7

722 79 4
                                    

Makan malam telah usai. Tidak ada yang membuka topik seperti biasa, malam ini terasa begitu dingin dan asing.


"aku ke kamar ya yah..."

Katamu sembari membawa piring kotor untuk segera di cuci.

"kamu malam ini temenin ayah yuk sebentar? Ayah mau cari angin"

Kamu menatap heran ayahmu. Terlalu banyak anomali dalam kalimat ajakan tersebut seperti cara dia mengajakmu yang terkesan lembut atau kenapa jalan malam malam begini?

"malem kayak gini? Tumben?

"emang gak boleh?"

Kamu yang kini membelakangi ayahmu sebisa mungkin menahan tangis. Tangan di kepalkan, juga nyeri sekujur tubuhmu. Kamu merasa tidak sanggup hanya untuk sekedar menatapnya, apa lagi harus berduaan denganya.

"sama si adek aja"

Katamu.

Hening, tak ada yang membalas perkataanmu.

"udah ya? Kakak ngantuk, besok ada kelas juga"

Kamu segera ke kamar dan mengunci pintu. Mematikan semua lampu, kini kamu membiarkan gelap malam menemanimu.

🍀🍃🍀

Pagi ini terasa seperti biasa, tak banyak yang bercakap. Kamu berjalan menuju dapur dan mengambil dua lembar roti, mengoleskan selai pada roti itu dan memakanya di tempat. Dihadapanmu kini kamu melihat ayahmu tengah minum kopi dengan kacamata sebagai alat bantu untuk membaca artikel pagi. Tak ingin banyak kata, kamupun segera pamit kepada ayahmu hendak pergi ke kampus.

"hati hati kak"

Kalimat itu.

Kamu tidak paham tentang apa yang pria itu inginkan darimu. Sejak tadi malam dia bersikap lebih tenang kepadamu. Sorot matanya menunjukan banyak kekecewaan juga kesedihan.

Kamu tidak paham tentang apa yang pria itu inginkan darimu. Semua sikapnya membuat hatimu lembek, kamu mudah menangis dengan semua sikapnya yang mungkin akan terlihat biasa saja jika orang lain yang melihatnya.

Sedikit perhatian darinya mampu membuatmu luluh. Seakan kamu menjadi orang yang paling sering menyakitinya, kamu merasa semua hal yang kamu lakukan kepadanya tidaklah pantas dan kamu lah ya g seharusnya meminta maaf.

"iya yah..."

Jawabmu singkat tanpa menatap pria itu.

🍀🍃🍀

Sore ini kamu terjebak pada kursi samping kemudi karena ayahmu menjemputmu pulang.

Ya, dia menjemput mu pulang.

Kamu mengepalkan tangan sembari mata fokus pada keadaan diluar. Belum ada percakapan yang keluar, kamu tenggelam dalam benakmu, menerka nerka tentang apa yang akan terjadi nantinya.

"gimana kak di kampus?"

"ya...biasa aja"

"oh..."

Hening, lagi lagi hening.

"lagi banyak tugas kak?"

"eum...enggak sih yah, cuma sekarang lagi deadline skripsi aja"

Hening lagi.

"tumben ayah jemput kakak"

Katamu dengan tetap tidak menatap pria itu.

"tadi pulang sekalian lewat, ya udah ayah jemput"

Lagi hening kembali.

"kakak ada deket sama cowok?"

"eh? Eung...enggak kok yah"

Ayahmu hanya mengangguk mengerti.

"kemarin kakak tidur dimana?"

Ayahmu kini menoleh kearahmu, menatapmu dengan tatapan khawatir.

"di rumah temen kok yah..."

Tak lama dari percakapan itu kalian sampai di depan rumah. Kamu turun dari mobil, disusul ayahmu dari belakang.

"kak"

"iya?"

Ayahmu memelukmu.

Dia memelukmu erat.

Sebisa mungkin kamu menahan tangis, tidak ingin terlihat lemah di matanya.

"ayah sayang sama kakak"

"eum...kakak juga sayang ayah"

Jawabmu seadanya.

Pada sore itu kamu yakin jika kalian sudah berdamai. Tak ada kata maaf yang terlontar, tapi kamu tau jika kini ayahmu ingin memulai halaman baru untukmu.

Anak perempuanya yang sering kali ia sakiti.

daddy issues Onde as histórias ganham vida. Descobre agora