Gigitan Ular

25 3 0
                                    

Beberapa saat kemudian, para tamu koloni lain telah kembali pulang. Karena waktu telah menunjukkan hampir matahari terbenam. Yang kami yakini ketika malam tiba adalah waktu untuk orang-orang bersantai. Namun pada tengah malamnya nanti kami para remaja akan siap kembali untuk memburu hewan untuk makan malam kami satu koloni.

Pohon-pohon penuh dengan burung-burung yang sudah bernaung. Menanti akan ada hari esok yang lebih indah dan cerah akan dijalani. Hidup hanya berdasarkan makan, dan istirahat saja, memang agaknya terdengar membosankan, namun aku pikir hidup dimasa kini begitu biasa dan bertahan dengan era yang ketinggalan.

Aku, Mesha, Aneta sudah memasuki hutan untuk mencari bahan masakan yang kurang. Kami mendapatkan tugas dari Ibu Aneta untuk mencari daun seledri, kentang dan bahan lainnya ditengah hutan. Aku cukup paham bagaimana bahan tersebut cukup mahal dicari trkhusus untuk seledri, karena bau khasnya yang membuat masakan mendapatkan citarasa yang lebih segar dan sedap.

Mesha bilang ia begitu enggan sebenarnya untuk menerima tugas yang diberikan. Padahal beberapa waktu berikutnya ia juga yang akan bertugas untuk mencari buruan bersamaku. Kalau saja Aneta bukan sahabatnya ia pasti akan menolaknya dengan keras.

Sebelah lenganku menggenggam obor menyala, sambil melingkari tas di bahu. Mesha berjalan mengikuti ku dibelakang, dan Aneta yang lebih paham tentang sayuran, dedaunan dan bumbu jalan lebih utama.

Keadaan dingin ini begitu menusuk masuk kedalam pori-poriku dengan sadis. Melihat pula kelincahan Aneta bergerak membuatku hampir terpeleset karena jalannya yang licin terbasahi.
"Mungkin besok atau lain kali, jangan kau ajak aku melakukan hal ini lagi. Sungguh, membuatku muak karena tak ada adrenalin." ujar Mesha yang nampaknya ia mulai kelelahan. Padahal baru beberapa menit kita memasuki hutan.

"Aneta, jangan terlalu cepat langkahmu, kita harus saling bersama jangan berpencar." teriakku kepada Aneta yang mulai menjauh.

"Maka percepat langkahmu, kau bilang akan menyelesaikan ini dengan cepat. Jangan lupakan fokusmu terhadap tumbuhan yang kita cari."

Aneta bersikeras tak mempedulikan kami yang tertinggal. Ia masih sibuk mencari bahan yang akan ditemukan bersinar-kan obor yang ku pegang.

Dan aku masih mendengarkan ocehan Mesha yang berbisik karena tidak rela membantu mencari bahan yang diperlukan untuk memasak daging nanti.

Hingga aku terjerembab ketanah, sebelah kakiku terantuk tanaman berbatang merambat yang ku yakin ini merupakan tumbuhan umbi-umbian. Bisa kentang, Ubi, atau sejenisnya.

Aneta membantuku bangun setelah obor tersebut jatuh dan getahnya berserakan membakar sedikit rumput yang mati kering. Dan Mesha sebaliknya mengambil obor yang jatuh, ini terasa sungguh terbalik. Tapi yang pasti, kami menggali akar tanaman yang terantuk oleh kakiku.

Dengan menggunakan sebatang kayu yang ujungnya runcing, mampu untuk menggali tanah yang gembur ini dengan sangat mudah.

Aneta lalu mendapatkan kentang berbentuk panjang seperti singkong atau ubi. Di sini, kemungkinan tumbuh-tumbuhan berevolusi seiring jaman, sehingga sampai saat ini merubah bentuknya. Begitu kira-kira apa yang  pernah tersampaikan  oleh Nenekku.

Lalu kentang tersebut dimasukkannya kedalam sebuah keranjang rajutan dari kulit bambu yang lumayan besar.
Kembali terkumpul banyak dan setelahnya kami akan mencari  daun seledri sebagai bahan selanjutnya.

Obor kini  dipegang oleh Mesha, dan aku kini kebagian untuk membawa keranjang berisi kentang ini. Sedangkan  Aneta kembali memposisikan dirinya dihadapanku agar terasa lebih unggul.

Burung-burung malam berbunyi, menambahkan suasana mencekam didalam hutan.
Dimana beberapa langkah berikutnya, kami menemukan banyak tanaman seledri disekitar.

Mengejutkannya lagi, Mesha menjatuhkan obor tiba-tiba disaat Aneta hendak mengambil dan memotes beberapa batang tanaman seledri dibawah kakinya.

"Ada apa? Mesha?" teriakku saking anak badung ini suka mengejutkan.

"Aku menginjak benda licin tadi, seperti ekor, atau ular." serunya. yang kuyakin ia hanya takut karena memasuki kawasan yang dimana bulan tidak dapat menyoroti kami saking tebalnya daun dari atas pepohonan.

"Sudah, jangan bikin kami panik."

Sehingga aku memutuskan untuk  mengambil obor yang dijatuhkan Mesha, dan Mesha ku sodorkan keranjang secara bergantian. Dan Aneta sepertinya sibuk membungkuk untuk mengambil tanaman seledri.

Aku berhasil mengangkat obor tersebut, dan menyoroti Aneta yang sibuk. Lalu aku melihat ular berwarna merah berada dihadapan Aneta.

Aneta membangunkan tubuhnya, ia menggenggam beberapa  batang daun seledri. Lalu menaruhnya dikeranjang yang di bawa oleh Mesha.

Yang menjadi pusat perhatianku adalah, lengan Aneta nampak sedikit berdarah.
Aku bertanya perihal lengan Aneta. Namun Aneta sadar, lalu ia mengatakan seperti digigit  hewan atau tergores duri tanaman.

"Apa kau yakin? Dua gigitan kecil. Dan ada ular dibawah kakimu, jangan bergerak." ujarku pelan.

Aneta baru sadar yang menggigitnya bukan seekor serangga manapun.
Sehingga aku langsung menyerang ular berwarna merah itu dengan obor yang ku genggam. Membuatnya kepanasan dan berlalu dari hadapan kami. Dan setelahnya Aneta jatuh pingsan. Membuatku panik, karena sepertinya gigitan ular tersebut  langsung  menyerang  sistem syaraf.

Aku dan Mesha memapah masing-masing sebelah tubuh Aneta. Sambil sebelah tanganku membawa obor, dan Mesha  membawa keranjang yang berisi kentang, daun seledri dan bahan yang kami temukan.

"Aku yakin, dia digigit ular merah itu, yang tadi ku-injak." ujar Mesha dengan ocehannya. Aku hanya diam sambil memfokuskan jalanku kedepan dan  menuju koloni kami. Jika telat diobati bisa-bisa nyawa Aneta tak tertolong.

Beberapa waktu menopang tubuh Aneta, akhirnya membawa kami sampai ke koloni.
Disana orang-orang  panik dan bertanya. Ayah dari Aneta datang memeluk anaknya dan bertanya dihadapanku dengan kejadian yang dialami oleh putrinya.
Aku menjawab tanpa ragu tentang sebenarnya, dan ciri-ciri  hewan melata tersebut.

Segera sang ayah menopang tubuh Aneta, membawanya masuk ke-ruang pengobatan untuk diobati dengan terapi  pengeluaran  racun.

Setelah  kejadian itu, aku duduk didepan perapian bersama Mesha dan sahabatku yang lain. Kami menceritakan  bagaimana Aneta bertemu dengan ular berwarna merah itu. Kerni mencetuskannya bahwa Aneta telah  dibius oleh ular penyihir yang konon banyak berkeliaran.

Aku tahu legenda itu, penyihir merubah bentuk tubuhnya menjadi ular, lalu mencari orang  untuk digigit dan menyebarkan racun  kematian untuk dijadikan tumbal, agar bisa dikendalikan. Apabila  sang korban meninggal, maka si penyihir akan dapat beberapa tahun  untuk  bertahan hidup dan  mempertajam kesaktiannya. Mereka kadang bisa menyamar. Namun hal tersebut kini sudah tak pernah  ada lagi, Ayahku bilang kejadian itu ada saat ia masih muda dan  orang-orang  yang menjadi korban mencelakai orang disekitarnya.

Aku harap takkan  terjadi apa-apa pada diri  Aneta, dan ku-yakin akan baik-baik saja. Sehingga kami semua bisa melakukan aktifitas seperti  biasa tanpa hal buruk terjadi.

100 Tahun SetelahnyaWhere stories live. Discover now