"Minji."

"hm?."

"Kalo ini semua udah selesai, ada yang mau gue bicarain sama Lo."

Minji menatap Jake sedikit aneh, "bicarain sekarang aja, kenapa harus nunggu nanti?."

Jake tak menjawab, dirinya hanya tersenyum sembari mendekat dan berdiri tepat di depan minji.

Tangan pemuda Aussie itu terangkat untuk mengelus Surai lembut milik minji, minji yang mendapat perlakuan seperti itu membeku seketika,

"Gue tau Lo baik, masalah turun temurun ini nanti kita selesaikan. Gue maunya hidup normal sama calon istri gue." Kata Jake mantap, lalu setelahnya ia pergi berlalu untuk menyusul jeongwoo dan haruto.

Minji tersenyum dalam diam, karna sebenarnya dirinya juga tersiksa dengan aturan seperti ini.

"Maafin gue.. Jake.."

































"Can i have this?."

Haruto menunjuk satu makanan yang terbungkus daun pisang.

"Wait- pak, ini isinya apa?."

Haruto kaget, sejak kapan suaminya bisa berbahasa Thailand? Wah wah dirinya sudah meremehkan jeongwoo selama ini.

"Ini isinya pulut putih."

Jeongwoo mengangguk, lalu kembali bertanya "apa aman untuk orang hamil?."

Si paman penjual melirik haruto yang sedari tadi menyimak pembicaraan mereka,  kemudian si paman mengangguk mantap.

"Boleh."

"Aku beli ini, 4."

Si paman mengangguk lalu menyiapkan pesanan mereka, saat sudah selesai jeongwoo memberikan plastik berisi pulut itu pada Haruto yang masih ngebug.

Jeongwoo gemas lalu mencubit Pipi haruto, "saya bukan cuman cinta sama kamu, tapi hidup kamu juga." Katanya, lalu menarik haruto berjalan kembali.

Kalau kata haruto, punya pasangan kaya jeongwoo itu bikin panas dingin. Kerjanya ngagetin mulu.

Mereka menjelajahi banyak stan makanan dan jualan yang lainnya, melihat penjual memasak langsung makanan di depan pelanggan, wanita-wanita menjahit songket, ada juga penari tradisional dan banyak lagi.

Haruto sangat senang, dirinya belajar banyak hal disini, melihat banyak hal, dan akan menyimpan dalam-dalam di memorinya tentang hari indah ini.

"Ahli bedah Park Jeongwoo?."

Haruto dan jeongwoo menoleh ke belakang, haruto tidak tau itu siapa tapi jeongwoo kenal.

"Ahli syaraf Kim Doyoung?."

Kemudian keduanya tergelak dan saling berbentur bahu, salam sobat.

"Ngapain Lo disini? Liburan juga?." Tanya jeongwoo

"Ya Lo kira Lo doang yang bisa liburan? Gue juga kali." Balas si teman.

Jeongwoo manggut-manggut lalu melihat di belakang doyoung ada seorang pemuda yang lebih pendek dari temannya itu.

"Siapa tuh? ." Kepo jeongwoo.

Doyoung menarik pemuda itu agar berdiri disampingnya, "Kim Yedam, bini gue." Katanya.

"Shit! Kapan nikahnya? Asli sih lo lupa teman." Jeongwoo mendramasitir.

"Ya.. kemarin udah kerumah Lo tapi cuman ada haruto jadi gue titip undangan ke haruto- btw lo sendirian kesini?." Doyoung celingukan melihat ke samping jeongwoo.

"Kagak, ada haru-

Jeongwoo menoleh ke belakang dan damn! Suami manisnya sudah tidak disana.

"Haruto?!."

Asik bercerita jeongwoo tidak sadar sudah melepas si manis dari genggamannya.

"Haruto kamu dimana!." Jeongwoo meninggalkan doyoung begitu saja dan berlari tak beraturan mencari harutonya.

Sementara haruto juga sibuk berjalan cepat, mengejar seorang anak kecil. Ya, anak kecil yang ia lihat malam hari itu.

"Tunggu! adek tunggu!." Dirinya terus berjalan dengan langkah lebar menyalip manusia-manusia asing disana.

Setidaknya ia harus tau itu anak kenapa atau minimal dia harus mengembalikan anak itu ke orang tuanya.

Haruto masih berjalan cepat, hingga tiba-tiba tanpa sadar ia sudah ada di gang sempit, tidak, terlihat seperti labirin, kumuh dan sangat tidak nyaman.

Namun itu semua tidak mengurungkan niatnya untuk terus mengejar anak tadi,

Hingga,

Si anak berhenti di depan sebuah pintu rumah, rumah kayu yang sudah reot dan tidak terurus.

Haruto berhenti kira-kira satu meter dari anak itu, haruto penasaran dengan wajah anak lelaki itu. Pasalnya si anak selalu membelakangi dirinya.

"Apa kamu tersesat?."

Haruto ingin melangkah berniat menghampiri anak tersebut,

Namun,

Dirinya dibuat berdiri tegang saat melihat sesuatu di depannya.

Anak itu berbalik guna melihat haruto, bukan itu yang menakutkan, tapi..

Wajah anak itu,

Di penuhi belatung-belatung yang seolah menggerogoti wajah anak itu, tatapan anak itu sangat menyeramkan apalagi saat senyum terbit di wajah si anak, senyum yang justru menyeramkan.

Haruto bergerak mundur saat anak itu kini berjalan mendekatinya, tubuh haruto bergetar hebat dengan keringat membasahi keningnya,

"Papa.."

Haruto menggeleng pelan, ia benar-benar takut sekarang, ia ingin berbalik dan berlari sekencang mungkin tapi kakinya terasa sangat berat.

"Papa?.."

Haruto menangis sekarang, air mata membasahi pipi pemuda manis itu, bibirnya bergetar.

Lalu terlihat wajah si anak nampak marah dengan bola mata membesar seperti akan keluar, lalu anak itu berteriak,

"PAPAA!!."

"HAA!!."

haruto jatuh terduduk dengan kedua lengan menutupi telinganya, matanya terpejam erat. Rasa sakit menjalar di area perutnya, benar-benar sakit.

"HAA!! sakit!!! hiks! hik- Sakitt!."

Haruto memegangi perutnya yang terasa sangat sakit, dirinya sedikit meremat perut itu karna sesuatu seperti akan keluar dari sana.

"sakit... hiks! Mas jeo..."

Haruto tumbang, kesadarannya menipis, namun sebelum benar benar hilang kesadaran, dirinya sempat melihat jeongwoo berlari kearahnya dan memeluk dirinya, dia merasakan tubuhnya terangkat. Jeongwoo membawanya pergi darisana.

"Bajingan! Kenapa susah banget!!."

"Mereka takdir, saling terikat, gak semudah itu."

















































































- Have Fun -

Tim dodam apa damdo?

Have Fun  - JeongharuWhere stories live. Discover now