2: Persetan dengan rumor

33 4 0
                                    

Sudah dua hari sejak menghilangnya siswa di kamar mandi, tetapi tidak ada berita kehilangan atau berita pencarian. Entah apakah kejadian waktu itu hanya halusinasi Biru atau memang tidak ada kerabat dan teman yang peduli pada bocah itu. Biru sempat terpikir tentang rumor yang beredar. Ia bahkan penasaran, apakah siswa itu pernah menyentuh atau berinteraksi dengan kursi legenda yang dimaksud. Jika memang rumor itu benar, Biru bertanya-tanya, bagaimana bisa dirinya masih tetap utuh. Apakah rumor itu hanya sekadar rumor, atau memang ada sesuatu di baliknya, dan waktu Biru belum tepat?

"Jangan ngelamun terus. Maju, antrian udah jalan."

Gerombolan manusia berdesak-desakan di bawah sinar terik matahari. Setiap dari mereka membawa sebuah buku, serta beberapa aksesoris horor. Ada juga yang mengenakan kostum horor. Pemandangan saat ini lebih mirip dengan halloween.

"Panas banget. Ini panitia nggak menyiapkan tempat berteduh, apa?" ucap Biru setelah beberapa saat.

"Tadi, kan, udah gue suruh bawa payung, tapi, lo ngeyel." Orang pertama menjawab.

"Ya, nggak nyangka kalau bakal sepanas ini. Apalagi nggak ada tempat berteduh di sini. Ngide banget, deh, ngadain acara fan meeting di lapangan."

"Udah, jangan ngomel terus. Sana maju! Antriannya udah jalan."

"Ah, panas banget, Dot. Nggak kuat gue. Beli es dulu aja, yuk."

"Ya Allah, Shabiru. Kita udah ngantre dua jam ini, dan tiba-tiba lo pengen keluar dari antrean?" Farel mengusap wajahnya kesal. Ia pandangi pemuda di depannya. Kalau saja pengendalian dirinya buruk, sudah tentu pemuda di depannya itu kena pukul.

"Serius, lo, mau keluar dari antrian?" tanyanya memastikan. Sebab tak jarang, Biru akan berubah pikiran dan menyesal, lalu uring-uringan. Siapa lagi yang akan menjadi pelampiasan rasa kesal Biru kalau bukan Farel?

"Iya, panas banget. Terserah, deh, gue dapat antrean terakhir juga nggak apa-apa."

"Serius seratus persen, nih?"

"Iya ... "

"Satu ... Dua ... Ti-"

"Stop, ayo cepet beli es."

Biru lalu menyeret Farel keluar dari barisan.

"Heran, nama lo Shabiru, tapi nggak ada sabar-sabarnya," omel Farel saat ia diseret ke belakang barisan.

Masih ada puluhan orang di depan antrean dan bahkan lebih banyak lagi orang yang mengantre di belakang. Jika Biru lebih sabar, sebenarnya ia sudah dekat bertemu dengan idolanya. Ini fan meeting pertama dari penulis novel bertema horor dan misteri favoritnya, sejak novel berjudul Tujuh Misteri Asrama Wanita menjadi Best Seller, bahkan masuk nominasi novel misteri terbaik.

Biru sudah sangat menantikan momen ini sejak satu bulan yang lalu, dan pagi tadi Biru mengganggu tidur Farel pukul lima pagi tepat. Ia nekat datang ke rumah Farel sambil menenteng koper. Senyumnya sumringah, tidak menyadari bahwa sang empunya rumah menemuinya dalam keadaan setengah sadar dan acak-acakan. Pada akhirnya, Biru dibiarkan berkutat dengan aktivitasnya sendiri, dan Farel melanjutkan tidurnya.

"Es kapal enak kali, ya. Ada yang jual nggak, ya."

"Nggak usah es kapal, es kapal. Kemarin, lo beli es doger, satu jam kemudian tenggorokan lo sakit. Beli es jeruk aja."

"Beli es krim aja, deh. Yuk, ke Indomei, aja."

Mereka berdua berjalan menuju Indomei yang ternyata juga ramai dipenuhi orang. Sebagian besar mereka adalah penggemar yang datang ke fan meeting.

"Biru, balikin jajannya ke rak, lo nggak bisa makan micin. Beli yang wafer aja."

"Biru, ngapain lo ambil kopi? Asam lambung, balikin."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 22, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The RoomsWhere stories live. Discover now