TD XV

7.3K 656 39
                                        

"Jadi orang yang lo maksud itu Reena?"

Bukannya menjawab, yang ditanya justru memilih diam seribu bahasa.

"Jawab gue, Adlan." Tekan orang itu. Regard.

"Adlar Ivander Lan!"

Pada akhirnya Regard meninggikan suaranya karena lelaki yang berstatus sebagai adik kandungnya itu tak kunjung membuka mulut.

"Gini cara lo bicara sama yang lebih tua?!" Suara Regard kembali memenuhi ruangan membuat Adlan akhirnya menatap netra tajam lelaki itu.

"Iya." Singkatnya.

"Iya, apa?"

"Reena. Dia orangnya." Katanya menjawab pertanyaan Regard tadi.

"Gak." Dengan cepat Regard menggelengkan kepalanya membuat Adlan menatap tak suak reaksi Regard barusan.

"Lupain kalau orang itu Reena, gue gak setuju." Katanya ingin meraih handle pintu, tetapi terhenti karena Adlan kembali membuka bersuara.

"Lo pikir gue bakal nurut?"

Regard membalikkan tubuhnya menghadap sang adik.

"Adlan-"

"Lemah." Ledeknya seolah menantang membuat Regard menggeram di tempat.

"Jangan buat gue marah sama lo."

"Marah? Harusnya yang marah di sini tuh gue, Regard!"

"JAGA NADA BICARA LO SAMA GUE, BAJINGAN!"

Regard mendekat dan dengan sekali tarikan tangannya sudah meremat kuat kerah kemeja Adlan.

"Si paling gila hormat." Decih Adlan tanpa rasa takut. Regard mengeraskan rematannya hingga kini wajah sang adik memerah karena merasakan cekikan di lehernya.

"Gue bilang enggak ya enggak. Lupain kalau Reena orangnya!" Ucapnya penuh penekanan.

Adlan menaikkan sebelah alisnya. "Jatuh cinta lo sama dia?" Tanyanya dengan nada mengejek.

"Reena cewek baik-baik-"

"KARLINA JUGA CEWEK BAIK-BAIK!"

Bugh

"GUE BILANG JAGA NADA BICARA LO SAMA GUE, ANJING!"

Bugh

Pasrah. Itulah yang dilakukan Adlan ketika Regard kembali memukulnya secara membabi buta.

Sudah biasa.

Puas menghajar wajah adiknya, Regard menjauh dengan nafas memburu, begitu pun dengan Adlan yang sudah terkapar tak berdaya dengan mata terpejam, bibirnya sesekali meringis merasakan nyeri yang luar biasa di seluruh wajahnya, ia rasa tulang hidungnya retak karena ulang tangan Regard.

"Ck, kenapa gak lo bunuh sekalian gue? Biar bisa ketemu Karlina." Ucapnya pelan dengan suara terputus-putus.

Regard berdecih. "Lo mati pun gak bisa ketemu Lina. Dia di syurga, sedangkan lo penghuni neraka." Ucapnya membasuh punggung tangannya yang dihiasi bercak darah dengan air mineral hingga tumpahan air dari atas itu langsung mengguyur wajah tak berdaya Adlan. Kejam memang, dan Regard sengaja melakukannya.

"Ini peringatan terakhir buat lo, jauhi Reena atau lo mati di tangan gue."

Setelah mengatakan itu Regard benar-benar keluar dari ruangan tak lupa membanting pintu.

Adlan tertawa kecil, ntah apa yang ada di pikirannya karena dengan berani ia berucap,

"Dan gue siap mati untuk itu."

.

.

.

"Gue pengen ikut PMM."

Uhuk

Celetukan asal Reena membuat Kaluna yang sedang menikmati makanannya tersedak. Namun, bukannya menolong, Reena justru menyaksikan sahabatnya yang hampir meregang nyawa itu tanpa ingin berbuat apapun.

"Tuhan... Hampir aja gue menghembuskan nafas terakhir,"

Kaluna mendesah lega setelah meneguk habis teh manis dingin milik Reena membuat si empu menatapnya datar.

"Halal untuk mati." Ucapnya membuat Kaluna menoleh ke arahnya.

"Setan! Temen udah cengap-cengap gitu cuma diliatin aja." Umpatnya memukul lengan Reena. Reena tak menanggapi, ia memilih acuh dan kembali fokus pada laptopnya.

Kaluna mendengus, ia ikut melihat apa yang tertampil di layar laptop Reena. "Beneran mau ikut PMM?" Tanyanya yang diangguki si empu.

"Pengen cari pengalaman, kali aja balik sini udah gak jomblo." Katanya kembali dihadiahi pukulan oleh Kaluna.

"Niat lo jelek banget." Ucap Kaluna membuat Reena tertawa kecil.

"Canda. Gue pengen cari pengalaman, pengen bandingin juga sistem kampus kita sama kampus di luar sana." Ujar Reena.

Memang, dari dulu Reena selalu penasaran dengan sistem pembelajaran yang ada di Universitas di luaran sana, terlebih Universitas-Universitas bergengsi. Karena, dari apa yang ia lihat selama ini, teman-teman semasa SMA-nya dulu yang menempuh pendidikan di Universitas yang jauh lebih bergengsi darinya justru terlihat santai-santai saja tanpa beban, berbeda dengan dirinya yang harus pandai-pandai mengatur waktu antara berkuliah, mengerjakan tugas, dan bekerja. Maka dari itu Reena penasaran, ia ingin membuktikan langsung, karena yahh lumayan juga, selain menambah pengalaman, perbandingan berkedok program pertukaran mahasiswa yang akan dilakukannya ini bisa menjadi bahan penelitiannya kelak, kan?

"Kalau untuk perbandingan, kenapa gak sekalian ikut Permata?" Tanya Kaluna membuat Reena tampak berpikir.

"Iya juga sih... Tapi kan Permata udah lewat?"

Kaluna mengangguk. "Makanya itu, kalau niat lo ikut pertukaran untuk perbandingan gue saranin Permata. Tapi kalau PMM lebih baik gausah sama sekali."

"Tapi kan lumayan untuk bahan penelitian Kal? Keren pasti tuh ntar judulnya "Perbandingan Sistem Pendidikan Di Universitas Balangkara Dan Sistem Pendidikan Di Universitas Negeri Galung Tarung" yang ditulis oleh Reena Atalanta——anjay kalau tuh jurnal rilis pasti keren banget gue langsung lulus skip Skripsi." Ujar Reena membayangkan hal tersebut. Lulus? Tanpa Skripsi menghantui? Demi apapun itu impian Reena.

Tak

"Menghayal lo kejauhan." Tukas Kaluna menyadarkan Reena membuat si empu merengut karena sendok stainless itu mencium kepalanya.

"Jangan mikir senengnya doang, pikirin juga ribetnya kalau lo ikut tuh program." Ujar Kaluna. "Persetujuan DPA, Kaprodi, Konversi mata kuliah, belum lagi yang lain segala tetek-bengeknya," Kaluna menatap Reena dari atas sampai bawah. "Gue yakin orang gak mau ribet kayak lo bakal nyerah duluan sebelum berperang." Sindirnya menyepelekan membuat Reena mendengus kesal. Memang benar, jika mengikuti program seperti ini hal tersulit itu justru dibagian administrasinya.

"Terus gue harus gimana?"

"Harus gimana apanya?"

"Supaya lulus skip Skripsi."

Kaluna menatap Reena dengan pandangan dasar bocah gila.

"Mau tau caranya?" Tanya Kaluna yang diangguki Reena. Namun, belum sempat gadis itu memberitahu ide briliannya seseorang lebih dulu menyerobot.

"Jadi simpenan Dosen, dijamin Skripsi, Tesis, Disertasi hengkang dari hidup lo."

Keduanya menoleh pada seseorang yang baru saja mengatakan hal gila tersebut.

"Mau gak? Gue punya nih nomor-"

"Arsen sesad."
"Arsen anjeng."

Selanjutnya, hanya ada tawa menggelegar Arsen yang memenuhi gendang telinga mereka.




































Tbc...

THE DEVIL || JAKE SIMWhere stories live. Discover now