📍| 4

116 16 2
                                    

"Apa? Mau bilang apa?!" bentaknya.

"Aku benar, tambah dewasanya aku Ayah gak pernah bisa bahagiain Bunda! Dan itu fakta!!" Marahnya.

"Ayah bisanya cuma ngungkit² uang yang udah ayah kasih ke bunda! Uang segitu gak cukup yah, ayah gak tau keperluan apa aja yang di butuhin" ungkapnya.

"Setiap ayah pulang kerja dan gak bawa uang, ayah tau apa yang aku rasain ke ayah? Ayah pergi sia-sia, buang-buang duit! Ayah pergi jauh-jauh gak ada hasil! Bisanya sampai rumah marah-marah, ngeluh" tambahnya lagi.

"Aku capek yah! Liat ayah sama bunda bentrok setiap hari! Aku kerja, pulang kerumah pengen istirahat gak tenang!! Mau sampai kapan ayah bikin bunda sakit hati terus??! Mau sampai kapan ayah bikin aku benci sama ayah?!" Tangis pecah bahkan emosinya sudah tak terkendali.

"Kalau usaha ayah cuman sampai sini aja, mending ayah sama bunda cerai aja. Dari pada aku sama adek terus-menerus liat kalian begini, yang ada bikin adek terpengaruh!" Finalnya.

"Cela..." Lirih sang bunda menatap sang anak.

Ah, sepertinya mereka sudah membuat hati anak mereka terluka cukup dalam.

"Kalau ayah tanya apa alasan aku bilang begitu, banyak yah. Dan aku juga butuh banyak penjelasan, tapi Cela tahan! Karena Cela tau Cela gak boleh mentingin diri Cela sendiri" sang ayah terdiam kaku.

"Terkadang Cela menyalahkan diri Cela sendiri saat Cela harus pisah sama Glen, seorang adik yang Cela tunggu-tunggu kehadirannya" di saat itu hati Cela semakin teriris ketika mengingat kejadian tiga belas tahun yang lalu.

"Sampai sekarang pun Cela gak pernah tau benar gimana kronologi kejadian waktu itu. Ayah yang punya hutang mengharuskan adek yang di bawa oleh nenek, dan aku yang tau bahwa seharusnya aku yang di posisi itu namun tidak jadi" jelasnya.

"Aku juga sempat berpikir, bagaimana jika dulu aku yang berada di sana? Mungkin aku tidak akan merasakan sakit hati setiap harinya dari kalian. Tanpa sengaja kalian menghancurkan mental anak kalian, kalian tidak tau tapi itu yang aku rasakan!" Tangis Cela pecah kembali.

"Sudah cukup aku menahan semua itu, kini saatnya aku mengatakan apa yang sudah aku pendam selama sembilan belas tahun!!!" Mata Cela memerah, matanya memancarkan kebencian, kesedihan dan kekecewaan yang tidak pernah di ketahui kedua orangtuanya.

"Setiap malam aku selalu menangis, mengeluh pada yang di atas. Andai bukan Glen yang di sana pasti bagus, andai aku tidak pernah terlahir pasti bagus, andai aku tidak memiliki orang tua seperti kalian. Itu yang aku pikirkan" Cela terjatuh kelantai, ia menangis sejadi-jadinya.

Kedua orangtuanya tak kuasa melihat Cela yang anaknya seperti itu.

Yang mereka tau Cela adalah anak yang kuat, ceria, jarang menangis, dan tidak pernah membantah atau menentang mereka.

Cela selalu menuruti apa yang mereka katakan, sehingga suatu saat tiba kejadian ini.

Cela yang tak kuasa untuk menahan semuanya lagi, pada akhirnya ia melupakan semuanya.

"Maaf, maafkan Cela kalau Cela bukan anak yang baik, maafkan Cela kalau Cela sering menyusahkan Ayah dan Bunda" ucapan maaf Cela membuat kedua orangtuanya semakin tidak bisa berkata-kata.

Cela terus menangis, ia meluapkan semua perasaannya di depan kedua orangtuanya.

Ia sudah tidak bisa memendamnya lagi, semakin ia diam semakin buruk akibatnya nanti.

🍂

Usai kejadian tersebut, Cela pergi bersama yang lain untuk mencari keberadaan Zeno.

Tak kunjung di temukan, kemana perginya pemuda bernama Zeno tersebut, yang lebih di kenal dengan sebutan Tuan Muda Ze.

"Sudah sebulan lebih kita mencari, sebenarnya kemana sih anak itu" gerutu Pandu.

Namun sayangnya Cela tidak mendengar apa yang Pandu katakan.

Matanya menatap ke depan, seolah-olah tidak memiliki tujuan, tatapannya kosong seperti tidak ada nyawa dalam dirinya.

"Kau baik-baik saja kan Cela" ucap Pandu namun tidak ada reaksi pada Cela.

"Cela.." Pandu memegang bahu Cela membuat dirinya terkejut.

"Eh, kenapa? Zeno udah ketemu?" Tanyanya Bingung.

"Kau baik-baik saja?, jangan ngelamun kayak gitu" ucapan Pandu membuat Cela tersenyum tipis. Sangat tipis hingga Pandu hampir tak bisa melihatnya.

"Gak ada kok, gue cuma kurang tidur aja tadi malam" alihnya.

"Cela, kamu bisa cerita sama aku kalau kamu siap. Atau ke anak-anak juga boleh, jangan di pendam sendiri ya" Cela mengangguk.

Ah, ia lupa bahwa Pandu tidak bisa di bodohi untuk masalah seperti ini.

Dan untuk masalah seperti ini, sering kali Pandu lah yang ada saat Cela mengalami masalah.

Anehnya pria itu tidak pernah bertanya pada dirinya, justru Pandu hanya mengatakan tidak apa-apa, kau baik-baik saja? Ceritalah saat kau sudah siap.

Hal itu kerap sekali di katakan pada Pandu ke Cela.

"Kira-kira Zeno bakal pergi kemana kalau kayak gini ya?" Tanyanya.

Teman-teman Ze jarang memanggil ia dengan nama bagian depannya saja.

Karena menurut mereka nama Zeno lebih enak di dengar dari pada Ze saja.

Bahkan kedua orangtuanya dan juga saudaranya memanggil Ze dengan sebutan Zeno.

Berbeda dengan Rea, ia lebih suka memanggil Zeno dengan sebutan Ze.

Karena menurutnya itu terdengar lucu dan keren di telinganya.

Maka dari itu Zeno mulai dikenal dengan sebutan Ze oleh orang-orang karena Rea yang sering memperkenalkannya dengan sebutan Ze.

Hingga pada akhirnya muncullah sebutan Ze, yakni Tuan Muda Ze.








































































I'm sorry guys, ceritanya gak terlalu fokus ke Ze ataupun Rea di bab ini.

Because, author juga pen buat konflik buat yang lain juga hehe.

And tetap enjoy ya (⁠≧⁠▽⁠≦⁠)

See you in the next part

Tuan Muda Ze Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang