Tapi kejadian itu bukan sekali tapi sudah beberapa kali hingga membuat dirinya tak percaya jika itu karena melawan pencopet. Apa pencopet dapat membuat babak belur anaknya sampai segitunya bahkan ada lebam di sekujur tubuh dan seperti ada hantaman benda tumpul dibagian bahu membuatnya terluka.

"Sudahlah, kita bicarain hal yang lebih penting terlebih dahulu. Nantinya saja mengomelnya setelah kita selesai dengan masalah ini" Ucap Panji menengahi keributan antara anak dan istrinya.

Tatapan Arkan tak pernah lepas dari Refan yang tengah menyeruput minuman dalam kertas dengan satu sedotan tak terlalu besar. Walau dirinya sudah beberapa kali melihat anak itu tapi dia tetap saja tak percaya jika anak ini adalah adik dari Amara, anak yang dulunya bersama Amara saat di cafe dan di danau. Itu adalah orang yang sama, tapi kenapa Amara malah berasa dalam tubuh orang lain disaat dirinya berada dalam tubuhnya sendiri dan juga adiknya Amara dalam wujud aslinya.

"Jadi Amara, Papi tanya sama kamu. Apa kamu bener-bener serius untuk menjalin sebuah hubungan yang lebih serius dengan Arkan? Semua jawabannya ada padamu dan kamu juga yang akan menentukan bagaimana masa depanmu kelak" Tatapan Panji dengan serius menatap putrinya untuk meminta jawaban.

Amara terdiam lalu menatap pria di depannya dan anak yang berada dalam pangkuannya yang kini menatapnya menunggu jawaban yang keluar dari dalam mulutnya. Memantapkan hatinya Amara, mengangguk lalu menatap Papinya.

"Amara yakin buat jalin hubungan yang lebih serius bareng Arkan." Jawab Amara membuat senyum terbit dari sudut bibir Arkan sama halnya dengan Arkan, Anta tak bisa menyembunyikan rasa senang dan bahagianya dengan memeluk tubuh Amara.

Melihat kesungguhan dimata kedua orang itu membuat Panji tak bisa menutupi rasa harunya, putrinya sebentar lagi akan dimiliki oleh laki-laki lain dan otomatis akan meninggalkan dirinya.

"Jadi bagaimana selanjutnya?" Tanya Panji menatap Arkan.

"Kalau bisa saya akan langsung menikahi Amara dan mengadakan acara, secepat mungkin" Ucap Arkan mantap.

"Kalau begitu saya akan membantu untuk acara itu,"

Keputusan sudah dibuat acara pernikahan Amara akan diadakan dia minggu lagi dan itu membuat rasa senang yang dirasakan dua orang itu.

•••••

Kelvin laki-laki duduk di sebuah bangku yang ada di tepi danau dengan wajah murung dia menopang dagunya dengan kedua tangan. Sudah beberapa kali dia menghela nafas panjang lalu menghembuskannya lagi lalu mengulang hal yang sama terus menerus.

Hingga sesuatu menghantam bahunya dan membuatnya dengan kesal melihat pelaku yang membuatnya terkejut ditengah lamunannya. Berdirilah seorang gadis yang kini melangkah menuju bangkunya, tanpa rasa bersalah dia mengambil bola basket miliknya lalu tanpa permisi dia duduk di samping Kelvin.

"Cemberut banget mukanya om, dari tadi aku liatin terus. Kalau ada masalah itu diselesain om bukan malah nompang dagu kayak gitu didepan danau, kalau tiba-tiba kesambet penunggu danau kan serem" Ucap gadis itu melihat Kelvin dari samping.

Kelvin tak menanggapi tapi hanya melirik sekilas kearah gadis di sampingnya yang tengah memeluk bola basket miliknya lalu di mulutnya, sepertinya gadis itu tengah mengemut satu permen tangkai didalam mulutnya.

"Om mau nyoba nggak? Dijamin enak deh pokoknya dan masalah om bisa sedikit terlupakan dengan sensasi permennya" Ucap gadis itu menyodorkan satu bungkus permen yang masih terbungkus. Permen merah yang memiliki tangkainya yang sama dengan milik gadis itu.

Melihat Kelvin yang mengabaikan permennya akhirnya gadis itu menarik tangan Kelvin lalu meletakkan permen itu di sana lalu berkata.

"Jangan nolak pemberian orang om, nggak baik kalau kata Bunda. Gimana nanti kalau orang itu udah nggak ngasih apa-apa lagi buat om disaat om malah nge harapin hal itu"

"Semua orang punya masalah om, tapi pasti ada cara buat nge hadapin nya. Jadi om nggak usah sedih, pasti masalah om bakal cepat selesai dan om bisa nikmati hidup om lagi. Jangan cuma buang-buang waktu dengan terpuruk dengan masalah itu, kita harus bangkit dan hadapi masalah itu, kalau kata bunda sih kayak gitu, soalnya aku cuma copy Kata-kata nya dari bunda" Ucap gadis itu dengan cengiran lalu menggaruk belakang lehernya yang tak gatal melihat reaksi orang di sampingnya. Masih sama, tetap datar tanpa ada perubahan.

"Kalau gitu gimana kalau kita kenalan aja? Nama aku Asyilla, kalau nama om siapa?" Tanya gadis itu mengulurkan tangannya dihadapan Kelvin.

Kelvin sudah tak tahan mendengar ocehan gadis di sampingnya itu yang tak pernah henti apalagi gadis itu memanggilnya dengan panggilan om, dirinya saja geli mendengar sebutan itu untuk dirinya yang masih sangat muda ini.

"Lo siapa sih? Jangan manggil gue om, gue bukan om lo dan satu lagi kenapa lo banyak ngomong sih bikin kepala gue sakit tau nggak" Kesal Kelvin bahkan mengacak rambutnya sangking kesalnya.

"Aku Asyilla om, kalau om siapa?" Kelvin merutuki kebodohan atau kebegoan gadis di depannya ini.

"Udah diam!" Tekan Kelvin membuat gadis bernama Asyilla itu benar-benar menutup mulutnya.

Sudah beberapa menit terlewatkan dengan keheningan yang melanda kedua orang itu. Hingga suara seseorang yang berdiri tak jauh dari sana sepertinya memanggil nama gadis disamping Kelvin.

"Syilla! Ayo kita pulang!!" Teriak orang itu membuat Asyilla menoleh dan melihat seorang laki-laki seumuran dengan laki-laki disampingnya berdiri tak jauh dari sana.

Asyilla menoleh sebentar kearah Kelvin "om, aku mau izin pulang dulu ya. Kapan-kapan kita ketemu lagi, oke" Gadis itu langsung berlaria menghampiri laki-laki itu.

Ingin Kelvin berteriak 'gue bukan om lo anjirr! Kenapa lo malah manggil gue om diumur gue yang masih muda kayak gini!' tapi dia hanya dapat menelan kata itu di dalam pikirannya lalu kembali melihat bagaimana dekatnya gadis itu dengan laki-laki itu, pasti mereka sepasang kekasih pikir Kelvin lalu dirinya kembali menatap hamparan danau didepannya.

•••••

Istri Mas Duda  [End]Where stories live. Discover now