Kemudian,

Warga-warga disana tiba-tiba berlutut, memejamkan mata serasa menempelkan kedua telapak tangan mereka di atas kepala.

Kata-kata aneh keluar dengan keras dari masing-masing mulut mereka.

Sourin, juga ikut berlutut dan memejamkan mata, seperti warga-warga lainnya.

Minji kini mengambil perannya, maju lebih dekat dengan tubuh haruto, kemudian dirinya menempelkan buku yang terbuka lebar itu tepat di atas perut haruto.

Tangan kirinya menahan buku itu, sementara tangan kanannya menempel di atas dadanya sendiri, gadis itu memejamkan matanya erat serasa merapalkam berbagai macam kata-kata asing.

Jari-jari haruto bergerak mencengkram permukaan meja tersebut hingga terbentuk garis - garis seperti cakaran.

Kening pemuda itu merengut tebal, dirinya begitu kesakitan namun matanya masih belum bisa terbuka.

Kaki haruto bergerak gelisah,



"Akh!!."

Tanpa membuka mata, kedua tangan haruto secara refleks meremat tangan minji yang ada di atas perutnya,

Berusaha menyingkirkan sesuatu yang di dalam pikirannya seperti akan menembus perut ratanya.

"hak-hh.."

Nafas haruto tercekat, bukan hanya perutnya tapi kini jantungnya seolah akan di cabut.

Rasa sesak menggerayangi jantungnya,

Entah tekanan apa yang ia rasakan tapi sekarang ini rasanya benar-benar sakit, seluruh tubuhnya sakit,

"Berikanlah kami kemakmuran! Maka akan kami beri balas kepadamu!."

Mata haruto tiba-tiba terbuka dengan lebar, bola mata itu seperti akan keluar saat merasakan sesuatu berusaha menerobos keluar dari perutnya.

Minji sedikit kesakitan karena tangannya yang ada di atas perut haruto di remat kuat oleh si empunya, haruto meremat lengan minji hingga lengan gadis itu memerah, seolah memberitahu bahwa ini benar-benar sakit.

"hak-k..."

Mengenyampingkan rasa sakit, minji melanjutkan kata-katanya yang sempat tertunda tadi,

"Kami hantarkan kepadamu! Kami persembahkan! Kami tumbalkan anak dan i-











Srak!


















BUGH!!!








Minji tersungkur di tanah karna jambakan dan pukulan di kepalanya dari seseorang, tangannya terlepas dari atas perut haruto begitupun dengan bukunya.














nging....














































Seketika sunyi kembali melanda, api unggun tiba-tiba mati, para warga yang sudah bersujud ditanah tadi tiba-tiba pingsan tergeletak begitu saja.

Srak

"hiks.."

Srak

Jeongwoo, dengan segala tenaga yang ia punya sedikit berlari ke meja panjang di depannya, langkah pemuda itu tertatih. Melihat dengan mata kepalanya sendiri kondisi menyedihkan sang istri disana.

Terbaring tak berdaya dengan tubuh terlilit.





Brak!

Jeongwoo dengan cepat membuka lilitan di tubuh haruto, air mata pria itu semakin deras saat melihat wajah pucat sang istri.

Ketika lilitan sudah terlepas semua, jeongwoo menyelipkan lengan kirinya di bawah leher haruto dan lengan kanannya di bawah kaki pemuda itu,

Namun,

Satu yang membuatnya membeku seketika,

Ketika merasakan cairan hangat mengalir deras, dari kaki istrinya. Tanpa melihat pun jeongwoo tau itu apa, jeongwoo tau itu adalah darah.

Mata pemuda itu membulat sempurna,


"PARK JEONGWOO!!."

jeongwoo langsung teralihkan saat mendengar teriakan dari Jake di ujung sana.

Dirinya kemudian dengan secepatnya menggendong haruto dan menuju parkiran mobil, yang penting sekarang adalah keselamatan.

Jeongwoo terus berlari, memegang erat tubuh tak berdaya istrinya yang dia bawa,

"Sabar haruto..."















Jake termangu saat sampai di tempat upacara mereka. Semuanya tergeletak tak sadarkan diri termasuk minjinya. Api unggun kebesaran mereka hangus, tempat pemujaan mereka juga hancur.

Jake diserang takut yang mendalam saat melihat situasi ini,

Tetua mereka marah, dan prosesi tumbal mereka gagal. Dirinya akan mati, dirinya dan semua warga disana akan otomatis mengorbankan diri mereka sendiri, yang menjadi tumbal, adalah mereka sendiri sekarang.

Jake jatuh berlutut, dirinya menangis, entah apa gunanya menangis sekarang.
































- Have Fun -

Have Fun  - JeongharuWhere stories live. Discover now