek dihentikan. Ia dan semua pekerja proyek yang berada di gedung bergerak ke lift, obrolan mulai terdengar. Apalagi jika bukan soal kendala yang mereka hadapi, sebagian melaporkannya dan sisanya turun dan pulang ke rumah masing-masing, termasuk pria yang ditaksir berusia tiga puluhan itu.

Jalan keluar dari proyek dipenuhi para pekerja yang rata-rata berjenis kelamin pria, di pertigaan jalanan menanjak bus masih menunggu di halte, mereka yang memerlukan jasa transportasi umum bergantian masuk, mencari tempat duduk dan melepas penat. Ia mengambil tempat duduk dengan jendela, tak hanya pendingin ruangan terpasang di sana, melainkan matahari Sabtu sore terasa indah dilihat.

"Kau ada acara nanti malam? Ayolah, kita minum kopi," ajak lelaki di sebelahnya. "kau selalu menolak ajakanku, dimarahi istrimu, huh?"

Pria yang diajak bicara hanya tersenyum. "Boleh, jam brapa?"

"Jam 9, di kedai kopi Stufflè, awas kalau enggak datang!" seru pria di sampingnya sembari terkekeh.

"Ya."

Rumah susun Elisaveta sudah terlihat dari halte, bus berhenti dan hanya dua orang yang turun, dirinya dan pria tua yang tinggal di rusun lain. Mereka berpisah di seberang jalan, pria berhelm kuning memasuki halaman rusun dan menaiki anak tangga sampai lantai tiga. Biasanya orang pada umumnya akan letih begitu sampai, tetapi ia tidak. Ia tetap berjalan santai dan mendatangi pintu rumahnya bernomor tiga puluh sembilan.

"Kau sudah pulang?" sapa seorang nenek bertubuh kurus menatapnya.

"Ya." Pria itu menjawab seraya tersenyum.

Nenek tua itu mengangkat tangan seolah menyuruh pria itu masuk ke rumah. Nenek tua itu menutup pintu rumahnya dan berjalan setengah membungkuk sembari menggendong tangan ke belakang. Hanya nenek tua itu satu-satunya tetangga sebelah yang rajin menyapa, tak seperti penghuni lain terlalu kaku dan individu. Pria yang sering dipanggil Mr. K karena pelafalan namanya susah diucapkan, menurut mereka yang sering berinteraksi dengannya.

Ia meletakkan helm di rak balik pintu, sementara tangan lain melepaskan seragam. Baju itu diletakkan di mesin cuci bersama pakaian lain dan menuang sabun cair beserta pelembut pakaian, mulai bekerja membersihkan bersamaan dengan dirinya pergi ke kamar mandi, mengusir semua keringat dan bakteri yang menempel di tubuh. Ketika sudah mengeringkan tubuh dan memakai celana pendek, sebuah bunyi menarik perhatiannya. Ia berhenti bergerak, menajamkan telinga, lalu mendekati pintu utama. Ia mengintip dari lubang kaca di pintu, tak menemukan sesosok manusia pun.

Pria itu menganggap tengah berhalusinasi mendengar sesuatu, tetapi belum lama terdengar kembali suara seperti pintu digedor oleh seseorang. Lantas dengan sekuat tekad ia membuka pintu, mengira jika menemukan orang iseng, tetapi ia salah!

"Bhaaa!" seru anak kecil perempuan mendongak ke atas dan air liurnya menetes. Sepertinya, anak kecil berusia sekitar dua belas bulan itu terjatuh setelah bersandar di pintu.

Mr. K menghela napas dan berjongkok dengan bertumpu satu kaki saja. "Kau kabur dari rumah, ya? Di mana baby sitter-mu, hmm?"

"Hannamautanahwoo!" celoteh si Bayi seraya tertawa riang.

Lunisolace [The End] Repost Where stories live. Discover now